Liputan6.com, Jakarta Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, mengatakan sebelum dikeluarkannya Permendag terkait kebijakan minyak goreng, minyak goreng masih tersedia namun harganya mahal. Tapi setelah Permendag dikeluarkan, harga minyak goreng menjadi murah tapi langka.
Dia menjelaskan, jika melihat sebelum adanya keluar dikeluarkannya kebijakan permendag Nomor 1 Tahun 2022, Permendag Nomor 3 Tahun 2022, permendag nomor 6 tahun 2022, Permendag nomor 8 tahun 2022 yang dikeluarkan sekitar bulan Januari dan Februari 2022, maka saat itu masih tersedia tetapi harga minyak goreng mahal.
Advertisement
“Di pasar manapun, ada tidak pernah terjadi kelangkaan, tapi mahal. Jadi, kalau kita lihat per hari ini isu minyak goreng ini sudah berubah dari yang tadinya mahal menjadi langka, dan masih mahal,” kata Yeka dalam konferensi pers Ombudsman, Selasa (15/3/2022).
Disamping itu, Ombudsman pun mengapresiasi langkah Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan yang telah berupaya meramu kebijakan, dalam menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau, yaitu melalui mekanisme DMO, DPO, dan HET.
“Kebijakan minyak goreng curah kebijakan yang terbaru ini dibatasi paling mahal seharga Rp11.500 liter, minyak goreng kemasan paling mahal Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium dibatasi paling mahal Rp14.000," ujarnya.
Yeka berpendapat, dengan penerapan DMO dan DPO, Pemerintah pada intinya mengintervensi atau memaksa pelaku usaha untuk mengurangi keuntungannya dari ekspor CPO ataupun olahanya dan pengurangan keuntungan oleh pelaku usaha. Itulah yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk minyak goreng sesuai dengan HET.
“Permasalahannya adalah yang harus kita jawab yang harus kita sajikan faktanya Apakah ini berhasil?,” ujarnya.
Adapun selama kurun waktu Februari sampai Maret 2022, Ombudsman Republik Indonesia melakukan pemantauan terkait tingkat kepatuhan penjualan minyak goreng di seluruh wilayah Indonesia. Pemantauan dilakukan di 274 pasar.
“Hasilnya berikut, pertama, terjadinya perubahan karakter pasar, di mana untuk pasar modern, ritel modern dan ritel tradisional, seiring dengan berjalannya waktu semakin patuh terhadap ketentuan HET meskipun lambat,” ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pasar Modern
Sementara, pasar modern dari sebelumnya dari pemantauan sebelumnya pada tanggal 22 Februari 2022, tingkat kepatuhannya 69,85 persen berubah menjadi semakin tinggi sekitar 78,94 persen pada tanggal 14 Maret 2022 kemarin.
Selanjutnya, ritel tradisional dari 57,14 persen menjadi 74,19 persen tingkat kepatuhannya, dan ritel tradisional dari 10,19 persen menjadi 16,67 persen. Dengan demikian, di ritel tradisional tingkat kepatuhannya bergerak meskipun lambat.
“Namun kondisi ini terbalik pada pasar tradisional sebagai pasar yang paling banyak konsumen ternyata tingkat kepatuhannya semakin menurun terhadap pelaksanaan HET dari sebelumnya 12,80 persen menjadi 4,25 persen, artinya di pasar tradisional itu masih banyak pelaku usaha yang menjual minyak goreng di atas HET,” pungkasnya.
Advertisement