Hukum Ziarah Kubur Jelang Ramadan, Ini Penjelasan UAS

Ziarah kubur marak dilakukan oleh umat Islam menjelang Ramadan dan setelah salat sunah Hari Raya Idul Fitri. Intensitasnya lebih tinggi dibanding hari-hari biasa.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 25 Mar 2022, 03:30 WIB
Warga berdoa saat berziarah di TPU Karet Pasar Baru Barat, Jakarta, Sabtu (16/6). Ziarah kubur atau "nyekar" pada hari raya lebaran merupakan salah satu tradisi umat muslim untuk mendoakan sanak keluarga yang meninggal dunia. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Denpasar - Ziarah kubur marak dilakukan oleh umat Islam menjelang Ramadan dan setelah salat sunah Hari Raya Idul Fitri. Intensitasnya lebih tinggi dibanding hari-hari biasa.

Ziarah kubur memiliki arti mengunjungi kepada makam orang yang sudah meninggal. Para penziarah turut mendoakan orang yang sudah tiada dengan membaca tahlil, selawat, atau surah-surah dalam Al-Qur’an..

Pendakwah Ustaz Abdul Somad alias UAS menerangkan, di zaman awal-awal Islam Rasulullah SAW melarang umatnya untuk berziarah kubur.

Sabab, waktu itu ziarah kubur untuk sombong-menyombong. Itulah yang disindir Allah dalam Al-Qur’an surah At-Takasur.  

“Tapi kemudian ziarah kubur melembutkan hati. Kalau sudah hati lembut, meneteskan air mata, mengingatkan kepada mati, maka hadist yang melarang ziarah kubur itu hukumnya mansukh, mansukh itu artinya terhapus,” kata UAS dikutip dari YouTube Ustadz Abdul Somad Official, Kamis (24/3/2022).

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Rasulullah SAW Ziarah Kubur

Seorang wanita berdoa saat memperingati 17 tahun musibah gempa dan tsunami di Taman Peringatan Tsunami Siron di Siron, provinsi Aceh (26/12/2021). Tsunami Aceh pada 2004 merenggut nyawa lebih dari 170.000 orang di Indonesia saja. (AFP/Chaideer Mahyuddin)

Rasulullah SAW kemudian mempersilakan umatnya untuk ziarah kubur. Ia juga menziarahi kubur ayahnya dan ibunya.

Beberapa hari menjelang meninggal, Rasulullah SAW menziarahi makam-makam sahabat di Uhud. Ziarah tersebut seolah mengucapkan selamat tinggal kepada orang-orang yang berada di Uhud.

“Jadi, tentang masalah ziarah kubur tidak ada ikhtilaf di antara ulama. Kita boleh berselisih pendapat kalau pada masalah itu ada ikhtilaf. Boleh kata Maliki, gak boleh kata Hambali. Boleh kata Syafi'i, tak boleh kata Hanafi,” terang UAS.

Menurut UAS, hadist tentang ziarah kubur termasuk hadist qauli dan fi’li. Maka tidak ada yang bisa mengelak dari ziarah kubur. Sebab, kedua dalilnya menunjukkan tentang disunahkannya berziarah ke makam orang-orang beriman.


Waktu Ziarah Kubur

Orang-orang berdoa saat melakukan ziarah pada peringatan 16 tahun gempa bumi dan tsunami Aceh di sebuah kuburan massal di Siron, Sabtu (26/12/2020). Peringatan di tengah pandemi COVID-19 itu tetap berlangsung secara sederhana melalui kegiatan ziarah kubur. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Lebih lanjut UAS mengatakan, Rasulullah SAW tidak menyebutkan waktu tertentu dalam ziarah kubur. Kendati demikian, ziarah kubur marak dilakukan umat Islam menjelang Ramadan dan pagi Idul Fitri.

Soal waktu-waktu tersebut, ulama Al Azhar Syekh Athiyah Saqr menjelaskannya dalam kitab Fatawa Al Azhar bahwa hukum yang berlaku dalam ziarah kubur adalah hukum umum.

“Jadi, orang berziarah terserah dia. Mau pagi mau petang, mau siang, mau malam, mau menjelang Ramadan, mau di bulan Ramadan, mau menjelang Idul Fitri, mau di pagi Idul Fitri, maka silakan ziarah,” ujar UAS menjelaskan.


Ziarah Kubur Jelang Ramadan

Seorang pria berdoa di sebelah makam kerabat saat perayaan Hari Raya Idul Adha di sebuah pemakaman di Provinsi Narathiwat, Thailand, Rabu (21/7/2021). Setiap Idul Adha atau hari besar Islam lainnya, sebagian warga banyak mendatangi kuburan untuk mendoakan keluarganya. (Madaree TOHLALA/AFP)

Menurut UAS, bulan mulia seperti Ramdan mesti disambut dengan kesucian hati. Salah satu menyucikan hati dengan cara mengingat mati melalui ziarah kubur. Maka dari itu, umat Islam memanfaatkan waktu di akhir-akhir Sya’ban untuk berziarah kubur.

“Cukuplah kematian itu sebagai nasihat. Ada nasihat yang berbunyi menggelegar. Ada nasihat yang disampaikan alim ulama. Ada nasihat yang tak bersuara. Ada nasihat yang tak berkata-kata. Nasihat bukan yang dituliskan tinta pena di atas kertas. Nasihat tak bersuara dan tak berhuruf. Nasihat itu diam. Nasihat itu adalah kematian,” beber UAS.

Maka, kata UAS, ziarah kubur sebelum Ramadan agar hati mengingat mati sehingga ibadahnya lebih khusyuk, seakan-akan inilah Ramadan yang terakhir.

“Semakin berziarah sebelum Ramadan (semakin) menguatkan keyakinan bahwa dia akan mati menghadap Allah. Rumah ditinggal,  kendaraan ditinggal, keluarga ditinggal, yang dibawa hanya amal,” katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya