Minyak Goreng Kemasan Mahal, Kelas Menengah Paling Terdampak

Pemerintah memutuskan untuk melepas harga minyak goreng kemasan sesuai dengan mekanisme harga pasar

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Mar 2022, 21:47 WIB
Pembeli berbelanja dekat kertas pemberitahuan pembatasan pembelian di supermarket Kawasan Cirendeu, Tangsel, Rabu (18/3/2020). Satgas Pangan meminta pedagang membatasi penjualan bahan pokok yakni beras, gula, minyak goreng dan mi instan untuk menjaga stabilitas harga. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memutuskan untuk melepas harga minyak goreng kemasan sesuai dengan mekanisme harga pasar. Kebijakan ini diambil pemerintah setelah aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) menimbulkan kelangkaan minyak tanah di pasaran.

Ekonom Bhima Yudhistira menilai kebijakan minyak goreng ini akan membahayakan masyarakat kelas menengah. Alasannya, saat ini kondisi keuangan masyarakat menengah masih belum pulih sepenuhnya. Sehingga diperkirakan akan menimbulkan gejolak lagi.

"Melepas harga minyak goreng kemasan ke harga pasar ini fatal, yang rugi kelas menengah. Daya belinya ini belum solid seperti sebelum pandemi," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (17/3).

Apalagi, lanjut Bhima kebijakan ini keluar bertepatan dengan momentum menjelang bulan Ramadan. Biasanya, kebutuhan masyarakat saat bulan puasa akan meningkat 20 persen.

Kemudian pada saat lebaran naik lagi hingga 40 persen. Akibatnya, kenaikan harga minyak goreng kemasan akan lebih tinggi dari yang terjual saat ini.

"Biasanya kalau Ramadan, kebutuhan bisa naik 20 persen dan saat Idulfitri bisa naik 40 persen," katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kebijakan DMO 20 Persen

Seorang ibu tengah membeli minyak goreng di sebuah pusat perbelanjaan di Tangerang. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Menurutnya, penerapan kebijakan DMO 20 persen dari pemerintah sudah tepat untuk memastikan ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan dalam negeri. Hanya saja, kelalaian pemerintah pada pengawasan distribusi hasil DMO yang menyebabkan kelangkaan.

"Harusnya DMO 20 persen ini terpenuhi (untuk kebutuhan dalam negeri), berarti masalahnya sekarang di distributor," kata dia.

Sayangnya, akar masalah distribusi ini tidak mampu diselesaikan pemerintah. Pemerintah memilih menyerahkan kembali harga minyak goreng sesuai mekanisme pasar yang berlaku.

"Harusnya ini yang ditindak tegas penimbunnya. Tapi yang terjadi sekarang malah saling klaim pasokan aman, distribusi tidak diurus," kata dia.

Dia juga mempertanyakan peran Perum Bulog yang sejak awal alfa dalam tata niaga minyak goreng. Akibatnya membuat kondisi semakin sulit. "Peran Bulog juga alfa dalam tata niaga minyak goreng, ini jadi repot," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya