Liputan6.com, Jakarta - Hanif Gusman langsung bersemangat mencari tiket pulang ke Sumatera Barat usai Presiden Joko Widodo mengumumkan diperbolehkannya mudik Lebaran 2022. Terbayang olehnya, kerinduan terhadap keluarga besar di kampung halaman pun akan terbayarkan. Maklum, sudah dua tahun lebaran Hanif tak pulang karena pandemi Covid-19.
Setelah pengumuman diperbolehkannya mudik, Hanif dan istri langsung mengajukan cuti tambahan ke tempat kerja. Sebab, ini akan jadi pertama kalinya mereka pulang kampung bersama setelah menikah. Pernikahan keduanya berlangsung saat masa pandemi dan belum pernah bertemu keluarga besar masing-masing. Pernikahan mereka digelar di Jakarta dengan undangan terbatas.
Advertisement
"Ini pertama kalinya (akan) mudik setelah mudik lebaran terakhir tahun 2019. Dua tahun, 2020 dan 2021 enggak mudik karena ikut aturan pemerintah. Setelah Pak Jokowi bilang kita boleh mudik jadi langsung membulatkan tekad untuk mudik," kata Hanif kepada Liputan6.com.
Menurut dia, lebaran merupakan momentum berharga berkumpul bersama keluarga ketika bekerja jauh dari kampung halaman. Rencananya, mudik kali ini Hanif memilih untuk ke rumah mertuanya terlebih dahulu di Bukittinggi lalu ke rumah keluarganya di Batusangkar. Tiket pulang pergi untuk Jakarta - Padang pun sudah diamankannya.
Hanif memilih pulang ke Sumatera Barat mulai 27 April sampai 7 Mei 2022. Sejumlah persiapan pun telah dilakukannya. Salah satunya yaitu dengan melakukan vaksinasi ketiga atau booster.
"Mungkin bukan kita doang yang excited ya, mungkin semua juga excited akhirnya kemarin waktu cek tiket itu banyak udah yang habis. Padahal ini masih sekitar satu bulan lebih dari lebaran tapi ada loh flight yang habis, mungkin begitu excited orang-orang," ujar Hanif, semringah.
Perasaan sama dirasakan Filani Olyvia yang memilih mudik lebaran pertama kalinya ke rumah mertua di Surakarta, Jawa Tengah. Filani dan suami juga salah satu pasangan yang menikah saat pandemi Covid-19. Mudik terakhir yang dilakukannya saat lebaran Idul Fitri tahun 2019 ke Pekanbaru, Riau atau rumah keluarganya.
"Ini lebih yang deg-degan karena possibility yang akan ketemu keluarga yang sebelumnya belum pernah ketemu dari sebelum nikah," kata Filani, yang mengaku akan menggunakan kereta api dari Jakarta.
Dia juga mengaku, bersama suami juga telah melakukan booster pada awal Maret sebelum diumumkannya kelonggaran untuk mudik.
Antusiasme Vaksinasi Booster
Antusiasme masyarakat untuk melakukan mudik juga terlihat di sejumlah sentra vaksinasi. Salah satunya di alun-alun Kota Bekasi yang diselenggarakan oleh Polres Bekasi Kota. Mereka berbondong-bondong menjalani vaksinasi booster agar bisa mudik lebaran.
Seperti diketahui, booster atau vaksin ketiga memang merupakan salah satu persyaratan yang disampaikan oleh pemerintah untuk melakukan mudik lebaran. Tak heran, ratusan warga pun terlihat antre untuk mendapatkan booster, Kamis (24/3/2022) pagi.
Sejumlah bangku antrean disediakan oleh panitia. Selain di Bekasi, penyelenggaraan vaksinasi ketiga untuk penunjang syarat mudik juga diselenggarakan di pasar-pasar di setiap daerah.
Sebenarnya, syarat minimum mudik, adalah dua kali vaksinasi atau dosis lengkap. Namun, mereka masih harus diwajibkan melakukan tes Covid-19. Sementara itu, bagi pemudik yang baru menerima vaksin dosis pertama harus melakukan tes PCR Covid-19.
