Liputan6.com, Jakarta - Dampak perang Rusia dan Ukraina merembet ke mana-mana. Salah satunya diprediksi meningkatkan harga mi instan di seluruh dunia.
Dikutip dari ABC News, Senin (21/3/2022), Indonesia mengimpor 25 persen gandum dari Ukraina pada tahun lalu. Gandum merupakan bahan utama mi instan.
Advertisement
Produksi gandum Ukraina dan Rusia menyumbang sepertiga dari total gandum yang beredar di seluruh dunia. Namun, situasi perang membuat pelabuhan berhenti beroperasi karena dikepung tentara Rusia. Situasi diperparah dengan petani Ukraina yang dipaksa meninggalkan ladang mereka untuk ikut berperang hingga mendisrupsi rantai pasok gandum ke seluruh dunia.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, memprediksi gangguan pasokan itu akan meningkatkan harga mi instan. "Ini harus diantisipasi karena mi ayam atau mi instan yang kita makan itu 100 persen bahan bakunya diimpor," kata Tulus dalam webinar bulan lalu.
Namun, Kepala Divisi Riset Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri, menyebut konflik yang terjadi di Ukraina belum berdampak signifikan terhadap harga gandung maupun mi instan. Ia mengaku Indonesia saat ini memiliki cadangan sekitar 1,2 ton gandum yang diprediksi cukup untuk memenuhi kebutuhan dua bulan ke depan.
Peningkatan harga mi instan, kata dia, sudah diprediksi. Tapi, angka kenaikannya bergantung pada berapa lama perang berlangsung.
"Kemungkinan kenaikan harga akan lebih kecil bila invasi tidak berlangsung terlalu lama," ucapnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mulai Terasa di Australia
Berdasarkan pantauan Liputan6.com, harga mi instan di beberapa toko online berkisar antara Rp96 ribu hingga Rp115 ribu per satu karton isi 40 bungkus. Sementara, harga eceran mi instan kuah sekitar Rp2.200 per bungkus dan mi goreng produksi Indofood saat normal mencapai Rp2.900 per bungkus.
Sementara, harga mi instan di Australia mulai naik. Sebagai konsumen mi instan terbesar ke-19 di dunia, warga Australia mengonsumsi sekitar 400 juta porsi mi instan pada 2020.
Dalam Liputan6 Update, Senin (21/3/2022), kontributor Liputan6.com di Australia, Fina Khairaty, menyebutkan harga bahan pangan sudah mulai naik 20 persen dibanding sebelum Rusia menginvasi Ukraina. Di dalamnya termasuk produk mi instan yang 30 persen diimpor dari Indonesia.
"Biasanya 60 sen, sekarang naik sekitar 20 persen," ujarnya seraya menyebut suplai mi instan juga dipasok dari Vietnam dan Malaysia.
Advertisement
Biaya Pengiriman
Apa kata produsen? Anthonius Auwyang, juru bicara Mayora di Australia mengatakan kenaikan harga bahkan sudah terjadi tanpa adanya perang. Gangguan rantai pasok selama pandemi mendorong produsen Bakmi Mewah itu menaikkan harga antara 15 hingga 20 persen.
Dengan adanya perang, ia memprediksi harga mi instan bisa lebih tinggi. Walau Mayora tidak membeli gandum dari Ukraina, perang itu tetap memengaruhi harga mi instan perusahan secara tidak langsung. Hal ini berlaku dengan harga mi instan di Indonesia yang sudah naik.
"Perang menaikan biaya pengiriman yang lebih mahal dan secara tidak langsung bisa meningkatkan harga bahan makanan. Efeknya itu akan terasa dalam jangka panjang karena Australia masih memasok gandum ke Indonesia," ujarnya.
Berbeda dengan Anthonius, CEO Indofood Anthoni Salim menyebut kenaikan harga mi instan sebagai spekulasi. Ia meyakinkan bahwa pihaknya masih memiliki stok gandum impor dari Ukraina sejak Februari tahun lalu. "Saya sendiri pikir tidak akan ada masalah dengan pasokannya sampai hari ini dan dua bulan ke depan," ujarnya.
Melanda Jepang
Berdasarkan data Asosiasi Mi Instan Dunia, peningkatan biaya juga akan berdampak pada konsumen produk itu di Jepang. Negeri matahari terbit merupakan lima besar konsumen mi instan di seluruh dunia.
"Biaya bahan baku, termasuk gandum dan minyak sawit, meningkat dan kebanyakan pabrik memutuskan untuk menaikkan harga mereka sekitar 5--12 persen," kata juru bicara asosiasi, dikutip dari ABC. Pabrikan mengatakan mereka akan mulai menaikkan harga pada Juni 2022.
Mi instan dianggap tak tergantikan oleh masyarakat Indonesia terutama di masa-masa sulit. Sejak 1970an, mi instan telah membantu membatasi kekurangan gizi dan menyediakan kalori dasar bagi masyarakat Indonesia yang berpenghasilan rendah. Sekitar 13 miliar bungkus mi instan terjual setiap tahun, menyumbang 15 persen dari konsumsi mi instan di dunia. (Natalia Adinda)
Advertisement