Liputan6.com, Jakarta - Korea Selatan masih berada di urutan satu negara dengan kasus baru COVID-19 terbanyak di dunia. Ada 8,6 juta kasus baru di negara tersebut dalam 28 hari terakhir berdasarkan data Johns Hopkins Univeresity, Minggu (27/3/2022).
Berikut lima negara dengan kasus tertinggi selama 28 hari terakhir:
Baca Juga
Advertisement
1. Korea Selatan: 8,6 juta kasus baru
2. Vietnam: 5,6 juta
3. Jerman: 4,8 juta
4. Prancis: 2,2 juta
5. Inggris: 1,9 juta
Menurut data kementerian kesehatan di Korsel, kasus di negara tersebut melandai menjadi 318 ribu kasus per hari. Kasus mulai menurun selama empat hari terakhir.
Meski kasus positif mencapai ratusan ribu per hari, jumlah yang dirawat di RS jauh lebih sedikit. Pekan ini, rata-rata ada 1.123 pasien yang dilarikan ke rumah sakit karena gejala moderat hingga parah.
Berdasarkan angka per 100 ribu orang, rata-rata ada 2,17 orang yang dirawat pekan ini.
Pemerintah Korsel masih memilih untuk tidak memperketat prokes COVID-19. Konser K-Pop juga sudah berjalan, salah satunya boyband BTS tampil di Seoul untuk konser bertajuk Permission to Dance.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menkominfo Ungkap 3 Strategi Atasi Hoaks di Pandemi COVID-19
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengungkapkan, pihaknya menginisiasi tiga lapis strategi untuk memerangi penyebaran hoaks, misinformasi, malinformasi, dan disinformasi khususnya terkait COVID-19. Menkominfo merinci tiga strategi itu mencakup tingkatan hulu, tengah dan hilir.
"Pada tingkat hulu untuk memberikan literasi digital dan mengedukasi masyarakat untuk menyebarkan informasi yang akurat dan positif guna menghentikan penyebaran konten negatif," kata Johnny dilansir dari Antara, Sabtu (26/3).
Literasi digital, kata Johnny, melibatkan sejumlah pihak mulai dari komunitas hingga akademisi. Harapannya, literasi digital dapat dipahami seluruh masyarakat.
"Kominfo bersama komunitas lokal, akademisi, masyarakat siber, media, dan pihak swasta secara masif melakukan kampanye, kelas pendidikan, dan pelatihan literasi digital kepada seluruh masyarakat. Kami menargetkan 50 juta warga terliterasi hingga 2024," imbuhnya.
Johnny menegaskan, pemerintah memberikan perhatian terhadap peningkatan literasi digital. Menurutnya, hal tersebut menjadi salah satu fondasi utama dan solusi berkelanjutan untuk membangun ketahanan masyarakat terhadap hoaks dan misinformasi.
Pada tingkatan menengah, Johnny mengungkapkan, Indonesia telah melakukan serangkaian tindakan serius dan cepat untuk menghapus akses konten negatif ke situs web, platform digital, atau akun yang menyebarkan informasi palsu.
"Kominfo secara aktif memantau dan melakukan upaya penindakan atas peredaran konten berbahaya di internet. Sebagai contoh, sejak awal perkembangan pandemi COVID-19, dengan menggunakan mesin crawling, Kominfo melalui Tim AIS Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika dapat mengidentifikasi peredaran hoaks sehari-hari terkait COVID-19 di media sosial," jelasnya.
Lebih lanjut, untuk tingkatan hilir, Kementerian Kominfo melakukan upaya penegakan hukum bekerja sama dengan Bareskrim Polri.
"Tingkat hilir ini untuk mendukung lembaga penegak hukum, seperti Polri dalam mengambil tindakan yang tepat guna mencegah penyebaran informasi online yang salah dan menyesatkan," katanya.
Advertisement