"Kalau yang booster-nya lengkap tidak usah tes. Tapi kalau yang belum booster, kalau dia baru vaksinasinya dua kali, harus tes antigen," Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan dalam konferensi pers, Rabu (23/3/2022).
Di satu sisi, syarat mudik ini bisa meningkatkan cakupan vaksinasi, terutama untuk dosis kedua dan booster. "Pemerintah mengantisipasi dengan booster on the road jadi kalau vaksin itu langkah yang baik ya sambil menggenjot cakupan vaksin booster," ujar salah satu pendiri Lapor Covid-19, Irma Hidayana kepada Liputan6.com.
Namun menurut Irma, efektivitas booster butuh waktu. "Sebenarnya ini langkah yang bagus. Tapi, kita harus tahu bahwa cara efektif vaksin booster itu butuh waktu. Enggak sekarang di-booster langsung efektif."
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria juga berharap syarat vaksin booster saat perjalanan mudik pada libur Lebaran, dapat meningkat cakupan vaksinasi Covid-19 di Jakarta.
"Saya kira protokol kesehatan tetap dijalankan, memakai masker, selain itu bisa mendorong percepatan booster," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Kamis (24/3/2022).
Advertisement
Kondisi Lebih Baik
Diperbolehkannya mudik Lebaran pada tahun ketiga pandemi Covid-19 diumumkan langsung Presiden Jokowi melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (23/3/ 2022). Pelonggaran mudik Lebaran tersebut dilakukan pemerintah menyusul kondisi kasus Covid-19 di Indonesia yang terus membaik.
Meski begitu, pelonggaran juga harus dibarengi dengan protokol kesehatan ketat guna menekan penyebaran virus Corona. Tak hanya soal mudik yang dilonggarkan, salat tarawih dan Idul Fitri pun kembali diperbolehkan. Jokowi kembali mengingatkan pentingnya prokes saat beribadah guna mengurangi risiko terpapar.
"Bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik Lebaran juga dipersilahkan, juga diperbolehkan, dengan syarat sudah mendapatkan 2 kali vaksin dan 1 kali Booster. Serta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat," kata Jokowi.
Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengakui, saat ini kondisi Indonesia jauh lebih baik jika dibandingkan dua tahun sebelumnya. Yakni saat menjelang lebaran tahun 2020 atau 2021. Saat itu imunitas masyarakat terhadap Covid-19 masih rendah. Cakupan vaksinasinya pun juga sama.
Saat ini cakupan vaksinasi ketiga atau booster di Indonesia masih di bawah 10 persen. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan pada 27 Maret 2022 pukul 12.00 WIB booster baru sebanyak 19.963.841 dosis atau 9,59 persen. Sedangkan dosis kedua sebanyak 157.840.758 atau 75,79 persen dan 195.889.215 dosis pertama atau 94,06 persen.
Dicky menyatakan, pemerintah juga telah melakukan sejumlah pelonggaran sebelum akhirnya memperbolehkan untuk mudik lebaran. Pelonggaran itu misalnya tidak adanya tes swab Covid-19 untuk perjalanan domestik. Kendati begitu dia meminta pemerintah dapat memperkuat di sejumlah aspek meski sudah ada pelonggaran.
"Dalam konteks ini, kebijakan diperbolehkan mudik bisa dipahami dan bisa dilakukan dengan syarat. Memastikan pergerakan manusia itu yang pasti besar belasan juta bahkan puluhan juta ini dalam kondisi atau risiko yang sangat rendah," kata Dicky kepada Liputan6.com.
Mitigasi Jelang Mudik
Karena hal itu mitigasi diperlukan untuk mengantisipasi adanya lonjakan kasus akibat mobilitas masyarakat yang sangat tinggi. Dicky mencontohkan untuk syarat vaksinasi. Pemerintah dapat melarang masyarakat mudik jika vaksinasi kedua lebih dari 7 bulan. Kemudian hanya masyarakat yang benar sehat tanpa bergejala atau kontak dengan pasien Covid-19.
"Disisi lain pemerintah juga berkewajiban memastikan moda-moda transportasi yang dipakai atau jalur-jalur yang disambangi atau transit dari arus balik atau mudik ini dalam kondisi ini lebih kecil jadi klaster penularan," paparnya.
Untuk kapasitas transportasi misalnya bus kata dia dapat dibatasi hingga 80 persen. Kemudian untuk lokasi transit harus dipastikan diberlakukannya pembatasan durasi. Selanjutnya pengetatan protokol kesehatan di lokasi destinasi wisata juga diperlukan. Sebab kebijakan tidak melarang mudik nantinya tetap menimbulkan risiko.
Lalu setiap daerah tujuan mudik masyarakat juga harus mulai mempersiapkan segala antisipasi paska mudik, yaitu terkait lonjakan kasus Covid-19. Dicky mengharapkan setiap daerah tersebut dapat mempersiapkan mulai obat, tenaga kesehatan, hingga RS darurat. Sebab saat ini situasi sejumlah negara di dunia mengalami peningkatan kasus.
"Bisa jadi ledakan lokal di Indonesia (terjadi) di tengah situasi arus balik atau mudik ini harus diantisipasi. Persiapan dengan skenario terburuk harus tetap jadi keharusan," ujar dia.
PeduliLindungi Jadi Sorotan
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah meminta pemerintah segera menyampaikan aturan detail mengenai diperbolehkannya mudik pada lebaran 2022. Aturan tersebut nantinya dijadikan acuan masyarakat.
"Seharusnya sekarang ini (aturan disampaikan). Ini tinggal dua Minggu lagi ya untuk masuk bulan puasa. Nanti pada saat bulan puasa baru dikeluarkan kan itu, tinggal seminggu dua Minggu sebelum lebaran itu tidak efektif," kata Trubus kepada Liputan6.com.
Aturan mudik yang belum jelas kata Trubus dapat berdampak pada peningkatan perjalanan ke kampung halaman sebelum Ramadan. Dia juga menilai persyaratan untuk melakukan mudik seharusnya tak hanya berpatokan pada vaksinasi booster saja. Sebab saat ini booster di Indonesia masih di bawah 10 persen. Seharusnya kata dia, pemerintah dapat memastikan vaksinasi dosis dua minimal mencapai 80 persen dan booster 15 persen.
Kemudian pemerintah diminta untuk membuat kepastian mengenai persiapan infrastruktur di daerah. Mulai dari fasilitas kesehatan hingga persediaan obat hingga tenaga kesehatan. Satgas Covid setiap daerah juga diminta proaktif menyampaikan kepada masyarakat jika kondisi saat ini masih pandemi. "Meskipun sudah sudah melandai tapi kenyataannya kok (Covid-19) itu masih ada. Jadi harus masyarakat supaya waspada," ucapnya.
Selain itu, Trubus juga meminta pemerintah dapat menyempurnakan adanya aplikasi PeduliLindungi dan implementasi secara menyeluruh. Sebab aplikasi tersebut merupakan salah satu bagian dalam aspek pencegahan. Dia menilai banyak fasilitas publik yang saat ini sudah tidak menggunakan aplikasi atau hanya formalitas saja.
"Harus di edukasi lagi kepada pengelola-pengelola tempat wisata pengelola hotel, pengelola-pengelola tempat-tempat hiburan. Semuanya harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi, kemudian kalau yang bersangkutan yang memakai itu diperiksa ternyata hitam atau merah segera ditindaklanjuti bisa dilaporkan ke Dinkes atau mereka disuruh biaya sendiri aja," paparnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengenai efektivitas penggunaan aplikasi PeduliLindungi jelang Lebaran Idul Fitri. Pemerintah pusat kata dia berhak menegur setiap pemerintah daerah yang tidak melakukan pengawasan sebagaimana mestinya penggunaan aplikasi tersebut.
Kata dia, saat lebaran nanti jumlah pemindai aplikasi di area publik akan sangat terlihat. Jika jumlah pemindai kecil pengelola area publik tersebut dapat dicurigai. Hal tersebut merupakan salah satu pekerjaan rumah pemerintah jelang pelonggaran mudik lebaran.
"Tegur keras dan tutup sementara, kita harus berani jangan bermain-main dengan pandemi ini. Jadi kita sudah punya senjata tapi tidak digunakan dengan benar itu yang tetap dilakukan setiap daerah harus punya regulasi perda atau apapun untuk tetap melakukan pemantauan monitoring melakukan pengawasan," kata Windhu kepada Liputan6.com.
Advertisement
Penurunan Kasus Dibarengi Penurunan Tes
Windhu mengakui saat ini kekebalan imunitas masyarakat Indonesia dinilai sangat tinggi. Berdasarkan hasil survei paska lonjakan kasus Omicron pada Juni-Agustus 2021 lalu kekebalan masyarakat mencapai 86,6 persen. Padahal saat itu cakupan vaksinasi dosis dua baru mencapai 40 persen. Hal itu menandakan banyaknya masyarakat yang mengalami infeksi alamiah ataupun artifisial. Namun masyarakat diimbau agar tetap menerpanya protokol kesehatan 3M saat melakukan mudik.
"Kita harus tetap konservatif dulu dalam hal itu. Jangan meniru-niru masyarakat di luar Indonesia seperti UK sudah buka masker di outdoor kita enggak perlu niru-niru itu. Tetapi boleh melakukan perjalanan lebih leluasa itu bisa dilihat dari PeduliLindungi," papar dia.
Selain itu Windhu mendorong agar penuntasan vaksinasi Covid-19 di Indonesia terus dikejar. Sebab saat ini masih sekitar 25 persen masyarakat belum melakukan dosis dua dan booster belum mencapai 15 persen. "Kejar vaksinasi betul betul 100 persen kita jadi orang yang terlindung dan survailans tetap dilakukan," jelas dia.
Mudik Bukan Hanya Perpindahan Mobilitas
Sementara itu, salah satu pendiri Lapor Covid-19, Irma Hidayana menyoroti tren penurunan kasus Covid-19 di Indonesia sebagai landasan pelonggaran diperbolehkannya mudik Lebaran. Menurut dia penurunan itu diakibatkan adanya pengurangan testing yang saat ini tidak untuk screening orang pelaku perjalanan. Meskipun kasus harian turun, Irma mengingatkan jika case fatality rate atau kasus meninggal dunia akibat Covid-19 di Indonesia masih tergolong tinggi di Asia.
Selain itu, dia juga menanggapi terkait rencana aturan dibebaskannya tes Covid-19 kepada masyarakat yang telah melakukan vaksinasi ketiga atau booster. Sebab tidak semua daerah di Indonesia dengan mudahnya mendapatkan vaksinasi booster. Kemudahan mendapatkan vaksinasi menurut Irma hanya berlaku untuk masyarakat perkotaan.
"Misal kita sudah dibooster ketemu keluarga yang tinggalnya kampung banget ada belum yang vaksin lengkap. Kalau kita menangkap omicron mungkin gejala akan ringan sekali ke kita begitu keluarga belum lengkap vaksin nya lansia itu akan lebih berbahaya kita harus jaga-jaga disitu," kata Irma kepada Liputan6.com.
Lanjut dia, mudik bukan hanya perpindahan mobilitas di satu aglomerasi, namun pemerintah tak akan mengetahui wilayah mana saja yang akan dituju warga. Karena hal itu Irma meminta agar pemerintah pusat segera membuat aturan jelas dalam penggunaan moda transportasi. Mulai dari okupasi penumpang hingga aturan pembatasan orang di area publik hingga di dalam ruangan.
"Kalau kita bisa antisipasi itu nanti itu misalnya mengantisipasi lonjakan akibat ketemuan orang-orang. Sehingga kita menekan kasus orang bergejala kalau udah sakit pasti memiliki peluang untuk gejala ringan sedang atau berat dan berat itu berpeluang meninggal. Setidaknya tetap ada tes dan kendaraan umum boleh ditekan atau tidak boleh full, kumpul keluarga dibatasi," jelas dia.
