BI Beri Aba-aba Naikkan Suku Bunga, Kapan Waktunya?

Kebijakan moneter dari Bank Indonesia akan lebih diarahkan untuk pro stability, melalui kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, pengurangan likuiditas secara bertahap.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 21 Mar 2022, 17:15 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) tetap bersiaga terhadap potensi kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR), yang kini masih terjaga di angka 3,5 persen basis point (bps). Terlebih setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed telah menaikan Fed Fund Rate (FFR) per Maret 2022 di kisaran 0,25-0,5 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan moneter dari bank sentral akan lebih diarahkan untuk pro-stability, melalui kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, pengurangan likuiditas secara bertahap.

"Dan tentu saja suku bunga rendah sampai dengan ada tanda-tanda kenaikan inflasi setelah (adanya faktor) fundamental nantinya," ujar Perry dalam sesi kuliah umum, Senin (21/3/2022).

Untuk itu, ia menegaskan, Bank Indonesia terus melonggarkan kebijakan makro prudensial untuk mendorong pembiayaan di sektor riil.

"Lebih dari itu, kita juga melakukan digitalisasi, pendalaman pasar keuangan. Dan lebih dari itu, mendorong UMKM dan ekonomi keuangan syariah," imbuhnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kebijakan Moneter

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo saat jumpa pers di Gedung BI, Jakarta, Jumat (29/06). Pada Rapat Dewan Gubernur BI suku bunga Deposit Facility (DF) juga naik 50 bps menjadi 4,50%, (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Perry mengutarakan, Bank Indonesia bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terus berkoordinasi untuk melakukan normalisasi kebijakan. Berbagai pertimbangannya, antara lain defisit fiskal yang menurun tahun ini, lalu bagaimana normalisasi kebijakan moneter tetap bisa memperkuat stabilitas, mengatasi dampak normalisasi global, tapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi kita.

"Bagaimana normalisasi kebijakan fiskal dan moneter dilakukan secara bertahap tanpa mengabaikan kemampuan sektor riil, kemampuan perbankan untuk tumbuh dan juga mendorong pemulihan ekonomi nasional," tuturnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya