Mengenal Tradisi Tusuk Bumi dan Resik Dandang di Kota Batu

Diketahui, Mbah Supo merupakan tokoh yang diyakini mendirikan wilayah Songgoriti Kota Batu Jawa Timur hingga muncul tradisi yang masih lestari

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mar 2022, 18:00 WIB
Warga Songgoriti Kota Batu membersihkan alat dapur dan membasuh diri di belik mata air pada Selasa, 22 Maret 2022. Tradisi itu sebagai perlambang menjaga sumber air dan bersuci jelang ramadan (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah masyarakat dari tokoh agama hingga sesepuh Dusun Songgoriti Kelurahan Songgokerto Kota Batu Jawa Timur berkumpul dimakam Mbah Supo.

Mereka datang membawa pusaka, kemenyan hingga dandang penanak nasi. Mereka lalu berjalan beriringan menuju Simpang Tiga Songgoriti Kota Batu menggelar sebuah tradisi Tusuk Bumi berupa nggaret bumi.

Tradisi Tusuk bumi berupa dimulai dengan seorang warga menorehkan ujung keris ke ujung jalan, lalu menariknya menuju sebuah pohon beringin tua. Beberapa warga menaburkan garam selama perjalanan itu, berakhir dengan keris ditancapkan di sela akar beringin.

Setelah itu warga menuju belik sumber mata air tak jauh dari Makam Mbah Supo. Di belik itu, dua orang bergantian merapal doa dalam bahasa Jawa dan secara Islam.

Usai berdoa, dilakukan resik dandang, membersihkan alat penanak nasi. Serta nadah banyu, mengisi wadah dengan air.

“Kita semua hidup di bumi ini butuh air. Tradisi lama ini sebagai rasa syukur serta untuk pelestarian sumber air,” kata tokoh masyarakat Songgoriti Mishar, Rabu (22/3/2022).

Diketahui, Mbah Supo merupakan tokoh yang diyakini mendirikan wilayah Songgoriti Kota Batu. Warga Dusun Songgoriti Kelurahan Songgokerto Kota Batu menggelar tradisi tusuk bumi dan resik dandang. Tradisi itu sebagai ucapan syukur terhadap air sekaligus bersih diri menjelang datangnya bulan Ramadan.

Selain itu, tradisi tersebut melambangkan rasa syukur serta upaya pelestarian sumber air. Sekaligus simbol bersuci diri untuk bersiap menyambut datangnya bulan Ramadan.

Selain tradisi bersih desa, tradisi tersebut sebagai ungkapan syukur terhadap hasil bumi. Dulu para petani di Songgokerto, Kota Batu selalu membersihkan alat pertanian seperti cangkul, sabit, garu dan lainnya menjelang Ramadan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini


Misi Penghijauan

Ada pula tradisi bersih kalen (sungai) bertujuan menjaga air.

“Ini tradisi baik agar sumber air selalu terjaga dengan baik sehingga bermanfaat bagi masyarakat,” ucap Mishar.

Mishar mengatakan tradisi tusuk bumi dan resik dandang merupakan uri-uri budaya, melestarikan tradisi lama. Agar air tak dinikmati maupun diekspolitasi berlebih, tapi juga dihormati dengan menjaga kelestariannya.

“Sekarang air kan dijual ke warga lewat PDAM dan lainnya, tapi keberadaan sumber air kurang dihormati,” ucapnya.

Dalam kegiatan itu sejumlah anak – anak turut diajak ikut serta. Agar tradisi lama itu tidak hilang serta paham pentingnya melestarikan lingkungan, termasuk menjaga keberadaan sumber mata air dan sungai. “Agar anak – anak paham pentingnya pelestarian sumber air,” kata Mishar.

Warga juga mengundang perwakilan pemerintahan desa maupun Dinas Lingkungan Hidup Kota Batu. Sebagai pengingat kepada pemerintah agar ikut aktif menjaga kelestarian lingkungan termasuk keberlanjutan sumber mata air.

Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kota Batu, Parman, mengatakan mengapresiasi uri-uri budaya dalam rangka pelestarian sumber mata air itu. Kegiatan itu sejalan dengan tugas instansi itu untuk menjaga indeks kualitas lingkungan hidup.

“Kelak akan kami kolaborasikan bersama agar acara pelestarian air seperti sekarang ini bisa digelar bersama,” ucapnya.

Berdasarkan data 2010 silam, di Kota Batu terdapat 111 sumber mata air dengan 51 sumber air di antaranya telah menyusut debit airnya. Parman tak membenarkan atau menampik data lama itu. Menurutnya, konservasi sumber air jadi tugas utama instansinya.

“Kami ada program penghijauan sebagai upaya konservasi di sumber air. Tapi untuk data terbaru yang belum tahu,” kata Parman.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya