Cerita Akhir Pekan: Mengubah Suvenir Naik Kelas dengan Harga Terjangkau

Kerajinan keben di Bali yang digunakan untuk suvenir yang dijual di Desa Wisata Penglipuran.

oleh Komarudin diperbarui 20 Mar 2022, 10:41 WIB
Kerajinan keben di Bali yang digunakan untuk suvenir yang dijual di Desa Wisata Penglipuran (dok.Purwita)

Liputan6.com, Jakarta - Suvernir jadi salah satu bagian yang tak terpisahkan dari destinasi wisata. Kurang lengkap jika sebuah destinasi wisata tak memiliki suvenir.

Para pelaku wisata dituntut untuk menciptakan kreativitas dan inovasi dalam pembuatan suvenir bagi wisatawan. Hal itu yang membuat suvenir naik naik kelas dengan harga yang terjangkau.

"Saya fokus memproduksi kerajinan bambu dan penjualannya masih reseller. Kalau mereka ingin datang ke Desa Wisata Penglipuran, mereka bisa membelinya," ujar I Nyoman Purwita, pengrajin bambu dari Laskar Studio Bambu di Desa Wisata Penglipuran Bali saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 19 Maret 2022.

Sebagai pengrajin bambu, Purwita mengatakan, berusaha untuk meningkatkan kualitas produknya. Ia dibantu oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali, termasuk soal pemasarannya.

"Saya produksi besek, kalau di Bali disebutnya keben. Keben biasanya digunakan untuk membawa sesaji ke pura," imbuh Purwita. "Kami juga menerima pemesanan tudung saji," imbuh Purwita.

Dengan peningkatan kualitas, Purwita mengatakan permintaan besek semakin banyak. Ia juga sering mengikuti pameran di berbagai tempat, baik di Jakarta maupun di tempat lain.

"Kami juga mengikuti pameran di Jakarta, seperti di JCC, Kemayoran. Saya juga pernah ikut pameran di Bandung, Jogja," kata Purwita tentang produk kerajinannya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

 

 

 


Pertahankan Kualitas

Kerajinan keben di Bali yang digunakan untuk suvenir (dok.Purwita)

Menurut Purwita, ia sangat memperhatikan kualitas bahannya dan proses pembuatannya agar produknya naik kelas. Dengan menggunakan bambu tali, bambu kemudian dijemur agar kadar airnya hilang.

"Itu juga dilakukan agar bahan tidak cepat jamuran atau bubukan. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses penganyamannya, lalu proses pemotifan. Semuanya dikontrol agar hasilnya bagus," imbuh Purwita.

Jika akan diekspor ke luar negeri, sambung Purwita, pihaknya menambahkan obat agar produknya tidak cepat rusak dimakan kutu. Desain untuk ekspor juga motifnya berbeda dengan produk yang dijual di dalam negeri.

"Pemesanannya untuk saat ini 80 persen dari dalam negeri. Sebelumnya, banyak permintaan dari luar negeri, seperti Amerika dan Eropa," tutur Purwita yang mengatakan penjualan ke luar negeri ia lakukan melalu agen.

Purwita mengatakan untuk pemesanan akan banyak saat jelang hari raya. Ia bisa menghasilkan 600 besek selama sebulan dan tergantung motif yang dipesan.

"Semakin rumit motif yang dibuat, maka akan semakin lama pembuatannya, seperti ada motif wayang. Tapi kalau tanpa motif bisa lebih cepat," kata Purwita.


Tipe-Tipe

Kerajinan keben di Bali yang digunakan untuk suvenir (dok.Purwita)

Purwita mengatakan untuk penjualan, pihaknya membagi produknya dengan tipe-tipe yaitu kelas satu kelas dua, dan kelas tiga. "Kalau anyaman bambu itu ada yang menggunakan kulit luarnya, bagian dalamnya, dan sisipannya.Ada yang besar dan ada juga yang kecil. Itu yang juga membedakan harganya," ujar Purwita.

Ia juga mengatakan harga juga sangat tergantung pemesanan dan ke mana besek tersebut akan dipasarkan. "Jadi, kami berusaha untuk masuk ke semua golongan masayarakat. Dengan produk yang baik dan berkualitas, maka kami yakin kerajinan besek ini bisa naik kelas," terang Purwita.

Untuk mempertahankan kualitas agar naik kelas, Purwita mengatakan selalu belajar dengan mencari berbagai informasi. Ia mengikuti pelatihan-pelatihan.

"Kadang melalui informasi dari dinas-dinas, kadang juga membuat inovasi sendiri. Yang terpenting terus berinovasi," tegas Purwita.

Tak hanya menjual anyaman bambu, Purwita mengatakan pihaknya juga memberikan pelatihan cara melukis di anyaman bambu. Ia memberikan pelatihan tersebut kepada tamu yang datang, seperti baru-baru ini tamu datang dari Maluku Utara dan Papua.

 


Tak Harus Mahal

Wisata Desa Adat di Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 bagi wisatawan yang berkunjung. (Liputan6.com/Ika Defianti)

Pembuatan suvenir tak sekadar duplikasi, melainkan harus memiliki ciri yang khas. Pelaku wisata harus menciptakan kreativitas dan inovasi dalam pembuatan suvenir bagi para wisataawan, seperti dilansir dari laman dikominfo.pubalinggakab.go.id.

Suvenir bisa menjadi ajang promosi yang kuat kepada masyarakat umum dan calon wisatawan. Produk souvenir disesuaikan dengan keunggulan desa wisata masing-masing. Selain itu, suvenir juga tak selalu harus mahal.

"Dengan harga beragam, maka akan membuat wisatawan tertarik untuk membeli," kata Purwita yang menyebut produk usahanya mulai dari harga Rp35 ribu--Rp400 ribu.

Membuat suvenir wisata ibarat mengasah kreativitas dan inovasi sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Desa Bangli, tempat Desa Wisata Penglipuran, dikenal dengan kerajinan bambunya.


Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya