RI Diprediksi Endemi COVID-19 3 Bulan Lagi, Ini 5 Indikatornya

Lima faktor yang membuatnya memprediksi Indonesia masuk endemi COVID-19 sekitar tiga bulan lagi.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 22 Mar 2022, 07:00 WIB
Pengunjung memilih pakaian di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Senin (28/2/2022). Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah tengah menyusun strategi untuk mengubah status pandemi Covid-19 menjadi endemi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Satgas COVID-19 Profesor Zubairi Djoerban mengungkapkan lima faktor yang membuatnya memprediksi Indonesia masuk endemi COVID-19 sekitar tiga bulan lagi.

Pertama, jumlah kasus baru harian COVID-19 yang mengalami penurunan. Berdasarkan data 23 Februari 2022 tercatat ada 61.488 kasus COVID-19, dua pekan kemudian angkanya turun di 13.018. Terus turun hingga hari ini 21 Maret 2022 di angka 4.699.

Kedua, positivity rate terus mengalami penurunan. Ketiga, Zubairi menyebutkan angka keterisian rumah sakit mengalami penurunan.

"Keempat, hampir semua virus penyebab COVID-19 yang ada di RI sudah Omicron," kata Zubairi lewat pesan singkat ke Health-Liputan6.com pada Senin (21/4/2022).

Lalu, kelima yang terakhir dan terpenting adalah vaksinasi dosis kedua sudah menyentuh 70 persen kata Zubairi.

Bila merujuk data Kementerian Kesehatan per 20 Maret 2022, vaksinasi dosis 2 telah diberikan kepada 153.832.549 atau sekitar 73,8 persen.Zubairi mencatat vaksinasi COVID-19 pada lansia belum sentuh 70 persen. Ia optimistis dalam 2-3 bulan ke depan bisa mencapai target vaksinasi dosis kedua pada lansia.

"Jadi, kalau sudah lebih dari 70 persen usia di atas 12-60 tahun divaksinasi dan lebih dari 70 persen 60 tahun ke atas sudah divaksinasi, diharapkan sudah masuk ke endemi," kata Zubairi.

 


Endemi Bukan Berarti COVID-19 Hilang

Pria yang juga dokter spesialis penyakit dalam konsultan ini menegaskan bahwa ketika RI sudah masuk endemi bukan berarti COVID-19 musnah. Kasus COVID-19 masih tetap ada tapi statis.

"Maksudnya tidak terlalu meningkat, tidak terlalu turun. Jadi, kira-kira proporsi perbandingan orang yang bisa sakit sebanding dengan jumlah reproduksi virus," jelasnya.

Ia mencontohkan penyakit endemis TBC dan malaria yang masih sebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pada 2020 malaria sebabkan 600 ribu kematian. Lalu, TBC pada tahun yang sama membuat sekitar 1,5 juta orang meninggal dunia dengan estimasi 10 juta orang kena TBC.

"Jadi, kita harus tetap waspada bila nanti pemerintah menyatakan endemik. Tetap waspada karena masih bisa menular, masih bisa sakit dan meninggal karena COVID-19 meski penularannya tidak secepat tahun lalu," kata dia.

Pernyataan Zubairi senada dengan pernyataan Direktur Eksekutif World Health Organization's (WHO) Health Emergencies Programme, Mike Ryan. Melihat fakta akan penyakit endemi yang masih ada, Ryan mengaskan bahwa, "Tolong jangan mengartikan endemi sama dengan kondisi yang baik."

Maka dari itu Ryan mengatakan pada penyakit endemik maka perlu program pengendalian yang kuat untuk mengurangi angka infeksi, kesakitan dan kematian.

"Pandemi ke endemi itu hanya mengubah nama tapi tidak mengubah tantangan yang kita hadapi," kata Ryan saat menjawab pertanyaan reporter pada 10 Maret 2022


Infografis Pertimbangan dan Kesiapan Indonesia Masuki Endemi Covid-19.

Infografis Pertimbangan dan Kesiapan Indonesia Masuki Endemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya