Liputan6.com, Jakarta - Seorang nenek bernama Titin Suartini NG kehilangan tanah dan bangunan setelah dirampas komplotan mafia tanah. Pihak keluarga korban meminta polisi segera menangkap pelaku atas kasus yang telah dilaporkan sejak 2019 lalu.
"Harapan klien saya (korban) semoga kasus mafia tanah dan ruko ini segera ditangkap dan hak-hak klien saya dikembalikan," kata pengacara korban, Boy Sulimas dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Minggu (20/3/2022).
Baca Juga
Advertisement
Kasus ini telah dilaporkan oleh Alexander Sutikno selaku saudara kandung dari Titin Suartini NG ke Polda Metro Jaya. Alex kemudian memberikan surat kuasa kepada Boy Sulimas untuk menyelesaikan persoalan ini.
Boy mengatakan, nenek Titin Suartini NG kini telah tiada. Tanah dan ruko kepunyaannya juga telah beralih tangan ke orang lain.
"Nenek Titin baru meninggal 31-10-2021 dipanti jompo. Nasib tanah dan ruko itu sekarang sertifikatnya sudah atas nama pihak ketiga," ujar dia.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endar Zulpan mengaku masih menanyakan lebih lanjut perkembangan penanganan perkara itu ke penyidik.
"Itu penyidiknya belum memberikan baket (bahan dan keterangan) lagi kepada saya," ujar dia.
Kasus dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Juli 2019 silam. Laporan tercatat dengan nomor LP/4530/VII/2019/PMJ/ Dit.Reskrimum.
Nenek Titin Ditemukan di Panti Jompo
Boy sebelumnya menceritakan, tiga kakak kandung kliennya yakni Titin Suartini NG dan NG Supintor serta NG Evi Chindi mengantongi hak atas kepemilikan ruko di kawasan Radio Dalam Raya, Jakarta Selatan. Boy menyampaikan, ketiga kakak kliennya tinggal bersama di tempat tersebut.
Namun, pada 2015, NG Supintor dan NG Evi Chindi telah meninggal dunia, sehingga tersisa Titin Suartini NG seorang.
Tapi ternyata pada 2019, ada kelompok mafia tanah yang mengambil rumah dan ruko secara paksa. Boy menyebut, kakak kandung kliennya tiba-tiba ditaruh di pinggir jalan seolah-olah seperti gelandangan.
"Kelompok mafia tanah menelepon dinas sosial dan kakak kandung klien kami dibawa ke salah satu panti jompo," ujar dia.
Boy mengatakan, komplotan mafia tanah memalsukan semua sertifikat seolah-olah Titin Suartini NG melakukan jual-beli dengan mereka.
"Mereka palsukan PPJB, AJB, sampai melakukan penjualan dengan pihak yang ketiga," ujar dia.
Boy menduga komplotan mafia mengintai korban sejak lama. Pelaku mengetahui bahwa orang-orang yang tinggal ini usia di atas 80-an sekian.
"Dua yang ahli waris dari adik kakak yang punya ruko ini itu meninggal 2015. Satu masih hidup di sini. Tiba-tiba yang satu ini mereka angkat dari ruko naruh di pinggir jalan, baru telepon dengan dinsos," terang dia.
Boy menerangkan, kliennya sendiri tinggal di kawasan Benhil. Biasanya dia seminggu atau dua minggu sekali ke sana. Namun, pada 2019 klienya melihat situasi sepi.
"Satu minggu setelah hilang di sana. Karena kakanya sudah enggak ada di sana, dia cari itu kakaknya, ketemulah informasi dia ada di panti jompo," terang dia.
Belakangan diketahui, surat-surat telah berubah nama. Bahkan, sudah ada sertifikat.
"Dia (mafia tanah) jual lagi, dapatlah salah satu pembeli. Sekarang sertifikat itu atas nama pembeli yang ketiga itu," tandas dia.
Advertisement