Liputan6.com, Jakarta - Jamu sebagai nominasi Warisan Budaya Takbenda UNESCO Tahun 2022 memasuki babak baru. Gabungan Pengusaha atau GP Jamu resmi menyerahkan dokumen Intangible Cultural Heritage atau ICH 02 kepada Kemendikbud pada hari ini, Senin (14/3/2022) pukul 10.00 WIB.
Ketua Umum GP Jamu Dwi Ranny Pertiwi Zarman menyampaikan jamu adalah karunia yang Tuhan berikan kepada bangsa Indonesia. Nenek moyang percaya Tuhan menciptakan kekayaan hayati untuk menjaga kesehatan dan kebugaran.
"Banyak sekali data artefaktual yang bisa dijadikan bukti tradisi meracik dan mengonsumsi jamu sudah berkembang sejak ratusan tahun lalu. Ini terbukti dari relief di Candi Borobudur ada gambar mengolah jamu untuk kesehatan," kata Ranny dalam konferensi pers "Penyerahan Dokumen ICH 02 untuk Nominasi Budaya Sehat Jamu sebagai Calon Warisan Tak Benda Dunia UNESCO, di Graha Mustika Ratu, Jakarta Selatan, Senin (14/3/2022).
Baca Juga
Advertisement
Ranny melanjutkan, Budaya Sehat Jamu telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang menjadi salah satu syarat untuk mendaftar ke UNESCO. Pemerintah mempersilakan pihaknya mendaftarkan diri sebagai nominasi Warisan Tak Benda Dunia UNESCO.
"Untuk itu, GP Jamu support niat mulia dari seluruh komunitas-komunitas jamu untuk mendaftarkan ke UNESCO. Kami perkirakan ada lebih dari 5 ribu perajin jamu, dalam bentuk jamu gendong dan jamu racik, serta ribuan pelaku tersebut 80 persen didominasi oleh UMKM," tambahnya.
Ranny menerangkan, "Dengan penerapan ini, semoga bisa membuat pelaku Budaya Sehat Jamu akan lebih bersemangat lagi melestarikan Budaya Sehat Jamu.".
Kusuma Ida Anjani sebagai Wakil Sekretaris Jendral 4 GP Jamu sekaligus Tim Kerja Nominasi Budaya Sehat Jamu menyebut menurut Riset Kesehatan Dasar 2010 mengungkap lebih dari 59 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi jamu. Hal tersebut bukti jamu telah digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di berbagai bidang, baik dari pariwisata, kebugaran, kecantikan, dan kesehatan.
"Indonesia luar biasa sekali keragaman hayati sosial budayanya, akhirnya menghasilkan jamu yang memang warisan leluhur turun temurun, efikasinya pun juga terbukti di kehidupan masyarakat," ungkap Ajeng, begitu ia akrab disapa.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Riset Jamu
Ajeng mengingatkan kembali, jamu berasal dari kata "djampi" dan "oesodo" yang berarti doa dan kesehatan. Ajeng menyebut, jamu lebih dari sekadar obat tradisional, namun ada doa di setiap racikannya.
"Banyak bukti empiris bahwa jamu memiliki manfaat untuk memelihara kesehatan, membantu mengobati penyakit, dan bahkan digunakan sebagai sarana kesehatan yang tujuannya menjaga dan merawat baik dari dalam dan luar. Dari dalam itu menjaga organ tubuh, dan dari luar berpengaruh pada kesegaran dan keindahan penampilan," lanjutnya.
Peneliti yang juga mewakili Ketua Tim Kerja Nominasi Budaya Sehat Jamu Erwin J. Skripsiadi menyampaikan upaya penominasian jamu telah dimulai sejak 2013 yang dipelopori para maestro jamu, seperti Mooryati Soedibyo hingga Jaya Suprana. "Namun kami merasa saat ini adalah momentum yg tepat untuk menominasikan jamu ke UNESCO karena saat ini dunia sedang terlanda pandemi," terang Erwin.
"Kami memulai riset Budaya Sehat Jamu dari data artefaktual. Dari data yang kami temukan, ternyata Budaya Sehat Jamu ada sejak ratusan tahun lalu. Ada tiga relief di Candi Borobudur itu relief Karmawibhangga areak 18, 19, dan 78 yang menunjukkan para peracik jamu mengolah jamu," tambahnya.
Ia dan tim peniliti lain juga menemukan banyak jejak jamu di berbagai prasasti di zaman Majapahit. Setidaknya ada delapan prasasti yang telah diteliti dan salah satunya ada deskripsi yang menyebut berbagai profesi yang berkaitan dengan jamu, seperti acaraki, sebutan untuk para peracik jamu.
"Kami juga menemukan jamu di Serat Jampi Jawi yang sampai enam edisi, itu isinya ribuan resep-resep tentang aneka jenis jamu. Mereka sampai membedakan pusing dalam delapan jenis. Itu kekayaan yang menurut saya bisa jadi bukti bahwa jamu itu punya akar yang sangat kuat di budaya Indonesia," tuturnya.
Advertisement
Elemen dalam Penyusunan Dokumen
Erwin mengungkapkan dalam penyusunan dokumen ICH 02, pihaknya melibatkan seluruh komunitas jamu yang terkonsentrasi di empat provinsi, yakni DKI Jakarta, D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pihaknya juga mewawancaraini lebih dari 300 orang, baik pria dan perempuan yang merupakan pelaku langsung jamu.
"Kami datang ke Desa Wonolopo di Semarang, Desa Kiringan di Bantul, Desa Ngunter di Sukoharjo, dan kami juga mendapat dukungan langsung dari Ibu Bupati Sukoharjo, kabupaten yang mendeklarasikan diri sebagai kabupaten jamu," katanya.
Mereka juga mewawancarai para maestro jamu dan melibatkan profesional yang berpengalaman dalam membuat film dan foto yang akan dikirimkan ke UNESCO. "Karena memang untuk mendaftarkan diri ke UNESCO, selain dokumen, juga mengirimkan foto dan video yang ada syarat-syarat khususnya," lanjutnya.
Ilmiah dan dari Komunitas
Konsultan Penelitian dan Penulis Dokumen ICH 02 Gaura Mancacaritadipura menyampaikan dalam berkas nominasi, pihaknya menulis penampilan "mbok-mbok jamu" yang biasanya mengenakan sarung kebaya. Wajah mereka selalu cerah meski usia mereka sudah lanjut, namun masih kuat karena minum jamu.
"Sebelum mereka membuat jamu dan selama mengedarkan jamu, mereka selalu berdoa untuk kesehatan orang yang diberikan jamu. Ini jelas-jelas ada unsur spiritual, jamu bukan semata-mata campuran zat kimia tertentu," katanya.
Gaura menjelaskan pihaknya ditugasi dan bekerja sistematis, mengingat UNESCO adalah organisasi ilmuwan. Salah satu syarat untuk mendapat pengakuan UNESCO, harus menyertakan data ilmiah.
"Kumpulan dokumen yang kami susun dan yang ada formulir ICH 02 yang isinya 40 kolom pertanyaan yang harus dijawab, pertanyaannya tidak mudah, kemudian ada petunjuk pengisiannya semua kami terjemahkan dalam bahasa Indonesa supaya komunitas bisa memahami. Karena UNESCO mau dengar dari komunitas langsung," tuturnya.
Gaura mengatakan ia dan tim peneliti menemukan seorang perajin jamu bernama Kamini berusia 72 tahun dan sudah 50 tahun meracik dan mengedarkan jamu di Desa Wonolopo, Semarang. "Setiap hari beliau bangun jam 2 (dini hari) dan salat, sesudah itu baru meracik jamu, keliling kampung mengedarkan jamu sambil berdoa untuk kesehatan pelanggan jamu," tambahnya.
Advertisement
Ketok Palu Desember 2023
Gaura juga mengungkapkan alur penyerahan berkas paling lambat 31 Maret 2022 dikirim ke markas besar UNESCO di Prancis oleh Kemendikbud. Lalu, pihak UNESCO akan mempelajari bekas selama beberapa waktu dan mengecek apakah ada hal-hal yang kurang.
"Mereka akan kontak kita jika ada yang perlu dilengkapi sampai dengan akhir tahun. Sesudah itu, awal tahun depan (2023), mereka akan kirim badan penilai dan akan mempelajarinya selama beberapa bulan. Kemudian mereka akan memberikan evaluasi itu akan disampaikan kepada kita, apakah lulus atau tidak lulus, kadang-kadang mereka minta informasi tambahan," jelasnya.
Gaura menambahkan, "Sesudah itu, sidang penetapan itu Desember tahun depan, akan ketok palu. Mudah-mudahan positif."
Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO
Advertisement