Liputan6.com, Jakarta - Gelombang pelaporan dugaan penipuan investasi bodong platform robot trading Fahrenheit, terus berlanjut. Kini giliran sekitar 150 korban yang tergabung dalam Crisis Center Korban Robot Trading Fahrenheit dengan dugaan total kerugian sekitar Rp143 miliar, akan melaporkan Direktur Utama Fahrenheit, Hendry Susanto, ke Bareskrim Polri, Senin (21/3/2022).
Sebelum melaporkan Hendry Susanto ke Bareskrim, 150 korban Robot Trading Fahrenheit telah mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk meminta perlindungan hukum dari LPSK, Jumat (18/3/2022).
Advertisement
Mereka diwakili oleh kuasa hukum Oktavianus Setiawan dari Kantor Pengacara Stefanus dan beberapa korban. Menurut Oktavianus, kedatangannya ke LPSK ini, untuk minta perlindungan dan pendampingan dalam melakukan tindakan hukum ke depannya.
Mereka diterima oleh pejabat Biro Penelaahan Permohonan LPSK yang menyarankan untuk segera membuat Laporan Polisi (LP).
“Kami diterima dengan baik. Intinya, kami minta perlindungan hukum kepada LPSK dan mereka menyatakan siap mengawal kasus ini. Kami berharap LPSK dapat membantu memfasilitasi perhitungan restitusi (ganti rugi) untuk para korban investasi ilegal,” kata Oktavianus, Sabtu (19/3/2022).
Sebagian korban Fahrenheit ini adalah pesiunan berusia lanjut yang tidak mengerti bagaimana prosedur menuntut mengembalian uangnya dan Fahrenheit.
Selain itu, Oktavianus juga mengungkapkan, pihaknya telah melayangkan somasi pada tanggal 16 Maret 2022 kepada Direktur Utama Fahrenheit Hendry Susanto langsung di dua alamat, satu rumahnya sesuai alamat KTP dan kedua ke kantor Fahrenheit, namun hingga kini belum mendapat tanggapan.
“Jatuh tempo surat somasi kami 3 kali 24 jam atau hari ini terakhir. Kami minta agar uang korban ini segera dikembalikan kalau memang ada itikad baik. Hendry Susanto yang muncul dan bertanggung jawab, kami sangat khawatir Hendry melarikan diri, setelah kami datang ke kantor dan kosong. Tidak ada orang dan kehidupan di sana,” ungkapnya.
Usut Tuntas
Oktavianus meminta aparat penegak hukum, khususnya Polri untuk mengusut tuntas dan menelusuri aliran dana dan juga kemungkinan adanya tokoh besar yang terlibat dalam kasus ini.
"Dalam kasus ini kami akan bersinergi dengan LPSK, BAPPETI, SWI, Komisi 3 DPR RI untuk kiranya dapat bersama-sama dapat mengawal kasus ini supaya di kemudian hari tidak ada korban-korban lain yang senasib dengan para klien kami," kata Oktavianus.
Mengenai pembentukan Crisis Center, Oktavianus mengatakan, dibentuk pada tanggal 15 Maret 2022 lalu, dengan pendampingan dari sejumlah praktisi hukum. Hingga hari ini, Sabtu, 19 Maret 2022 sudah sekitar 150 korban yang bergabung.
Diperkirakan akan terus bertambah hingga sampai batas akhir penutupan hari Minggu, 20 Maret 2022.
Advertisement