Sambut Endemi
Diperbolehkannya kembali masyarakat mudik saat lebaran, adanya tren penurunan kasus, dan berbagai pelonggaran pun mencuatkan wacana untuk mengubah status Indonesia dari pandemi menjadi endemi.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban sempat menyebutkan bahwa ia berharap bahwa Indonesia bisa memasuki fase endemi dalam tiga bulan kedepan.
"Kita dalam perjalanan ke sana. Sabar sedikit. Mungkin pas bulan puasa atau kita harapkan paling lambat 3 bulan dari sekarang kita mulai masuk endemi," ujar Zubairi dalam acara Pembukaan Monumen Pengabdian Dokter Indonesia di Kantor PB IDI Jakarta pada Kamis, 17 Maret 2022.
Terkait hal tersebut, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan bahwa persyaratan untuk Indonesia menuju endemi masih terus dibahas.
"Persyaratannya masih terus dibahas dengan para pakar ya terutama ahli epidemiologi. Masih terus didiskusikan dan dimonitor perkembangannya," ujar Nadia pada Health Liputan6.com, Senin (21/3/2022).
Sementara, beberapa waktu lalu Menteri Kesehatan (Menkes) menyatakan keputusan mengubah pandemi Covid-19 menjadi endemi tidak pernah 100 persen berdasarkan faktor kesehatan. Nantinya, perubahan itu merujuk pada sejarah penetapan status endemi.
Selain itu keputusan mengubah status pandemi ditetapkan pemimpin. Bisa ditetapkan pemimpin negara atau pemimpin dunia seperti Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
Jangan Meniru Negara Lain
Sementara itu Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman ingin meluruskan, bahwa dalam penanggulangan Covid-19 bukan untuk mengarah pada status endemi, namun pengendalian pascapandemi yang terkendali atau sporadis. Itu dapat diartikan masih adanya penyakit di suatu daerah secara tidak merata dan hanya beberapa orang saja. Sedangkan saat endemi kata Dicky semua pihak masih harus bersiap adanya perubahan misalnya dalam hal beban ke fasilitas kesehatan.
Lanjut dia, status endemi sempat dicapai oleh beberapa daerah di Indonesia sebelum adanya gelombang ketiga atau Omicron. Saat itu positivity rate Covid-19 di sejumlah daerah pernah di bawah 1 persen. Dia meminta agar pemerintah Indonesia tidak meniru banyak negara yang membicarakan soal endemi.
"Jadi endemi HIV Aids, endemi TB (tuberkolosis)itu jutaan yg meninggal setiap tahun, itu tidak bagus itu yang harus saya luruskan. Bahwa setiap negara harus meraihnya pasca pandemi itu terkendali atau sporadis," Dicky menandaskan.
Sedangkan, menurut salah satu pendiri Lapor Covid-19, Irma Hidayana endemi merupakan suatu kondisi ada suatu penyakit di suatu wilayah secara terus-menerus atau sepanjang masa. Kalau tidak dikendalikan atau diintervensi akan ada terus dan dapat diketahui kapan penyakit itu akan datang. Misalnya seperti penyakit malaria ataupun demam berdarah.
"Kalau status kita udah beneran endemi (Covid-19) kita sudah memenuhi syarat. Pandemi ada lonjakan kasus cepet banget selama kita tidak bisa menurunkan kasusnya sampai titik kita tahu kapan kasus melonjak lagi dan kita tahu kapan akan turun lagi kita belum bisa menyebut diri kita masuk ke endemi," ucap dia.
Irma menyatakan, terdapat sejumlah hal yang mempengaruhi status endemi. Salah satunya kesiapan cakupan vaksinasi ketiga, tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, hingga perilaku masyarakat.
"Bagaimana kita mengendalikan kalo ada lonjakan pemerintah udah siap ventilator udah ada nakes siap dan terprediksi. Jangan sampai kita masih punya hyattack ride kemudian kita sudah gegabah melonggarkan segala sesuatu dan kemudian takutnya ada lonjakan yang tidak bisa diantisipasi. Harusnya kematian Covid itu bisa dicegah," Irma menjelaskan.
Advertisement