Liputan6.com, Jakarta Sudi baru melaporkan, COVID-19 meningkatkan risiko terkena diabetes setahun kemudian sampai 40%.
Dilansir dari WebMD, studi tersebut berdasarkan hasil analisis pada pasien-pasien yang tedaftar dalam perawatan di sistem kesehatan Administrasi Veteran AS. Jadi ini merupakan penelitian besar berdasarkan catatan dari 8 juta orang lebih dan 180.000 orang yang memiliki COVID-19.
Advertisement
Adapun salah satu penelitinya, Ziyad Al-Aly, mengungkapkan bahwa risiko sebesar 40% mungkin kecil, tapi tidak bisa diabaikan. Ziyad merupakan kepala penelitian dan pengembangan di Veteran’s Administration St. Louis Health Care System di Missouri.
“Ini sangat sangat jelas bahwa semua ini mengarah ke satu arah, yaitu COVID-19 meningkatkan risiko diabetes hingga setahun kemudian,” katanya.
Penelitian ini diterbitkan minggu ini di Lancet Diabetes & Endocrinology oleh Yan Xie MPH, dari Veterans Research and Education Foundation of Saint Louis, MO, bersama dengan Ziyad.
Temuan ini sejalan dengan penelitian lain berdasarkan data dari perawatan primer di Jerman. Meskipun studi itu lebih kecil dan lebih pendek dari yang baru ini, tetapi keduanya memiliki hasil yang konsisten, kata Ziyad, yang juga seorang ahli epidemiologi klinis di Fakultas Kedokteran Washington University.
Semakin banyak penyandang diabetes
Implikasi jangka panjang dari COVID-19 yang meningkatkan risiko diabetes itu mendalam, tulis Venkat Narayan, MD, dan Lisa R Staimez, PhD, keduanya dari Rollins School of Public Health dan Emory Global Diabetes Research Center di Emory University di Atlanta, dalam editorial yang menyertai studi baru.
“Setiap peningkatan insiden diabetes terkait COVID-19 dapat menyebabkan kasus diabetes yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh dunia. Ini mendatangkan malapetaka pada sistem klinis dan kesehatan masyarakat yang sudah terlalu banyak dan kekurangan sumber daya secara global, dengan korban yang menghancurkan dalam hal kematian dan penderitaan,” tulis mereka.
Menurut Ziyad, kondisi tersebut diterjemahkan menjadi jutaan lebih banyak warga AS dengan [kasus] diabetes baru.
Ziyad mengatakan bahwa alasan hubungan antara COVID-19 dan diabetes tidak diketahui dan kemungkinan berbeda dari orang ke orang.
Di antara orang-orang yang sudah memiliki faktor risiko untuk mengembangkan diabetes tipe 2, seperti obesitas atau sindrom metabolik, memiliki COVID-19 dapat mempercepat proses itu, sehingga kadar gula darah mereka bisa melampaui batas, katanya.
Bagi orang-orang tanpa faktor risiko diabetes, memiliki COVID-19 dan semua peradangan yang ditimbulkannya di dalam tubuh dapat menyebabkan berkembangnya penyakit tersebut, jelas Ziyad.
COVID-19 meningkatkan risiko diabetes sebesar 59% bahkan untuk orang yang tidak kelebihan berat badan, dan sebesar 38% di antara mereka yang memiliki risiko diabetes terendah.
Risiko terkena diabetes lebih tinggi pada orang dengan kasus COVID-19 yang lebih parah yang pernah dirawat di rumah sakit atau di ICU, tetapi bahkan orang dengan kasus ringan pun memiliki risiko diabetes yang lebih tinggi daripada orang yang tidak mengidap COVID-19.
Ziyad juga menyebutkan kalau kelompoknya tengah menganalisis lebih lanjut data dari para veteran terkait untuk masalah kesehatan lainnya termasuk penyakit jantung dan penyakit ginjal, serta gejala Long COVID yang sekarang terdokumentasi dengan baik termasuk kelelahan, nyeri, dan disfungsi neurokognitif.
Mereka juga menyelidiki dampak vaksin COVID-19 untuk melihat apakah risikonya berkurang dalam kasus infeksi terobosan.
Advertisement