Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah memberikan lampu hijau untuk memperbolehkan masyarakat mudik saat lebaran Idul Fitri 2022. Keputusan itu diambil berdasarkan data perkembangan pandemi Covid-19 yang dinilai semakin melandai. Nantinya, sejumlah persyaratan perjalanan harus dipenuhi oleh masyarakat.
Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengakui saat ini kondisi Indonesia jauh lebih baik dibandingkan dua tahun sebelumnya, saat menjelang lebaran 2020 atau 2021. Ketika itu imunitas masyarakat terhadap Covid-19 masih rendah. Cakupan vaksinasinya pun juga sama.
Saat ini cakupan vaksinasi ketiga atau booster di Indonesia masih di bawah 10 persen. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan pada 25 Maret 2022 pukul 12.00 WIB booster baru sebanyak 18.393.956 dosis atau 8,83 persen. Sedangkan dosis kedua sebanyak 156.636.335 atau 75,21 persen dan 195.533.337 dosis pertama atau 93.89 persen.
Dicky menyatakan pemerintah juga telah melakukan sejumlah pelonggaran sebelum akhirnya memperbolehkan untuk mudik lebaran. Pelonggaran itu misalnya tidak adanya tes swab Covid-19 untuk perjalanan domestik. Kendati begitu dia meminta pemerintah dapat memperkuat di sejumlah aspek meski sudah ada pelonggaran.
"Dalam konteks ini kebijakan diperbolehkan mudik bisa dipahami dan bisa dilakukan dengan syarat. Memastikan pergerakan manusia itu yang pasti besar belasan juta bahkan puluhan juta ini dalam kondisi atau risiko yang sangat rendah," kata Dicky kepada Liputan6.com.
Baca Juga
Advertisement
Antisipasi Lonjakan
Karena hal itu mitigasi diperlukan untuk mengantisipasi adanya lonjakan kasus akibat mobilitas masyarakat yang sangat tinggi saat mudik lebaran. Dicky mencontohkan untuk syarat vaksinasi.
Pemerintah, kata Dicky, dapat melarang masyarakat mudik jika vaksinasi kedua lebih dari 7 bulan. Kemudian hanya masyarakat yang benar-benar sehat tanpa bergejala atau kontak dengan pasien Covid-19.
"Di sisi lain pemerintah juga berkewajiban memastikan moda-moda transportasi yang dipakai atau jalur-jalur yang disambangi atau transit dari arus balik atau mudik ini dalam kondisi ini lebih kecil jadi klaster penularan," paparnya.
Untuk kapasitas transportasi misalnya bus, Dicky menyebut, dapat dibatasi hingga 80 persen. Kemudian untuk lokasi transit harus dipastikan diberlakukannya pembatasan durasi. Selanjutnya pengetatan protokol kesehatan di lokasi destinasi wisata juga diperlukan. Sebab, kebijakan tidak melarang mudik nantinya tetap menimbulkan risiko.
Lalu setiap daerah tujuan mudik masyarakat juga harus mulai mempersiapkan segala antisipasi paska mudik, yaitu terkait lonjakan kasus Covid-19. Dicky mengharapkan setiap daerah tersebut dapat mempersiapkan mulai obat, tenaga kesehatan, hingga RS darurat. Sebab saat ini situasi sejumlah negara di dunia mengalami peningkatan kasus.
"Bisa jadi ledakan lokal di Indonesia (terjadi) di tengah situasi arus balik atau mudik. Ini harus diantisipasi. Persiapan dengan skenario terburuk harus tetap jadi keharusan," ujar dia.
Aturan Diminta Segera Diumumkan
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah meminta agar pemerintah segera menyampaikan aturan detail mengenai diperbolehkannya mudik pada lebaran 2022. Aturan tersebut nantinya dijadikan acuan masyarakat. Dia juga meminta penyampaian aturannya sebaiknya sebelum Ramadan. Sebab sejumlah masyarakat akan mulai melakukan mudik menjelang puasa.
"Seharusnya sekarang ini (aturan disampaikan). Ini tinggal dua Minggu lagi ya untuk masuk bulan puasa. Nanti pada saat bulan puasa baru dikeluarkan kan itu, tinggal seminggu dua Minggu sebelum lebaran itu tidak efektif," kata Trubus kepada Liputan6.com.
Trubus juga menilai persyaratan untuk melakukan mudik seharusnya tak hanya berpatokan pada vaksinasi booster. Sebab saat ini booster di Indonesia masih di bawah 10 persen. Seharusnya kata dia, pemerintah dapat memastikan vaksinasi dosis dua minimal mencapai 80 persen dan booster 15 persen.
Kemudian pemerintah diminta untuk membuat kepastian mengenai persiapan infrastruktur di daerah. Mulai dari fasilitas kesehatan hingga persediaan obat hingga tenaga kesehatan. Satgas Covid setiap daerah juga diminta proaktif menyampaikan kepada masyarakat jika kondisi saat ini masih pandemi.
"Meskipun sudah sudah melandai tapi kenyataannya kok (Covid-19) itu masih ada. Jadi harus masyarakat supaya waspada," ucapnya.
Advertisement
Pengawasan Aplikasi PeduliLindungi
Selain itu, Trubus juga meminta pemerintah dapat menyempurnakan adanya aplikasi PeduliLindungi dan implementasi secara menyeluruh. Sebab aplikasi tersebut merupakan salah satu bagian dalam aspek pencegahan. Dia menilai banyak fasilitas publik yang saat ini sudah tidak menggunakan aplikasi atau hanya formalitas saja.
"Harus di edukasi lagi kepada pengelola-pengelola tempat wisata pengelola hotel, pengelola-pengelola tempat-tempat hiburan. Semuanya harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi, kemudian kalau yang bersangkutan yang memakai itu diperiksa ternyata hitam atau merah segera ditindaklanjuti bisa dilaporkan ke Dinkes atau mereka disuruh biaya sendiri aja," paparnya.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengizinkan masyarakat mudik Lebaran tahun ini. Tapi dengan syarat, telah mendapat vaksinasi lengkap, dari vaksin pertama hingga vaksin ketiga atau booster.
Pelonggaran mudik Lebaran tersebut dilakukan pemerintah menyusul kondisi kasus Covid-19 di Tanah Air yang terus membaik. Meski begitu, pelonggaran juga harus dibarengi dengan protokol kesehatan ketat guna menekan penyebaran virus Corona.
"Bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik Lebaran juga dipersilahkan, juga diperbolehkan, dengan syarat sudah mendapatkan 2 kali vaksin dan 1 kali Booster. Serta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat," jelas Jokowi dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Rabu, 23 Maret 2022.
Tak hanya soal mudik yang dilonggarkan, salat tarawih dan Idul Fitri pun kembali diperbolehkan. Jokowi kembali mengingatkan pentingnya prokes saat beribadah guna mengurangi risiko terpapar.