Liputan6.com, Jakarta - Mempertahankan dan mengembangkan usaha memang bukan perkara mudah, termasuk bagi para produsen sarung. Di Indonesia khususnya, mereka yang terjun di industri tekstil ini menyuguhkan produk-produk aneka ragam berbalut inovasi dibarengi sentuhan khas Nusantara.
Salah satunya adalah PT. Asaputex Jaya selaku produsen Sarung Pohon Korma yang berbasis di Tegal, Jawa Tengah. Berdiri sejak 1986 silam, label sarung lokal ini memiliki strategi tersendiri menjaga eksistensi dan bertahan di kala pandemi Covid-19 melanda.
Baca Juga
Advertisement
General Manager PT. Asaputex Jaya Fadhil Muhamad Barzani mengungkapkan pihaknya percaya dengan sistem pemasaran yang baik akan menghasilkan penjualan yang baik pula. Hal ini ditempuh dengan menerapkan transformasi digital yang juga sebagai jawaban dari adaptasi dari kondisi pandemi.
"Jual di online shop karena kita mengikuti tren. Online shop adalah the next marketplace, toko offline tetap ada tapi harus memikirkan orang sekarang maunya seperti apa," kata Fadhil saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 25 Maret 2022.
Fadhil melanjutkan pihaknya fokus akan minat pembeli yang dikatakannya saat ini lebih banyak yang suka belanja online dari rumah. Tak perlu ke luar rumah, barang akan dikirim langsung dan terkadang biaya yang dikeluarkan lebih rendah daripada belanja di luar.
"Akhirnya, kita harus bergerak keluar dari comfort zone, punya online team untuk marketing dan penjualan online," lanjut Fadhil. Selain melalui website resmi, Sarung Pohon Korma juga telah dipercaya untuk berjualan di Shopee Mall hingga Tokopedia Official Store.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Suka Duka
Sepanjang menjalankan usaha sarung, jalan berliku tentu pernah ditemui oleh pihak Asaputex Jaya. Cerita suka duka produsen sarung ini mengiringi perjalanan bisnis dan memenuhi kebutuhan konsumen.
"Sukanya, kita bergerak di bagian pelengkap alat salat, kita dapat membuat seseorang nyaman untuk fokus ke arah itu. Mereka bisa beribadah dengan nyaman, kegiatan-kegiatan mereka kita bisa berikan kesan positif," kata Fadhil.
Selain itu, ia menjelaskan sebagai produsen sarung yang erat kaitan dengan penjualan dan pelayanan, pihaknya juga mengharapkan respons yang positif dari konsumen. "Contoh kita berjualan di online shop dapat respons positif senang banget untuk kita, bacanya saja terharu," lanjutnya.
Fadhil menerangkan, "Kita harus lebih bagus supaya lebih banyak lagi orang yang bisa dapat kesan positif dari Pohon Korma dan dapat berkontribusi ke masyarakat sekitar kita."
Untuk dukanya, Fadhil menyebut manusia tak lepas dari human error yang terkadang ada lepas pandang atau kurang perhatian di satu bidang. "Jadi pas (konsumen) terima, ada dapat komplain dari pembeli karena ada kurang," ungkapnya.
Komplain dari konsumen dijadikan sebagai bahan untuk pembelajaran dengan bangkit lebih baik. "Tanpa itu, kita tidak tahu kesalahan kita itu apa. SOP kita tambah dan perbaruan lagi ke depannya."
Fadhil juga menyebut duka lainnya terkait ketika harga bahan baku naik. "Kalau bahan baku naik, di bagian pabrikan itu makin naik, tapi kita tidak bisa seenaknya menaikkan harga karena kita punya banyak juga link distributor kalau naik enggak bisa akhirnya disamakan (harganya) walaupun sedikit profitnya," jelasnya.
Advertisement
Motif hingga Harga
Bicara desain dan motif sarung, dahulu sarung kotak-kotak begitu mendominasi pasar. Fadhil menyebut, namun akhirnya saat ini kian banyak generasi muda yang masuk ke dalam industri persarungan, pihaknya menambah inovasi.
"Kita mengikuti corak-corak atau motif dari tempat-tempat, contohnya di Aceh ada satu motif namanya Pintu Aceh, motifnya implementasikan ke sarung-sarung kita," katanya.
Ia mengatakan, "Ada juga motif Donggala, inovasi ini menghasilkan sesuatu yang berbeda bikin orang-orang di tempat-tempat tertentu tertarik dengan produk kita karena mereka merasa ini centralized, riset-riset itu kita aplikasikan."
Sarung Pohon Korma memiliki deretan pilihan sarung, yakni dari Klasik hingga Masterpiece. Untuk sarung Klasik sendiri dijual dengan kisaran harga Rp50 ribu--Rp60 ribu, sedangkan sarung Masterpiece Rp350 ribu.
Sarung Mangga
Cerita berbeda datang dari PT. Panggung Jaya Indah Textile (PT. PAJITEX) selaku produsen Sarung Mangga yang telah berdiri sejak 1989 silam. Manager Marketing PT. PAJITEX Wafi Ustman Basyaraheel menyampaikan ada beberapa strategi yang digencarkan pihaknya dalam mempertahankan eksistensi di industri sarung.
"Mengikuti perkembangan pasar, hal ini berkaitan dengan kebutuhan konsumen terhadap produk, mengetahui keingin konsumen dari segi motif, warna, harga dan lainnya. Selain itu harus siap menerima kritik dan saran yang diberikan oleh konsumen," kata Wafi kepada Liputan6.com, Rabu, 23 Maret 2022.
Wafi melanjutkan, pihaknya juga selalu berinovasi agar konsumen tidak bosan dengan produk yang itu-itu saja. Cara lain adalah harus mempelajari kompetitor dengan baik dan juga harus mengetahui produk yang dijual, strategi yang digunakan, dan kelebihan dari produknya.
Penting pula untuk beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan. Pihaknya dituntut untuk melibatkan teknologi masa kini dalam bisnis, seperti menggunakan media sosial untuk memasarkan produk yang dijual.
"Mengutamakan moral dan kejujuran dalam berbisnis. Poin ini sering kali dilupakan oleh para pengusaha. Banyak pengusaha yang terlalu berorientasi pada keuntungan daripada kejujuran dalam berbisnis," terangnya.
Wafi mengungkapkan rahasia untuk bisa bertahan di bisnis sarung adalah dengan manajemen yang baik. Manajemen perlu memastikan bahwa perencanaan dan eksekusi yang dilakukan tepat, sesuai dengan konsep yang ditetapkan.
"Tidak hanya bertanggung jawab dalam mengatur dan mengelola bisnis untuk memperoleh keuntungan semata, namun manajemen juga dituntut untuk mampu memberikan rasa aman bagi karyawan dalam suatu perusahaan," kata Wafi.
Advertisement
Cerita Suka Duka
Di sisi lain, suka dan duka turut dirasakan selama berbisnis sarung. "Sukanya produk laku dan konsumen puas," kata Wafi.
Ia menerangkan, "Dukanya, pandemi Covid-19 memengaruhi perekonomian secara luar biasa. Tahun lalu seluruh dunia menghadapi penurunan ekonomi dan menyebabkan kontraksi yang sangat dalam karena hampir semua negara melakukan pembatasan mobilitas secara ketat, berdampak terhadap penjualan."
Setiap tahunnya, dikatakan Wafi, Sarung Mangga berinovasi dari motif, corak, warna, hingga packaging. Dalam produksinya, sarung ini juga terinspirasi dari budaya Indonesia.
"Walaupun sarung berasal dari negara Yaman pada abad ke-14, tapi dengan percampuran budaya yang ada di Indonesia sarung semakin berkembang sesuai dengan daerah masing-masing. Bahkan, menurut cerita pada masa kolonialisme di Indonesia, sarung sempat menjadi simbol perjuangan para santri terhadap penjajah Belanda. Konon, sarunglah yang menyatukan para santri dari pelbagai wilayah di Nusantara untuk melawan penjajahan," terangnya.
Sarung Mangga dikatakan Wafi memiliki ratusan hingga ribuan motif yang berbahan teteron rayon dan rayon. Kategori produk sarung mulai dari Classy, Songket, Gold Kembang, Jacquard, Bali, Lombok, hingga Fiesta yang dijual seharga Rp65 ribu--Rp152 ribu.
Infografis Sentra Sarung di Indonesia
Advertisement