Liputan6.com, Jakarta - Twitter mengumumkan sejumlah upaya untuk meredam misinformasi yang beredar di platformnya terkait invasi Rusia ke Ukraina. Salah satunya adalah dengan pelabelan atau penghapusan sejumlah konten.
Mengutip informasi dari Engadget, Jumat (18/3/2022), Twitter telah memberikan label serta menghapus 50.000 konten yang disebut melanggar kebijakan media manipulasi dan buatan di perusahaan.
Advertisement
"Kami juga melihat peningkatan jumlah secara substansial yang dibagikan dengan konteks menipu, menyesatkan, atau tidak akurat, termasuk video konflik lama yang dibagikan seolah-olah terjadi di Ukraina," tulis Twitter melalui blog-nya.
Selain itu, Twitter juga telah menghapus 75.000 akun yang melanggar kebijakan manipulasi platform dan spam. Menurut perusahaan, akun-akun ini melakukan manipulasi layanan, termasuk spam dengan motivasi finansial dan diprediksi tidak terafiliasi dengan aktor pemerintah atau kampanye yang spesifik.
Twitter juga mengizinkan media yang didukung pemerintah Rusia dan telah mendapatkan centang biru, seperti RT dan Sputnik, tetap beroperasi dan mendapatkan pelabelan sebagai media yang didukung Rusia. Namun, keduanya tetap dilarang untuk beriklan di Twitter.
Di sisi lain, Rusia sendiri diketahui telah memblokir akses ke Twitter sejak akhir bulan lalu. Menurut kelompok pemantau internet NetBlocks, pemblokiran ini dilakukan untuk menahan arus informasi.
NetBlocks menyebut pihaknya melihat koneksi ke Twitter gagal atau sangat dibatasi di setiap penyedia telekomunikasi, mulai dari mulai dari operator Rostelecom, MTS, Beeline, dan MegaFon.
Sejak invasi ke Ukraina, pengguna di Rusia masih bisa mengakses Twitter melalui layanan VPN, tapi koneksinya dibatasi. Sejauh ini, motivasi Rusia membatasi Twitter tidak jelas. Namun keputusan ini muncul di tengah tindakan keras yang lebih luas terhadap Twitter.
Sebelumnya, Rusia mengumumkan pemblokiran Facebook, usai jejaring sosial ini menghapus akun empat organisai media yang dikelola pemerintah.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Video Deepfake Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy
Di sisi lain, sebuah video deepfake yang menunjukkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy meminta semua warga untuk menyerah ke Rusia, beredar di internet.
Dilaporkan Sky News, dikutip Kamis (17/3/2022), video itu memperlihatkan seseorang dengan wajah Zelenskyy berdiri di belakang podium dan mengatakan bahwa tidak mudah menjadi presiden.
Lalu, dia menyatakan telah "memutuskan untuk mengembalikan Donbas" di Ukraina timur ke Rusia, dan bahwa upaya pasukannya dalam perang telah gagal.
Saran saya kepada Anda adalah untuk meletakkan senjata dan kembali ke keluarga Anda. Tak ada gunanya mati dalam perang ini. Saran saya ke Anda adalah untuk hidup. Saya akan melakukan hal yang sama," kata pria itu.
Namun, video itu dengan mudah dikenali sebagai deepfake. Hal ini terlihat dari wajah dan kepala Zelenskyy, yang tidak pas dengan badan orang yang sedang berdiri itu.
Advertisement
Meta Hapus Video Deepfake Presiden Ukraina
Penerjemah di Sky News juga menyebut, suara dalam video palsu ini lebih dalam dan lebih lambat ketimbang suara normal dari Zelenskyy. Terkait hal ini, Presiden Ukraina itu pun langsung berkomentar.
"Ada provokasi kekanak-kanakan terbaru dengan saran untuk meletakkan senjata, saya hanya menyarankan agar pasukan Federasi Rusia meletakkan senjata mereka dan kembali ke rumah," ujarnya di akun Instagram resminya.
"Kami sudah di rumah, kami membela tanah kami, anak-anak kami, keluarga kami. Jadi, kami tidak akan meletakkan senjata sampai kemenangan kami," kata Zelenskyy.
Mengutip The Verge, Meta, induk dari Facebook, juga menyatakan telah menghapus video deepfake tersebut dari platformnya. Ini seperti dikonfirmasi oleh Nathaniel Gleicher, Head of Security Policy Meta.
"Tim kami mengidentifikasi dan menghapus video deepfake yang mengklaim menunjukkan Presiden Zelensky mengeluarkan pernyataan yang tidak pernah dia lakukan," ujarnya dalam utas di Twitter.
(Dam/Ysl)