Cerita Akhir Pekan: Berkreasi dengan Sarung Indonesia

Berkreasi dengan sarung Indonesia juga harus tentang pemberdayaan perajin lokal.

oleh Asnida Riani diperbarui 27 Mar 2022, 09:07 WIB
Desainer Deden Siswanto mengkreasikan sarung dalam busana tampilannya. (dok. Deden Siswanto)

Liputan6.com, Jakarta - Siapa tidak tahu sarung? Orang Indonesia pada umumnya sudah familiar dengan potongan busana satu ini. Kendati akrab, apakah sarung sudah cukup leluasa untuk dikreasikan jadi fashion item?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya telah menetapkan Hari Sarung Nasional pada 2019, yang kemudian diperingati pada 3 Maret setiap tahun. Momen ini bermaksud merayakan sarung sebagai kekayaan budaya yang tidak dimiliki negara lain.

Sebelum jauh berbicara tentang kreasi sarung Indonesia, desainer Deden Siswanto mengatakan, pertama-tama, penting untuk mengubah persepsi publik lebih dulu. "Karena di pikiran banyak orang, (pakai sarung) itu sudah ribet duluan," ia mengatakan pada Liputan6.com melalui sambungan telepon, Jumat, 25 Maret 2022.

Deden menjabarkan, sarung sebagai potongan busana ini jangan sampai membuat salah kaprah. Ia mengatakan, ada sarung style berupa kain sarung bermotif tertentu. "Ini di-styling sedemikian rupa. Tapi, hanya berupa kain, tidak ada jahitan macam-macam," tuturnya. 

Ada juga kain sarung yang dikreasikan jadi potongan busana lain, seperti baju dan celana, yang disebut "beda cerita" oleh Deden.

Sementara bersarung juga sudah jadi gaya yang didorong Indonesian Fashion Chamber (IFC). Advisory board-nya, Dina Midiani, menyebut bahwa pihaknya ingin membuat sarung jadi elemen busana dasar seperti potongan mode lain.

"(Sarung) bisa jadi signature gaya (busana) Timur yang diperkenalkan secara global. Jadi, misalnya orang Barat pakai celana, blus, rok, atau busana lain, orang Timur bisa memakai sarung sebagai identitasnya," tuturnya melalui panggilan suara, Selasa, 22 Maret 2022.

Setelah 10 tahun bersarung di banyak kesempatan, Deden mengaku masih sering mendapat "pertanyaan aneh." "Harusnya tidak seperti itu (dipandang aneh)," ia menyebut.

Di sisi lain, keputusannya membuktikan bahwa sarung bisa dipakai di banyak kesempatan. Ia bercerita selalu memilih bahan yang nyaman. Pun tidak sebegitu ringan, sarung jenis ini tetap bisa dikombinasi dengan busana lain.

Namun demikian, kebiasaannya bersarung acap kali bertabrakan dengan persepsi "profesional." "Sarung belum jadi busana yang diidentikkan dengan pakaian profesional. Jadi, ini juga tentang bagaimana regulasi berjalan," ia mengatakan.

"Misalnya, boleh enggak sih laki-laki pakai sarung waktu kerja? Kalau ini dibiasakan, ceritanya akan lain," ucap desainer ini. Ia juga mengatakan bahwa gembar-gembornya sudah harus semasif hijab jika ingin sarung dipakai tidak hanya dalam perayaan tertentu.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Sarung dalam Peragaan Busana

Desainer Deden Siswanto mengkreasikan sarung dalam busana tampilannya. (dok. Deden Siswanto)

Deden mengatakan, dari pengalamannya memboyong sarung dalam peragaan busana, respons publik sangat baik. "Tapi kembali lagi, itu hanya (dipakai di waktu) tertentu saja," ia menyebutkan.

Ia mengatakan, memang masih ada pekerjaan rumah untuk mengedukasi publik tentang kebiasaan pakai sarung, dan bagaimana melihat potongan mode ini tidak sebagai busana keagamaan. Deden berkata, "Harus ada edukasi tentang attitute pakai sarung."

Dengan penataan gaya sederhana, Deden menyebut, pakai sarung juga bisa tetap tampil stylish. "Dikombinasi pakai kaus kaki panjang, misalnya, itu juga bagus. Saya sebenarnya mau banget 'dandanin' pejabat (pakai sarung) supaya bisa dilihat sebagai contoh," ia mengutarakan.

 


Pemberdayaan Perajin

Menata busana tampilan dengan memakai sarung oleh desainer Deden Siswanto. (dok. Deden Siswanto)

Sementara Dina mengatakan, target Indonesia jadi pusat modest fashion dunia sebenarnya bisa diwujudkan, salah satunya melalui kreasi sarung. "Harus dibiasakan memperlihatkan gaya sarung yang memanfaatkan kain lokal," katanya. 

Dengan demikian, menggaungkan sarung Indonesia bisa berjalan selaras dengan pemberdayaan perajin dalam negeri. Karena itu, ia mengatakan, butuh dorongan tidak hanya dari desainer.

"Harus dibentuk konsep pengakuan baru (dengan memakai sarung). Dengan begitu, sarung diharapkan bisa jadi lebih mainstream. Sekarang mungkin yang berani bersarung itu yang serius dengan fashion statement," Dina mengatakan.


Sudah Ada Momentum

Desainer Deden Siswanto mengkreasikan sarung dalam busana tampilannya. (dok. Deden Siswanto)

Terlebih, momentum memperkenalkan sarung juga sebenarnya sudah ada. Tapi, lagi-lagi, belum dikeroyok banyak pihak. "Sebetulnya enggak susah dan enggak mahal (untuk memperkenalkan sarung), asal terintegrasi dengan semua stakeholder," Dina mengatakan.

Sarung juga bisa jadi cara lain untuk menarik wisatawan mancanegara, Dina menyambung. "Mereka datang, lihat sarung ini unik dan dibeli sebagai oleh-oleh, misalnya. Dengan begitu, harus ada informasi juga bagaimana cara memakai sarung," ujarnya.

Deden juga menggarisbawahi bahwa sarung bisa dipakai secara "lebih kasual, lebih urban, bahkan lebih sporty." "Tapi, memang perlu waktu untuk mencapai persepsi ini," tandasnya.

Jadi, maukah Anda bersarung hari ini?


Infografis Sentra Sarung di Indonesia

Infografis Sentra Sarung di Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya