Liputan6.com, Jakarta Tim Advokasi untuk Demokrasi menilai kasus yang menjerat Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti merupakan bentuk pemidanaan yang dipaksakan. Dia mengatakan ada sejumlah keanehan dalam proses pemidanaan tersebut.
Catatan Tim Advokasi untuk Demokrasi menyebut penerapan pasal dalam penyidikan tidak memenuhi unsur pidana. Kemudian penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam perkara ini, melanggar SKB Pedoman Implementasi UU ITE.
Advertisement
Menurut dia, penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya juga bertentangan dengan Surat Edaran Kapolri tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.
"Penetapan tersangka ini tentu harus diuji secara hukum, supaya penggunaan instrumen hukum dan aparat penegak hukum untuk tujuan membungkam tidak dibiarkan leluasa dan terus diulang-ulang oleh pihak yang merasa berkuasa," tulis Tim Advokasi untuk Demokrasi dalam rilis resminya yang disampaikan KontraS pada Sabtu (19/3/2022).
"Sebagaimana dengan janji jabatannya, aparat penegak hukum hanya mengabdi pada konstitusi dan negara, bukan mengabdi pada kekuasaan oleh karenanya berhentilah menjadi alat kekuasaan dan kembali melayani konstitusi dan kepentingan publik, bukan kepentingan individu," lanjut tim advokasi Haris dan Fatia itu.
Pembungkaman
Haris Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ditetapkan sebagai tersangka. Mereka sebelumnya terlapor dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan fitnah penyebaran berita bohong terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Selain itu, Tim Advokasi untuk Demokrasi menganggap pemidanaan terhadap keduanya mempunyai tujuan pembungkaman. Hal ini juga menunjukkan garis batas tentang kebenaran dan pihak yang khawatir terbongkarnya skandal yang menempuh cara tidak demokratis.
"Di tengah praktik kriminalisasi ini, kebebasan sipil di Indonesia, terutama di Papua ada dalam kondisi krisis ketika penangkapan sewenang-wenang, pembatasan akses, pembunuhan terhadap warga sipil, serta pengungsian akibat dari dampak eksploitasi sumber daya alam dan konflik bersenjata di Papua turut terjadi," tulis Tim Advokasi untuk Demokrasi.
Berangkat dari situasi tersebut, penetapan tersangka bukan menjadi peristiwa tunggal semata melainkan bereskalasi terhadap kondisi di Papua yang akan menghadapi ancaman dan tantangan lebih serius.
"Melalui rilis ini, baik Fatia maupun Haris akan menghadapi risiko tersebut dengan kepala tegak karena keyakinan akan kebenaran dan tujuan baik dari semua yang dilakukan demi melayani kepentingan publik terkait masalah hak asasi manusia dan eksploitasi sumber daya alam di Papua," kata Tim Advokasi untuk Demokrasi.
Advertisement