, Moskow - Liani, mahasiswa Indonesia di Tomsk, Moskow mengaku terdampak invasi Rusia ke Ukraina.
Menurut penceritaannya, seperti dikutip dari DW Indonesia, Senin (21/3/2022), sehari setelah invasi Rusia ke Ukraina, Liani memutuskan untuk mengambil semua uang tunainya dari Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di kotanya.
Advertisement
Beberapa hari setelahnya, SWIFT CODE bank Rusia diblokir. Itu artinya pengiriman uang dari luar negeri terhambat.
"Tapi sekarang masalahnya, orangtuaku di Indonesia tidak bisa mengirim uang lagi untuk kebutuhanku di sini," ujarnya lirih. "Mastercard, visa, perbankan internasional kan dilarang, jadi kita tidak bisa menerima uang dari negara kita seperti negara Indonesia. Misalnya, aku dapat uang bulanan dari orangtua, tapi sulit untuk pengiriman," kata Liani yang dihubungi DW via Zoom. Saat dihubungi, Liani sedang berada di kamar kos seorang kawannya.
Pada Sabtu 26 Maret, Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa memutuskan untuk menutup bank Rusia "terpilih" dari sistem pembayaran SWIFT internasional. SWIFT atau Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication adalah jaringan pesan global aman yang digunakan bank untuk melakukan pembayaran lintas batas.
Untuk biaya administrasi sekolah, sejauh ini Liani tidak kesulitan karena pemerintah Rusia memberikan beasiswa. Namun ia memerlukan tambahan untuk biaya hidup sehari-hari. "Kebetulan aku dapat beasiswa studi dari pemerintah Rusia dan dapat uang jajan, tapi enggak cukup untuk hidup, tetap harus dapat kiriman dari orangtua," ucapnya.
Harga Barang Terus Naik hingga Memengaruhi Mental
Selain pusing dengan biaya kebutuhan sehari-hari, kenaikan harga barang kebutuhan pokok juga mulai terasa di Rusia.
Sementara itu, media sosial di Rusia makin dibatasi. Instagram diblokir di Rusia karena keputusan Meta -- induk keduanya -- yang membolehkan postingan ujaran kekerasan untuk Rusia. Sementara Facebook sebelumnya sudah diblokir karena dianggap mendiskriminasi media Rusia.
Secara mental. Liani mengaku cukup terpukul.
"Ke mental aku pribadi, untuk sejauh ini ada rasa takut, tapi aku juga merasa masih aman. Rasa takutnya lebih terasa seperti, "Apakah ini akan berkepanjangan atau tidak? Apakah nanti akan berdampak dengan studi aku di sini tidak? Itu rasa takutnya,” ujar Liani lebih lanjut.
"Ya, kalau berkepanjangan, misalnya baru sekarang saja, rubel sudah turun, lalu banyak sanksi-sanksi yang dikasih ke Rusia, itu kan mempersulit kita, begitu. Walaupun mungkin, aku juga tidak tahu, nanti ke depannya bagaimana. Walaupun pihak dari KBRI selalu sampaikan, "Masih aman. Tenang-tenang. Jangan panik, jangan khawatir! Semua aman-aman saja!”. Jadi kita masih pantau, kalau misalnya memang masih aman, ya aman. Tapi nanti kalau misalnya sudah tidak aman, mereka pasti akan pantau dan kasih tahu kita."
Menurut rencana studi, Liani akan lulus satu tahun lagi. Ia sangat ingin menyelesaikan studinya dan kembali ke tanah air.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Di Indonesia, Mariana juga tengah resah. Putrinya bersekolah di kota yang sama dengan Liani. "Terakhir kirim uang ke Ade awal Februari, itu sampai. Awal Maret kirim hingga sekarang belum juga sampai, tidak tahu uangnya menyangkut di mana. Saya kirim via Wise. Pihak mereka juga belum mengembalikan uang itu." Mariana berharap putrinya segera menyelesaikan studinya dan kembali ke tanah air.
"Dari komunikasi via Telegram, putri saya mengatakan untung saja sempat menabung uang yang selama ini saya kirim. Tapi hanya cukup hingga enam bulan ke depan. Semoga invasi Rusia segera usai dan ada jalan damai. Dampak invasi ini benar-benar menyusahkan abnyak orang, baik secara langsung maupun tidak langsung,” pungkas Mariana.
Infografis Presiden Ukraina Geram Ditolak NATO
Advertisement