Liputan6.com, Jakarta Kasus pembelaan diri S (34) sebagai korban pembegalan yang mengakibatkan kematian 2 begal di Lombok, NTB, yang juga menjadikan dirinya sebagai tersangka telah menyedot perhatian publik. Bahkan, tak kurang dari Sekjen DPP Himpunan Advokat Muda Indonesia Yunus Adhi Prabowo juga menaruh perhatian.
Penetapan status tersangka kepada S oleh pihak kepolisan, khususnya Satreskrim Polres Lombok Tengah menuai kontraversi. Namun, Yunus mengimbau masyarakat jangan terburu-buru mengambil kesimpulan atas perkara yang menuai banyak kecaman tersebut.
Advertisement
"Ini adalah pembelajaran hukum di mana kita harus sampaikan telah ada peristiwa pidana yang membuat matinya seseorang, sebagaimana Pasal 351 (3) dan 338 KUHP yaitu kematian 2 orang pelaku begal," ujar Yunus.
Namun, pembelaan diri yang dilakukan S juga diatur sebagai alasan pembenar di KUHP Pasal 49 yang bunyinya "Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu".
Atau istilahnya overmacht atau tidak dipidana orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas.
"Masyarakat tidak perlu khawatir, penetapan tersangka ini adalah proses yang harus dilewati karena adanya peristiwa pidana, karena setiap orang tidak bersalah di mata hukum sampai Putusan Pengadilan yang menyatakan bersalah," jelas Yunus.
Perlu diketahui, lanjut dia, yang menentukan memutus sebagai overmacht sebagaimana Pasal 49 bukanlah polisi. Polisi tidak bisa melakukan penghentian penyidikan, polisi tidak bisa menyimpulkan melakukan pembelaan diri, namun berdasarkan fakta dalam persidangan hakimlah yang memutus pasal pembenar atau pembelaan terpaksa tersebut pada persidangan.
Ia menegaskan, syarat tindakan yang dilakukan oleh S harus dilakukan seketika, spontan, waktu itu juga untuk membela diri karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat, perbuatan tersebut sebanding perbuatan korban dan pembegal di situ harus memahami tindakan tersebut harus dilakukan karena kalau tidak justru pembegal yang akan menghabisi korban.
"Ini dilakukan agar hakim dapat mempertimbangkan dan yakin kalau tindakan tersebut merupakan tindakan pembelaan diri. Saya yakin pihak Kepolisian pasti profesional dan transparan mengenai penanganan perkara ini dan masyarakat juga tidak mudah terpancing isu namun mengetahui proses hukumnya," Yunus menandaskan.
Melawan Empat Begal
Seperti diketahui, kejadian bermula saat S pergi ke Lombok Timur untuk mengantarkan nasi kepada ibunya. Di tengah jalan, S dipepet dua orang pelaku begal, sehingga dia melakukan perlawanan menggunakan senjata tajam.
Tidak lama kemudian, datang dua pelaku begal lain. Namun, keempat pelaku begal itu berhasil ditumbangkan S meskipun seorang diri. Barang bukti yang disita polisi berupa empat buah senjata tajam dan tiga unit motor yang diduga digunakan oleh S dan para pelaku begal.
Satu korban melawan empat pelaku (begal) yang mengakibatkan dua pelaku begal inisial P (30) dan OWP (21), warga Desa Beleka, tewas. Sedangkan dua pelaku lainnya melarikan diri dan saat ini telah diamankan.
Advertisement