3 Mitos Terkait Kontak Mata pada Anak Autisme

Autisme adalah disabilitas akibat kelainan neurologis yang berdampak pada keterampilan sosial, komunikasi, dan perilaku.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Mar 2022, 11:00 WIB
Ilustrasi kontak mata pada penyandang autisme. Foto: (Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Autisme adalah disabilitas akibat kelainan neurologis yang berdampak pada keterampilan sosial, komunikasi, dan perilaku.

Salah satu tantangan yang dihadapi banyak penyandang autisme adalah menjaga kontak mata saat berbicara dengan orang lain.

Namun, ada 3 mitos atau kesalahpahaman terkait kontak mata pada penyandang autisme. Ketiga mitos tersebut yakni:

-Penyandang autisme tidak dapat melakukan kontak mata.

-Penyandang autisme perlu didukung untuk melakukan kontak mata.

-Penyandang autisme harus berlatih kontak mata.

Simak Video Berikut Ini


Mitos Pertama

Terkait mitos pertama, spesialis sensory engagement yang juga menyandang autisme Joanna Grace mengatakan, memang banyak anggapan penyandang autisme tidak bisa melakukan kontak mata.

“Secara faktual ini tidak akurat. Banyak penyandang autisme berjuang untuk melakukan kontak mata, tapi sebagian ada yang bisa melakukannya. Jadi jangan berasumsi seseorang yang diidentifikasi sebagai penyandang autisme tidak akan dapat menatap Anda,” kata Grace mengutip Disability Horizon, Senin (28/3/2022).

Kurangnya kontak mata sering dianggap sebagai ciri khas autisme. Hal ini bukan karena perbedaan yang sangat signifikan pada kondisi sistem saraf, tetapi karena ada yang sangat terlihat ada juga yang tidak.


Mitos Kedua

Mitos kedua yakni terkait anggapan bahwa penyandang autisme perlu didukung untuk melakukan kontak mata.

Menurut Grace, banyak upaya yang dihabiskan untuk membuat penyandang autisme yang tidak melakukan kontak mata secara alami sedapat mungkin harus bisa melakukannya. Padahal, komunikasi yang sukses tak selamanya ditandai dengan kontak mata.

“Orang-orang percaya bahwa perhatian ditandai oleh arah di mana kita melihat. Ini benar untuk beberapa orang, tetapi tidak semua orang. Jika tujuannya adalah komunikasi yang sukses, maka dukungan harus diarahkan pada apapun yang membuat komunikasi berhasil,” kata Grace.

Dengan kata lain, orangtua tidak perlu terlalu fokus pada perbaikan kontak mata. Namun, fokuskan pada apapun yang membuat komunikasi berjalan lebih baik.

“Misalkan, saya adalah seseorang yang dapat melakukan kontak mata jika diperintahkan untuk melakukannya, tetapi melakukannya membutuhkan banyak konsentrasi, sehingga sangat sulit untuk mendengarkan dan melakukan kontak mata pada saat yang bersamaan.”


Mitos Ketiga

Mitos ketiga adalah orang dengan autisme harus berlatih kontak mata. Menurut Grace, setiap penyandang autisme memiliki kemampuan dan perkembangan yang berbeda.

Ada anggapan bahwa dengan berlatih kontak mata, maka penyandang autisme akan semakin mendekati kondisi non disabilitas seperti orang pada umumnya.

Bahkan orang-orang yang bekerja di fasilitas pendukung anak autisme terbiasa merayakan pencapaian kecil. Mendorong penyandang autisme untuk melakukan sebaik mungkin. Tanpa mereka sadari bahwa beberapa penyandang autisme tidak merasa nyaman melakukan hal tersebut.


Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya