Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 350 alumni Al-Azhar Mesir dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul dalam perhelatan Multaqa Nasional VII pada 18-20 Maret 2022, di Lombok, NTB. Tema pertemuan tersebut adalah Mempromosikan Nilai-Nilai Wasathiyyah Islam untuk Mendorong Capaian Kinerja Pembangunan Berkelanjutan; Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan.
Sekjen Organisasi Alumni Al-Azhar Internasional (OIAA) Cabang Indonesia, Muchlis M Hanafi mengungkapkan hasil rekomendasi dari pertemuan itu. Yaitu bahwa alumni Al-Azhar menegaskan kembali komitmen bersama dalam meneguhkan wasathiyyah Islam sebagai manhaj dan karakter ajaran Islam yang mengedepankan aspek keseimbangan, keadilan, kemaslahatan umum, dan keberlanjutan dalam seluruh sektor kehidupan.
"Oleh karenanya, alumni Al-Azhar mendukung program penguatan Moderasi Beragama yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, sebagai salah satu ikhtiar dalam menciptakan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara yang rukun, damai dan harmonis," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/3/2022).
Dia menjelaskan narasi wasathiyyah Islam dan penguatan moderasi beragama tidak boleh hanya berkutat pada isu kekerasan atas nama agama, intoleransi dan ekstremisme beragama serta meluruskan kesalahpahaman terhadap teks-teks keagamaan yang mengakibatkan sikap ekstrem dalam beragama. Namun, juga mencakup seluruh aspek kehidupan, antara lain dengan membangun sikap seimbang dan berkeadilan yang berorientasi pada kemaslahatan umum di seluruh sektor kehidupan; ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan dan sebagainya.
Baca Juga
Advertisement
"Seperti halnya terjadi dalam kehidupan beragama, sikap ekstrem juga dapat terjadi pada cara pandang, sikap dan praktik kehidupan ekonomi, social, politik, budaya dan sebagainya," ujar dia.
Menurutnya, bumi dan seisinya dengan segala sumber daya yang ada padanya, adalah amanah dari Allah Swt yang harus dijaga dan dipelihara agar kebaikannya dapat dimanfaatkan seluruh umat manusia. Bahkan oleh makhluk lainnya secara berkelanjutan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
"Oleh karenanya, dalam menjalankan fungsi mengelola dan memakmurkan bumi (`imaaratul ardh), manusia memiliki tanggungjawab memastikan terjadinya keseimbangan ekosistem dan keadilan sosial sehingga pembangunan untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia dapat berkelanjutan," terang Muchlis.
Selain itu, kata dia, sistem dan praktik ekonomi yang memperlebar jurang kesenjangan antara kaya dan miskin, dan eksploitasi atau pemanfaatan sumber daya yang tidak memperhatikan daya dukung keberlanjutan ekosistem pembangunan sangat bertentangan dengan wasathiyyah Islam. Karena menunjukkan tindak prilaku ekstrem dalam mengekploitasi lingkungan.
"Untuk memastikan pembangunan berkelanjutan, para alumni Al-Azhar diharapakan dapat berkontribusi dalam dua hal; pertama, penyediaan lapangan kerja dan jenis usaha baru. Kedua, penyusunan road map (peta jalan) Indonesia dalam bentuk intervensi kebijakan yang bisa memastikan terwujudnya kesejahteraan umat," terang dia.
Dalam menyikapi melambungnya harga bahan kebutuhan pokok akibat praktik ekonomi yang tidak memperhatikan aspek kemaslahatan umum dan bertentangan dengan wasathiyyah Islam, para alumni Al-Azhar meminta kepada pemerintah agar menjamin ketersediaan pangan, terutama bahan-bahan kebutuhan pokok.
"Dalam fiqih Islam, kebijakan pemerintah harus berpihak kepada kepentingan dan kamaslahatan umum. Rasulullah Saw dan para sahabatnya memberi keteladanan dalam mengendalikan harga dengan melakukan pengawasan pasar secara langsung dan menegur keras orang yang melakukan praktik ekonomi manipulatif," jelas Muchlis.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bertindak Tegas Terhadap Para Penimbun
Rekomendasi lainnya disebutkan hendaknya bertindak tegas terhadap para pelaku praktik ekonomi yang memonopoli dengan cara menimbun barang dan menjualnya dengan harga tinggi di saat masyarakat sedang membutuhkan. Dalam fiqih Islam ini dikategorikan sebagai ihtikâr yang hukumnya haram.
"Para ulama fiqih dari seluruh mazhab bersepakat haram hukumnya menimbun dan memonopoli barang karena membuat orang banyak susah dan menderita. Di situ ada unsur merugikan dan menzalimi orang lain, sehingga masuk kategori harta yang diperoleh secara batil. Rasulullah bersabda, “Pelaku praktik monopoli (dalam ekonomi) adalah pendosa," kata dia.
Demi menyukseskan presidensi Indonesia dalam forum G20, Muchlis mengimbuhkan, para peserta Multaqa Nasional mendukung penuh Pemerintah Indonesia. Sehubungan dengan itu, sesuai nilai-nilai wasathiyah Islam, para alumni Al-Azhar berharap pemerintah dan para pemangku kepentingan dapat memastikan terwujudnya prinsip keseimbangan, keadilan, kemaslahatan dan keberlanjutan dalam program-program pembangunan.
Rekomendasi itu merupakan hasil usai mendengarkan dan mendiskusikannya terkait tema dengan para pakar dari berbagai bidang keilmuan. Antara lain Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Ashar Cabang Indonesia, Wakil Komisaris Utama Bank Syariah Indonesia, TGB M Zainul Majdi, Mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir Ibrahim al-Hud Hud.
Selain itu, Meneg BUMN Erick Tohir, Dirut Bank Syariah Indonesia, Hery Gunardi, Pakar Bidang Green Economics dari UNS Irwan Trinugroho, Badan Wakaf Indonesia Yuli Yasin, dan Rektor Universitas Islam Negeri Mataram H Masnun Tahir.
Para peserta Multaqa Nasional menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia dan seluruh pihak yang membantu kesuksesan Multaqa terutama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Bank Syariah Indonesia (BSI), Baznas Provinsi NTB, UIN Mataram, Bank NTB, dan lainnya.
Advertisement