Liputan6.com, Jakarta - Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) memutuskan memberhentikan mantan Menteri Kesehatan Dr dr Terawan Agus Putranto secara permanen dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Keputusan tersebut diambil dalam sidang khusus MKEK.
"Memutuskan, menetapkan, meneruskan hasil keputusan rapat sidang khusus MKEK yang memutuskan pemberhentian permanen sejawat Dr dr Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI," kata Pimpinan Presidium Sidang Abdul Azis melalui siaran pers, seperti dilansir Antara, Minggu (27/3).
Advertisement
Abdul Azis menyebut, pemberhentian yang dilakukan oleh PB IDI selambat-lambatnya 28 hari kerja.
"Ketetapan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan," kata Abdul Aziz.
Diketahui, keputusan tersebut dibacakan dalam Muktamar ke-31 IDI di Kota Banda Aceh, Aceh, Jumat (25/3).
Sebelumnya, kabar mengenai pemberhentian Terawan telah santer berembus pada hari yang sama melalui media sosial. Salah satu yang mengunggah kabar itu adalah epidemiolog Pandu Riono.
Melalui akun Instagramnya, Pandu Riono mengunggah video Ketua Panitia Muktamar ke-31 IDI dr Nasrul Musadir Alsa menyampaikan keputusan sidang.
Anggota Komisi IX DPR RI Terkejut
Kabar mengenai mantan Menkes itu juga mendapat tanggapan beberapa pihak, salah satunya dari Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay. Saleh menyayangkan pemecatan permanen Terawan dari keanggotaan IDI.
"Saya benar-benar terkejut dengan keputusan itu. Muktamar semestinya dijadikan sebagai wadah konsolidasi dan silaturahim dalam merajut persatuan. Kok ini malah dijadikan sebagai wadah pemecatan. Permanen lagi. Ini kan aneh ya?" kata Saleh melalui siaran pers, dilansir Antara.
Menurut Saleh, Terawan adalah salah satu dokter terbaik yang dimiliki Indonesia. Sebagai dokter dan anggota TNI, banyak prestasi yang sudah ditorehkan.
"Bahkan tidak berlebihan bila disebut bahwa RSPAD menjadi salah satu rumah sakit besar yang berkualitas baik berkat tangan dingin dokter Terawan," ujarnya.
Saleh meminta Kementerian Kesehatan agar mengambil tindakan dalam menyikapi persoalan ini. Menurutnya, Kementerian Kesehatan harus menfasilitasi pertemuan IDI dengan Terawan.
Saleh juga menyebut, ada beberapa kegiatan Terawan yang disoal seperti terapi DSA dan Vaksin Nusantara. Namun, sebagai salah seorang yang telah mencoba keduanya, Saleh mengatakan kedua hal itu tidak menjadi masalah.
"Sejauh ini, kami baik-baik saja," ujarnya.
Berdasarkan pengalamannya itu, Saleh menyebut Terawan bekerja secara profesional.
"Kalau dari pengalaman saya itu, saya merasakan tidak ada masalah sama sekali dengan dr Terawan. Dia bekerja secara profesional. Kita ditangani dengan baik. Bahkan sebelum DSA harus mengikuti sejumlah tes dan berkonsultasi dengan beberapa dokter lain," ujarnya.
Saleh mengatakan, pemecatan seperti ini tidak bisa dibiarkan karena bisa menjadi preseden buruk ke depan. Dia khawatir, nantinya akan menyusul lagi pemecatan-pemecatan berikutnya dengan berbagai alasan.
Advertisement
Wakil Ketua DPR RI: Keputusan MKEK Berbahaya bagi Masa Depan Dunia Kedokteran
Tanggapan juga datang dari Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Sufmi menilai putusan rekomendasi MKEK IDI itu berbahaya bagi masa depan dunia kedokteran.
"Kenapa putusan ini berbahaya? Terus terang dengan adanya rekomendasi MKEK ini, saya khawatir akan menjadi yurisprudensi bagi masalah serupa di masa yang akan datang sehingga menyebabkan dokter-dokter kita takut untuk mencoba dan berinovasi dengan berbagi riset-risetnya," kata Sufmi melalui siaran pers, dilansir Antara, Minggu (27/3).
Idealnya, lanjut Sufmi Dasco sebagai sebuah organisasi profesi yang diberikan kewenangan cukup luas oleh UU Praktik Kedokteran, seharunya IDI bisa lebih mengayomi dan membina para anggotanya serta terbuka dengan berbagai inovasi dan kebaruan di bidang kesehatan, farmasi, dan kedokteran.
Senada, dengan Saleh, Sufmi Dasco juga meminta Kementerian Kesehatan untuk mengkaji rekomendasi yang dikeluarkan oleh MKEK, terutama dari aspek hukum dan peraturan perundang-undangan.
"Saya tegaskan bahwa ini bukan hanya soal Pak Terawan, ya. Tetapi ini tentang masa depan dunia kedokteran kita, masa depan dunia farmasi kita agar lebih mandiri dan berdikasi. Jangan sampai sebuah inovasi atau prestasi yang harusnya diapresiasi, ini malah diganjar dengan sanksi," kata Sufmi Dasco.
Pihaknya juga akan meminta Komisi IX DPR dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) untuk merevisi dan mengkaji secara komprehensif terkait UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Kedokteran.
"Saya pikir evaluasi dan penyesuaian dari sebuah UU adalah hal yang biasa ya agar UU terkait itu lebih relevan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan dari masyarakat saat ini," ujarnya.
Evaluasi juga akan dilakukan terhadap organisasi profesi kedokteran yang ada dalam UU agar sesuai dengan aspirasi dan masukan dari masyarakat.
"Sehingga IDI dan juga organisasi profesi kedokteran lainnya itu tidak terkesan super body dan super power," kata Sufmi.
Infografis
Advertisement