Liputan6.com, Jakarta Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menanggapi permasalahan kelangkaan komoditas minyak goreng di pasaran. Ombudsman menilai akar permasalahan dari kelangkaan minyak goreng dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah disparitas harga yang mencapai Rp 8.000-Rp 9.000 per kg.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyampaikan untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah dapat memberlakukan HET hanya untuk minyak goreng curah. Sedangkan untuk kemasan premium dan sederhana harga mengikuti mekanisme pasar.
Advertisement
"HET hanya berlaku untuk curah dengan jaringan distribusi khusus di pasar tradisional dengan mekanisme pengawasan yang transparan dan akuntabel," ujar Yeka dalam pernyataannya, Rabu (16/3).
Yeka menjelaskan, apabila harga minyak goreng kemasan premium dan sederhana diserahkan sesuai mekanisme pasar, maka para produsen akan bersaing, sehingga menutup celah bagi spekulan.
"Para spekulan memanfaatkan disparitas harga minyak goreng di pasar tradisional yang sulit untuk diintervensi pemerintah. Aktivitas spekulan ini juga yang memunculkan dugaan terjadinya penyelundupan minyak goreng," ujar Yeka.
Ia menambahkan, dampak dilepaskannya harga minyak goreng pada mekanisme pasar adalah harga minyak goreng akan naik. Oleh karena itu, pemerintah perlu melindungi kelompok masyarakat yang rentan seperti keluarga miskin dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui mekanisme bantuan langsung tunai (BLT).
"Agar tidak membebankan APBN, untuk keperluan BLT, pemerintah dapat meningkatkan pajak dan levy (pungutan ekspor) produk turunan Crude Palm Oil (CPO)," imbuh Yeka.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
DMO Tetap Diberlakukan
Meskipun Ombudsman menawarkan opsi HET hanya untuk minyak goreng curah, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) tetap diberlakukan untuk menjamin ketersediaan minyak goreng domestik. DMO adalah kewajiban pemenuhan kebutuhan domestik bagi perusahaan atau kontraktor minyak CPO dalam negeri.
Berdasarkan hasil pemantauan Ombudsman RI, dugaan penyebab kelangkaan minyak goreng di antaranya adalah perbedaan data DMO yang dilaporkan dengan realisasinya. Menurutnya, kebijakan DMO tanpa diikuti oleh mempertemukan eksportir CPO atau olahannya dengan produsen minyak goreng, masih ditemukan panic buying, serta dugaan adanya aktivitas rumah tangga atau pelaku usaha UMKM meningkatkan stok minyak goreng sebagai respons terhadap belum adanya jaminan ketersediaan minyak goreng, terlebih lagi menghadapi puasa dan hari raya.
Ombudsman RI juga menyoroti gagalnya fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah dalam mengendalikan harga. "Fungsi pengawasan akan sulit dilakukan apabila masih terjadi disparitas harga. Alih-alihmemperlancar ketersediaan minyak goreng, stok minyak goreng malah langka. Ombudsman RI meminta Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan mengenai HET, DMO dan DPO," tandasnya.
Advertisement