Bantahan terhadap Misinformasi Covid-19 Harus Terus Dilakukan Untuk Kurangi Bahaya

Sejak virus Corona Covid-19 mulai menyebar, hoaks dan informasi salah juga turut tersebar melalui media sosial.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mar 2022, 17:01 WIB
Ilustrasi Misinformasi (Liputan6.com/Trie Yasni)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak virus Corona Covid-19 mulai menyebar, hoaks dan informasi salah juga turut tersebar melalui media sosial. Berbagai pihak mulai dari media, ahli kesehatan, hingga pemerintah berusaha untuk melawan informasi yang beredar tersebut dengan menyajikan informasi yang akurat.

Dilansir dari Health Europa, riset menunjukkan adanya kebutuhan terhadap pembantahan atau koreksi terhadap berita-berita tidak benar tersebut. Pembantahan ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya adalah pemanfaatan media sosial yang kini diminati sebagai sarana penyampaian informasi.

Seorang ahli bedah di National Health Service Britania Raya, Dr. Karan Rajan, menjadi salah satu tenaga kesehatan yang mampu memaksimalkan kegunaan platform media sosialnya untuk menyajikan informasi. Ia memiliki setidaknya 4,6 juta pengikut di TikTok, 300 ribu pengikut di Instagram, dan 215 ribu pelanggan di kanal YouTube.

Karan sering kali menyajikan konten terkait penangkalan misinfomasi seputar kesehatan. Selain dirinya, masih banyak pula tenaga kesehatan yang vokal dalam menyajikan informasi akurat seputar kesehatan.

Terkait misinformasi kesehatan ini, berbagai negara pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setuju bahwa misinformasi tersebut dapat membahayakan masyarakat. Maka dari itu, perlu bantuan dari berbagai pihak agar misinformasi ini tidak semakin menyebar.

Untuk diketahui, World Health Organization (WHO) bekerjasama dengan PBB juga meluncurkan Covid-19 Health Alert di platform WhatsApp. Hal ini ditujukan agar masyarakat bisa mendapatkan berbagai informasi akurat dari sumber terpercaya.

Meski telah dilakukan berbagai upaya pencegahan, misinformasi terkait Covid-19 dinilai akan selalu ada, seperti dilansir dari The Conversation. Salah satunya adalah mitos vaksin menyebabkan autisme. Kabar tersebut telah dibantah lebih dari dua dekade lalu, tetapi masih eksis hingga sekarang menyesuaikan dengan tren virus yang ada, yaitu Covid-19.

Penulis: Viona Pricilla/Universitas Multimedia Nusantara

Sumber: https://www.healtheuropa.eu/medical-misinformation-what-can-be-done-to-tackle-fake-health-news/114236/

https://theconversation.com/research-dispels-myth-that-covid-19-vaccines-cause-infertility-but-misinformation-persists-178587

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya