Liputan6.com, Jakarta - Gretta Vedler, seorang model Rusia yang menyebut Vladimir Putin sebagai "psikopat," dilaporkan tewas. Jasadnya ditemukan di dalam koper. Dara 23 tahun tersebut dilaporkan hilang selama setahun setelah "kata-kata kasar anti-Putinnya" menyebar di media sosial.
Namun demikian, lapor New York Post, Jumat (18/3/2022), kedua peristiwa itu diduga tidak berhubungan. Mantan pacar Vedler, Dmitry Korovin, mengaku mencekiknya sampai meninggal sebelum berkendara sejauh 483 km ke wilayah Lipetsk dari Moscow, dan meninggalkan mayatnya di bagasi mobil, lapor Daily Star.
Korovin mengatakan pada pihak berwenang bahwa ia tidur di kamar hotel selama tiga malam dengan mayat Vedler, yang dimasukkan ke dalam koper yang baru dibeli. Pria itu kemudian meninggalkan jenazah mantan kekasihnya di bagasi selama setahun, tapi terus memperbaharui halaman media sosialnya agar terlihat seperti ia masih hidup.
Baca Juga
Advertisement
Rahasia itu terbongkar ketika teman Vedler, Evgeniy Foster, seorang blogger asal Kharkiv, Ukraina, curiga, lapor The Sun. Foster memberitahu seorang teman di Moscow tentang kecurigaannya, dan meminta mereka membuat laporan orang hilang.
Aksi ini kemudian menuntun pihak berwajib menemukan jasad Vedler. Hingga saat ini, belum ada informasi tambahan terkait kasus dugaan pembunuhan model tersebut.
Pada Januari 2021, Vedler telah menyuarakan keprihatinan atas tindakan keras Vladimir Putin terhadap protes dan keinginan untuk meningkatkan integritas Rusia. "Saya hanya bisa berasumsi, menurut pendapat saya, psikopati atau sosiopati jelas terlihat dalam dirinya (Putin)," tulis Vedler di akun media sosialnya, tahun lalu.
Ia menyambung, "Bagi psikopat, penting untuk terus-menerus mengalami rasa kepenuhan dan ketajaman hidup, sehingga mereka menyukai risiko, pengalaman intens, komunikasi intens, aktivitas intens, kehidupan yang intens dan dinamis."
Menurut laporan, lapor Sun Zip. Vedler lahir pada 1998 di Moskow, Rusia. Ia adalah bagian dari keluarga penganut agama Kristen, sementara nama lahirnya tidak diketahui secara pasti.
Sebagai model, Vedler pernah berkolaborasi dengan beberapa merek fesyen. Kesuksesan kariernya membuat kekayaan wanita ini ditaksir mencapai 1 juta dolar Amerika Serikat (sekitar Rp14,3 miliar).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Model Melarikan Diri dari Invasi Rusia
Sebelum ini, dunia model sudah lebih dulu disoroti melalui aksi model disabilitas Ukraina, Oksana Kononets, yang berhasil kabur dari invasi Rusia. People melaporkan, Kononets tiba di AS untuk berpartisipasi dalam sebuah peragaan busana bagi para penyandang disabilitas.
Acara tersebut merupakan peragaan busana tahunan yang diselenggarakan Runway of Dreams. Organisasi nirlaba ini mendukung pakaian adaptif untuk penyandang disabilitas.
Sementara, Kononets telah menggunakan kursi roda sejak 2012 ketika jatuh dari apartemen lantai lima. Kejadian itu melukai tulang punggungnya dan membuatnya dinyatakan lumpuh pada usia 19 tahun.
Advertisement
Membawa Pesan ke AS
Sejak kecelakaan itu, Kononets mengikuti mimpinya jadi model dan mengembangkan proyek untuk membawa lebih banyak perhatian pada penyandang disabilitas yang tertarik pada dunia mode. Itu jadi salah satu dorongan dirinya melarikan diri dari Ukraina pada awal perang dan membawa pesan ke AS.
"Saya sangat bangga," kata model disabilitas ini. "Saya datang ke sini, itu adalah momen yang sangat hebat bagi saya."
Sejak kecelakaan itu, Kononets mengikuti mimpinya menjadi model dan mengembangkan proyek untuk membawa lebih banyak perhatian kepada penyandang disabilitas yang tertarik pada fashion. Itu sebabnya, ia melarikan diri dari Ukraina pada awal perang dan membawa pesan ke AS.
Kononets awalnya memang telah berencana menghadiri pertunjukan Runway of Dreams di Los Angeles. Ia pun menempuh perjalanan selama lima hari dari ibu kota Ukraina, Kiev, saat Rusia menyiapkan serangan ke negara itu pada akhir bulan lalu.
Kereta Penuh Sesak
Kononets menghabiskan 11 jam di kereta yang penuh sesak demi menuju tempat yang aman di Polandia. "(Ibu) mengemasi barang bawaan kami, hanya satu barang bawaan, untuk dua (orang)," kenangnya.
Ia juga menambahkan bahwa ada "kerumunan besar" di stasiun kereta api. "Kami berkendara 11 jam ke barat Ukraina, 11 jam," lanjutnya.
Saat tiba, Kononets bepergian ke Belanda dan akhirnya mendapatkan penerbangan ke Negeri Paman Sam berkat seorang teman. "Setelah perjalanan ini, saya sangat lelah dan saya juga tidak bisa membayangkan bahwa saya ada di sini," katanya soal tiba di Amerika pada 5 Maret 2022.
Advertisement