Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan, penyakit Tuberkulosis (TBC) akan menjadi salah satu bahasan dalam Health Working Group Pertama (HWG 1).
Satu perhelatan yang akan dihadiri setidaknya 70 orang delegasi luar negeri dan 50 orang peserta lokal secara luring (offline). Yang dilaksanakan di DI Yogyakarta.
Advertisement
"Agenda HWG 1 ini secara khusus membahas TBC pada side event pada tanggal 29 sampai dengan 30 Maret yang akan datang," ujar Nadia dalam konferensi pers The 1st G20 Health Working Group (HWG) pada Rabu, 23 Maret 2022.
Hal tersebut dilakukan guna memerkuat komitmen internasional dalam penanganan TBC yang ditargetkan bisa selesai pada 2030 --- khususnya pasca pandemi COVID-19.
Mengingat TBC sendiri memang menjadi penyakit yang tak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia, tapi juga di negara-negara lainnya.
Berdasarkan data Global Tuberculosis Report 2021, ada sekitar 9,9 juta kasus TBC yang terjadi di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, kasus TBC tercatat ada sebanyak 824 ribu.
"Diperkirakan ada 24 ribu kasus TBC resisten terhadap obat, dan estimasi korban kematian akibat TBC diperkirakan 93 ribu per tahunnya," kata Nadia.
Dampak lain dari TBC
Dalam kesempatan yang sama, Nadia juga menjelaskan bahwa TBC tidak hanya menyangkut persoalan kesehatan. Namun juga berdampak pada persoalan ekonomi yang cukup besar bagi negara.
"Untuk melawan TBC kita ketahui anggarannya secara nasional yang dibutuhkan adalah kurang lebih 515 juta dollar Amerika atau sebesar 7,3 triliun baik itu merupakan direct cost maupun indirect cost," ujar Nadia.
Maka berkaitan dengan hal tersebut, pada Kamis, 24 Maret 2022, Hari Tuberkulosis Sedunia 2022 akan mengangkat tema Investasi untuk Eliminasi TBC, Selamatkan Bangsa.
"Ini menggambarkan kebutuhan yang mendesak bagi seluruh negara untuk menginvestasikan sumber daya dan mengakhiri Tuberkulosis," kata Nadia.
Advertisement