KPK Jelaskan Kronologi Suap Bupati Andi Putra di Sidang, Ada Peran Kepala BPN?

Bupati Kabupaten Kuansong Andi Putra jalani sidang perdana di PN Pekanbaru karena menerima suap dari PT Adimulia Agrolestari.

oleh M Syukur diperbarui 15 Mar 2022, 05:00 WIB
Persidangan Bupati Kuansing Andi Putra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Bupati Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), non aktif, Andi Putra jalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwanya menerima suap Rp500 juta dari PT Adimulia Agrolestari (AA) terkait perpanjangan izin hak guna usaha.

Sidang digelar secara teleconference pada Senin siang, 14 Maret 2022. Di mana Bupati Kuansing itu berada di Rutan KPK sementara JPU dan majelis hakim ada di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto dalam dakwaannya menjelaskan, perkara suap Andi Putra ini terjadi pada 27 September 2021 hingga 18 Oktober 2021.

Dwi menjelaskan, Andi Putra menerima suap di rumah General Manager PT AA, Sudarso, di Jalan Kertama Gang Nurmalis Pekanbaru dan Jalan Sisingamangaraja Kuantan Tengah, Kabupaten (Kuansing).

"Terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang Rp500 juta dari total Rp1,5 miliar yang disepakati dengan Sudarso terkait dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kuansing yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/plasma," kata JPU.

Dwi menerangkan, suap berawal Ketika PT AA ingin memperpanjang hak guna usaha (HGU) di Kabupaten Kuansing. Singkat cerita, Frank Wijaya selaku Komisaris PT AA meminta Sudarso mengurus perpanjangannya.

Surat permohonan perpanjangan HGU PT AA tersebut diteruskan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kuansing ke Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Riau secara berjenjang. Kemudian diteruskan ke Kementerian ATR/BPN, dalam hal ini Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Rapat Koordinasi

Bupati Kabupaten Kuansing Andi Putra saat dibawa penyidik KPK dari Polda Riau ke Jakarta. (Liputan6.com/M Syukur)

Pada 3 September 2021 di Hotel Prime Park Pekanbaru, Kepala Kanwil ATR/BPN Provinsi Riau Muhammad Syahrir mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh Panitia Pemeriksaan Tanah B Provinsi Riau.

Terdakwa Andi Putra, ketika itu diwakili oleh Plt Sekda Kabupaten Kuansing, Agus Mandar. Hadir pula pihak PT AA selaku pemohon yang diwakili oleh David Vence Turangan, Sudarso, Syahlevi Andra dan Fahmi Zulfadli.

Padahal faktanya, lanjut JPU, surat permohonan perpanjangan HGU PT AA baru diterima secara resmi oleh Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Riau pada tanggal 12 Oktober 2021. Di dalam rapat tersebut, dilakukan pembahasan mengenai kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU PT AA.

Di mana ditemukan permasalahan yaitu kebun kemitraan/plasma yang telah dibangun oleh PT AA sebesar paling sedikit 20 persen dari luas HGU yang dimohonkan perpanjangan seluruhnya berada di Kabupaten Kampar. Padahal telah terjadi perubahan batas wilayah yang menyebabkan sebagian wilayah HGU PT AA tersebut masuk ke Kabupaten Kuansing.

Akibatnya, ada beberapa kepala desa, antara lain Kepala Desa Sukamaju dan Beringin Jaya, Kabupaten Kuansing, yang meminta agar PT AA juga membangun kebun kemitraan/ plasma di wilayah desa tersebut. Pasalnya, PT AA belum membangun kebun kemitraan/ plasma paling sedikit 20 persen di sekitar lokasi kebun yang ada di wilayah Kabupaten Kuansing.

Atas permasalahan tersebut, PT AA berniat untuk tidak perlu membangun kebun kemitraan/plasma lagi di wilayah Kuansing karena telah membangun paling sedikit 20 persen kebun kemitraan/plasma di Kabupaten Kampar. Namun oleh Muhammad Syahrir, dijelaskan bahwa kewenangan menentukan lokasi kebun kemitraan/plasma paling sedikit 20 persen dari total HGU ada pada Bupati Kuansing.


Dapat Saran

Selanjutnya Muhammad Syahrir selaku Ketua Panitia B mengarahkan PT AA untuk meminta surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa Andi Putra selaku Bupati Kuansing tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/plasma di Kabupaten Kampar yang sudah ada sebelumnya. Surat rekomendasi persetujuan tersebut diperlukan sebagai kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU PT AA.

Sudarso yang sudah lama mengenal Andi Putra sejak masih menjadi anggota DPRD Kuansing, lalu melakukan pendekatan. Dari pertemuan antara terdakwa dengan Andi Putra, disepakati Bupati Kuansing itu akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan.

Pada bulan September 2021, Andi Putra bertemu dengan Sudarso di Pekanbaru. Ketika itu, terdakwa menyampaikan akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan tapi terdakwa meminta PT AA memberikan uang terlebih dahulu sebesar Rp1,5 miliar.

Permintaan ini disampaikan Sudarso kepada Frank Wijaya dan menyetujui pemberian uang tapi bertahap. Pertama, kepada terdakwa diserahkan uang Rp500 juta untuk tahap awal agar surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa segera keluar.

Selanjutnya pada 27 September 2021, Sudarso meminta Syahlevi Andra selaku Kepala Kantor PT AA Cabang Pekanbaru, mengantarkan uang Rp500 juta ke rumahnya di Jalan Kartama Gang Nurmalis Pekanbaru untuk diserahkan kepada terdakwa.

Setelah uang Rp500 juta diterimanya, Sudarso kemudian memberitahukannya kepada terdakwa. Selanjutnya terdakwa memerintahkan sopirnya yang bernama Deli Iswanto untuk mengambil uang tersebut dan sekaligus meminta agar uang dititipkan kepada Andri A alias Aan.


Penyerahan Uang

Pada tanggal 12 Oktober 2021, PT AA membuat Surat Nomor: 096/AA-DIR/X/2021 perihal permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun kemitraan PT AA di Kabupaten Kampar yang ditandatangani oleh Direktur PT AA, David Vence Turangan yang kemudian surat tersebut diserahkan secara langsung oleh Sudarso kepada terdakwa di rumah terdakwa.

Selanjutnya terdakwa memerintahkan Andri Meiriki untuk meneruskan surat tersebut kepada Mardansyah selaku Plt Kepala DPMPTSPTK (Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja) Kabupaten Kuansing agar segera diproses.

Atas pengajuan surat tersebut kemudian terdakwa meminta kepada Sudarso agar memberikan kekurangannya sebagaimana yang telah disepakati yakni sebesar Rp1,5 miliar. Sudarso kemudian melaporkan permintaan terdakwa tersebut kepada Frank Wijaya dan disetujui.

Sudarso memberi saran kepada Frank Wijaya agar memberikan kepada terdakwa sebesar Rp100 juta sampai Rp200 juta saja karena PT AA sudah pernah memberikan Rp500 juta sebelumnya dan juga sudah pernah memberikan bantuan saat proses pencalonan terdakwa sebagai Bupati Kuansing.

Atas saran tersebut Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang sebesar Rp250 juta kepada terdakwa. Pada tanggal 18 Oktober 2021, terdakwa menghubungi Sudarso meminta sisa uang yang telah disepakati sebelumnya. Sudarso kemudian memerintahkan Syahlevi Andra mencairkan uang sebesar Rp250 juta.

Dalam perjalanannya, Sudarso ditangkap oleh KPK. Beberapa jam kemudian, giliran Andi Putra yang ditangkap.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya