Liputan6.com, Jakarta Tahukah Anda, berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi Pulmonal Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia tahun 2021, angka prevalensi penyakit Hipertensi Paru di seluruh dunia sebesar 20-70 juta orang.
Hipertensi paru merupakan kelainan patofisiologi pada pembuluh darah paru-paru yang dapat menyebabkan komplikasi klinis dengan penyakit-penyakit kardiovaskular (jantung) dan respirasi (pernapasan).
Advertisement
Disampaikan Pakar Kardiologi Anak dan Penyakit Jantung Bawaan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K), komplikasi penyakit Hipertensi Paru ini meliputi sindroma hiperviskositas (kelainan neurologis, perubahan penglihatan, dan perdarahan mukosa), batuk darah, endokarditis infektif (infeksi permukaan endocardium jantung) dan sindroma Eisenmenger (komplikasi dari penyakit jantung bawaan).
"Pada kasus spesifik, hipertensi paru juga dapat menjadi salah satu komplikasi dari penyakit jantung bawaan dengan gejala dan tanda-tanda tahap awal yang biasanya tidak spesifik atau tidak terdeteksi pada bayi baru lahir," katanya, dalam Webinar Pfizer Media Health Forum “Kenali Gejala Hipertensi Paru pada Anak dan Cara Penanganannya, ditulis Sabtu (19/3/2022).
dr Radityo mengatakan, gejala awal Hipertensi Paru biasanya muncul dipicu oleh olahraga dan berhubungan dengan adanya disfungsi pada ventrikel kanan. "Gejalanya seperti sesak napas, kelemahan, nyeri dada dan pingsan."
Pada kasus yang jarang, gejalanya meliputi Distensi abdomen dan edema kaki (pembengkakan kaki), batuk darah dan suara serak, lanjut dr Radityo.
Lantas, pemeriksaan apa saja yang dilakukan? dr Radityo menekankan pemeriksaan fisik, EKG, Rontgen Dada, Saturasi oksigen perifer, USG jantung. Serta pemeriksaan lanjutan seperti CT/MRI dan kateterisasi jantung.
Penanganan Hipertensi Paru
Pasien dengan Kelainan Jantung Bawaan-Hipertensi Paru (KJB-PH)harus ditangani oleh pusat yang memiliki spesialis jantung.
"Edukasi pasien, kewaspadaan terhadap risiko yang potensial dan komplikasi dan modifikasi kebiasaan juga penting dalam terapi pasien PH," jelasnya.
"Penting untuk tidak melakukan olahraga yang berlebihan, namun melakukan olahraga ringansangatlah penting," lanjut dr Radityo.
Di Indonesia sendiri, obat-obatan tertentu yang telah tersedia dapat diberikan untuk membantu mengurangi hipertensi paru pada pasien anak, seperti golongan Prostasiklin, yaitu Beraprost, dan juga golongan Inhibitor Phosphodiesterase Type 5 (PDE5i), yaitu Sildenafil, yang telah disetujui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) beberapa waktu lalu sebagai obat hipertensi paru.
Selain itu, terapi simtomatik berupa pemberian oksigen untuk membantu pernafasan serta terapi diuretik untuk membantu mengeluarkan kelebihan cairan di tubuh juga dapat membantu mengurangi gejala hipertensi paru.
Pengobatan tersebut diharapkan dapat memperlambat progresi penyakit atau bahkan mengembalikan fungsi jantung dan paru ke normalnya, meskipun hipertensi paru cenderung tidak dapat disembuhkan.
“Pasien yang terdiagnosa hipertensi paru memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lama bahkan seumur hidup, dengan rutin melakukan evaluasi tekanan arteri pulmonal berkala untuk menilai progresivitas penyakit dan menilai kecukupan dosis obat yang diberikan,” pungkas dr. Radityo.
Advertisement