Awal Ramadan NU dan Muhammadiyah Kerap Berbeda, Ini Penyebabnya

Dua organisasi massa (ormas) Islam terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah kerap kali berbeda dalam menentukan awal Ramadan.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 28 Mar 2022, 12:00 WIB
Ilustrasi bulan Ramadan (via huffingtonpost.co.uk)

Liputan6.com, Denpasar - Dua organisasi massa (ormas) Islam terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah kerap kali berbeda dalam menentukan awal Ramadan.

Namun, di beberapa waktu kedua ormas tersebut kompak menjalankan ibadah puasa Ramadan dari awal hingga akhir dalam waktu yang sama.

Menurut peneliti dari Kementerian Agama RI, Suhanah, penyebab perbedaan penetapan awal Ramadan dapat ditinjau dari aspek metodenya. NU menggunakan metode rukyat (mengamati hilal secara langsung), sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode hisab (perhitungan).

“Kedua kelompok ini sulit disatukan karena mempunyai alasan fikih masing-masing yang berbeda satu sama lainnya," katanya dikutip dari Jurnal Harmoni, Minggu (27/3/2022).

Meski berbeda, antara satu dengan lainnya tak perlu dipertentangkan karena masing-masing memiliki dasar fikih yang kuat. Rukyat dan hisab, sama-sama memiliki dasar hukum.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


NU dengan Metode Rukyat

Tim Rukyat Hilal AL Husna MAJT Semarang mengintip hilal di Menara Al-Husna Masjid Agung Jawa Tengah, Selasa (15/5 ). Meski bulan di ufuk titik tengah belum terlihat, penentuan Ramadan masih menunggu Sidang Isbat Kementerian Agama. (Liputan6.com/Gholib)

Melansir NU Online, penentuan awal bulan qamariyah dengan metode rukyat didasarkan atas pemahaman bahwa nash-nash tentang rukyat itu bersifat ta’abbudiy

Ada nash al-Quran yang dapat dipahami sebagai perintah rukyat, yaitu QS. Al-Baqarah ayat 185 tentang perintah berpuasa Ramadan dan QS. Al-Baqarah ayat 189 tentang penciptaan ahillah. 

Selain itu, ada setidaknya 23 hadist yang menjadi dasar tentang rukyat, yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Malik, Ahmad bin Hambal, ad-Darimi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan lain-lain.

NU berpandangan bahwa dasar rukyat tersebut dipegangi oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ittabi’in, dan empat madzhab yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.


Muhammadiyah dengan Metode Hisab

Penetapan tersebut berdasarkan hasil perhitungan hisab hakiki wujudul hilal serta musyawarah Majelis Tarjih Muhammadiyah.

Mengutip laman resminya, Muhammadiyah yang menggunakan metode hisab dalam penentuan awal bulan qamariyah memiliki dasar yang kuat juga. 

Pakar Falak Muhammadiyah Oman Fathurrahman menyebut dalam beberapa isyarat ayat Al-Qur’an ditemukan kata kunci hisab yang berarti perhitungan. Misalnya, QS Ar-Rahman ayat 5 yang berarti matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.

Kemudian QS Yunus ayat 5 yang artinya, “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).”

“Penetapan awal bulan itu bisa dengan hisab dengan perhitungan. Kalau kita memahami bahwa bulan dan matahari beredar menurut perhitungan, maka kita bisa memprediksi, mengukur, menentukan dengan pasti, dengan akurat,” kata Oman.


Dampak Perbedaan Awal Ramadan dan Syawal

Umat muslim melaksanakan salat tarawih di Masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (12/4/2021). Pemerintah menetapkan awal puasa atau 1 Ramadan 1442 H jatuh pada 13 April 2021 berdasarkan keputusan bulat dari berbagai ormas Islam hingga ahli astronomi dalam Sidang Isbat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya