Solusi Bagi Petani Sumsel Atasi Keterbatasan Pupuk Subsidi

Syamsul Asinar Radjam, Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) memberikan solusi, agar para petani tidak tergantung dengan pupuk subsidi dari pemerintah, termasuk petani di Sumsel.

oleh Nefri Inge diperbarui 10 Mei 2022, 05:35 WIB
Petani memanen padi dari Sawah Abadi di kawasan Ujung Menteng, Jakarta, Rabu (23/2/2022). Padi hasil panen tersebut tidak dijadikan beras, tapi dijadikan benih untuk dibagikan kepada kelompok tani yang ada di wilayah Jakarta. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Palembang - Pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah tak mampu memenuhi kebutuhan petani, karena pasokan subsidinya yang terbatas. Sedangkan harga pupuk nonsubsidi pun, terbilang mahal yang membuat petani kesulitan dalam mengalokasikan anggarannya.

Syamsul Asinar Radjam, Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) memberikan solusi, agar para petani tidak tergantung dengan pupuk subsidi dari pemerintah, termasuk petani di Sumatera Selatan (Sumsel).

Yaitu dengan kerjasama antar-stakeholder, untuk membuat petani menjadi mampu untuk memutus ketergantungan terhadap pupuk kimia.

Karena, sudah lama pemerintah mencanangkan program seperti Go Organik 2010 dari Kementerian Pertanian. Yang bertujuan mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia.

"Namun, program tersebut kurang berlangsung dengan baik,” ujarnya di Palembang Sumsel, Kamis (24/3/2022).

Agroekolog Sumsel ini melihat, orientasi Go Organik 2919 tidak seperti yang diharapkan, yakni memutus ketergantungan petani terhadap asupan pupuk kimia tersebut.

Namun sebagai gantinya, Syamsul berkata, pemerintah membangun infrastruktur dan segala macamnya untuk mendorong pabrik pupuk nasional.

“Yakni memproduksi pupuk organic, selain pupuk kimiawi yang jadi produksi unggulan mereka," ujar alumni Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) Sumsel ini.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Penyuluhan Petani

Seorang petani menyiapkan lahan untuk ditanami kentang di Desa Sembungan, Dieng, Jawa Tengah, 1 Juli 2021. Pardi (51) salah seorang petani di Desa Sembungan mengungkapkan kentang jauh lebih bernilai dibandingkan jenis sayuran lain seperti daun bawang atau wortel. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Syamsul menuturkan, untuk memberikan alternatif bagi ketergantungan pupuk kimia, memang perlu kesungguhan para pihak yang menemani petani.

Di mana, penyuluh benar-benar menjalankan penyuluhan dan pendampingan dengan sungguh-sungguh. Terutama dalam menyusun program pertanian.

“Bukan sekedar penyerapan anggaran, dan perlu memberikan garansi serta insentif bagi petani yang berikhtiar memutus ketergantungan pada pupuk kimia," katanya.


Dampak Pupuk Kimia

Syamsul Asinar Radjam, Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) dan Agroekologi Sumsel (Dok. Pribadi Syamsul Asinar Radjam / Nefri Inge)

Terkait alternatif penggunaan pupuk organik, Syamsul menilai, pupuk alami atau pupuk organik bukan alternatif. Namun, menjadi sebuah keharusan.

Karena, sebagian besar tanah pertanian saat ini, sudah kehilangan kesuburan alaminya akibat penggunaan pupuk kimia terus menerus dalam jangka waktu lama.

"Solusinya adalah kembali mengembalikan sebanyak mungkin bahan organik ke tanah-tanah pertanian. Baik dalam bentuk kompos, pupuk hijau, bahan pembenah tanah, mulsa alami dan lain sebagainya," ungkapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya