Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menganggarkan puluhan miliar untuk pembelian gorden baru dan pelapisan aspal. Anggaran pengadaan gorden senilai Rp 48,7 miliar sementara pelapisan aspal mencapai Rp11 miliar. Anggaran keduanya berasal dari APBN 2022. Penganggaran inipun menuai sorotan karena jumlahnya yang fantastis.
Sekretaris Jenderal RI Indra Iskandar menjelaskan sebenarnya pengadaan gorden dan vitrase tersebut berdasarkan permintaan banyak anggota dewan kepada kesekjenan sejak 2020. Sebab, gorden di rumah dinas anggota DPR tersebut sudah tak layak dan sebagian besar diganti pada 2009.
Advertisement
Ia menyebut para anggota mengeluh karena rumah terlihat dari luar saat malam hari.
"Kesekjenan tidak bisa memenuhi permintaan anggota dewan yang dimaksud karena belum ada alokasi anggaran dari pemerintah. Tahun 2022 ini baru dapat alokasi anggaran dari pemerintah," kata Indra di Jakarta, Senin, (28/3/2022).
Indra merinci anggaran penggantian gorden hanya bisa dialokasikan untuk 505 unit rumah. Sementara satu rumah membutuhkan anggaran Rp 80 juta ditambah pajak sebesar Rp 90 juta per rumah.
Penggantian gorden itu akan dilakukan masing-masing rumah untuk lantai jendela ruang tamu, pintu jendela ruang keluarga, jendela ruang kerja, ruang tidur utama, jendela dapur, jendela tangga. Sementara di lantai dua ada tiga jendela ruang tidur anak, jendela ruang keluarga dan ruang tidur ART. Total ada 11 jendela yang membutuhkan gorden dalam setiap rumah.
Indra mengatakan, pagu anggaran tahun 2022 sebesar Rp48.745.624.000 sementara harga perkiraan dari konsultan perencana sebesar Rp46.194.954.000. Sementara untuk harga perkiraan sendiri dihitung dengan PPN sebesar 11 persen sebesar Rp45.767.446.332.
Indra menyampaikan, semua aspek perencanaan seperti desain, bahan, spek teknis serta harga perkiraan disusun oleh konsultan perencana dan melalui proses unit pelayanan. Angka tersebut muncul dari tor yang diajukan 2021 kemudian dilakukan review oleh inspektorat utama DPR berdasarkan kelayakan harga pasar.
"Review tersebut itulah yang dijadikan dasar kami untuk menyampaikan anggaran ke kementerian keuangan, inspektorat keuangan sebagai syarat utama," kata Indra.
Disamping review dari inspektorat utama, kata Indra, juga dilakukan pembahasan intensif dengan panja badan urusan rumah tangga (BURT).
Pengadaan Gorden tersebut, lanjut Indra, sudah dilakukan dengan mekanisme lelang terbuka dan menekankan di dalam rencana kerja dan syarat-syarat (RKS) sangat jelas.
“Dua kali saya rapat, adalah harus berazaskan kepentingan produksi dalam negeri itu ditegaskan dalam RKSnya,” jelas Indra.
“Jadi beberapa kali lelang yang dilakukan di DPR ini biasanya yang kalah lelang, kemudian bocorin ke media bocorin ke aparat hukum seolah-olah ada hengkipengki. Enggak ada hengkipengki, enggak ada urusan begitu ya. Mau lelang apapun semua secara prosedural tim pokja unit layanan pengadaan (ULP) di DPR bekerja secara profesional,” tegas Indra.
Sementara terkait pengaspalan, kata dia, pihaknya akan melakukan pengaspalan untuk banyak hal. Kondisi saat ini, aspal di kompleks parlemen sudah tergerus, sehingga mudah tergenang air.
Terlebih lagi, pada awal Oktober akan diselenggarakan P20, dihadiri 20 ketua parlemen dunia yang sama dengan G20 plus 20 negara lain atas undangan DPR. Sehingga setidaknya ada 40 parlemen dunia akan hadir sehingga gedung DPR perlu bersolek.
"Untuk mempersiapkan ke sana, tentu kami akan merapikan semua tampilan-tampilan DPR mulai dari pintu gerbang, taman, dan semua jalan-jalan. Aspal itu sendiri dihitung luasan total aspal itu 85.300 meter persegi dengan penggunaan aspal diperkirakan 7.100 beton aspal," ujar dia.
Setidaknya, kata dia, DPR perlu menyelesaikan pengaspalan dan lainnya sebelum Juli 2022 karena pada Agustus akan dilakukan pidato kenegaraan oleh Presiden dan persetujuan APBN.
"Atas dasar itu kami mulai dari saat ini sampai dengan Juli kami akan melakukan perapian taman, pengaspalan, dan perapian gedung. Minggu lalu kami sudah melakukan perapian water proofic di gedung nusantara dan yang lain," tandas Indra.
Tender Diikuti 49 Peserta
Sementara dilansir situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) DPR RI, lpse.dpr.go.id, tender tersebut diberi nama Penggantian Gordyn dan Blind DPR RI Kalibata. Tender penggantian gorden itu diikuti 49 peserta dan memiliki kode tender 732087.
"Tahun anggaran APBN 2022. Nilai pagu paket Rp 48.745.624.000. Nilai HPS paket Rp 45.767.446.332,84," bunyi tulisan dalam situs tersebut.
Dalam situs itu juga tertulis, lokasi pekerjaan berada di Jl. DPR Dalam Tim. No.12, RT.12/RW.5, Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kota Jakarta Selatan. Situs tersebut juga menjelaskan bagaimana perkembangan tahap tender penggantian gorden dan blind itu di DPR RI.
"Tahap tender saat ini evaluasi administrasi, kualifikasi, teknis dan harga," tulis situs tersebut.
Kemudian untuk proyek pengaspalan, nama paket tersebut adalah Pelapisan Aspal Hotmix Area Komplek DPR RI dengan kode RUP 35120066.
"Total pagu Rp 11.000.000.000," tulis situs itu.
Lokasi pekerjaan aspal di Gedung DPR RI Jln Jend Gatot Subroto, Kav 1, Kota Jakarta Pusat. Jenis pengadaannya pekerjaan konstruksi.
"Volume pekerjaan 1 paket, uraian pekerjaan pelapisan aspal hotmix area komplek DPR RI," demikian bunyi situs itu.
Jadwal Pemilihan tender dimulai pada awal hingga Maret 2022. Informasi pekerjaan konstruksi ini diperbaharui pada 25 Maret 2022.
Anggaran Fantastis yang Tak Masuk Akal
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus tak habis pikir dengan rencana DPR yang akan membeli gorden hingga Rp48 miliar. Menurutnya, anggaran sebesar itu terlalu fantastis jika hanya untuk mendadani rumah dinas anggota DPR.
"DPR mau membeli gorden yang akan menutupi akses mereka ke dunia luar? Atau gorden yang akan dibeli mampu menutupi aktifitas DPR di dalam ruangan?," ujar Lucius di Jakarta.
Menurut Lucius, dari sisi urgensi tak ada penjelasan masuk akal yang bisa membenarkan rencana pembelian gorden tersebut.
"Satu-satunya penjelasan paling masuk akal adalah kebutuhan pengadaan gorden untuk kepentingan proyek yang menguntungkan para pengelola anggaran atau bahkan anggota DPR tertentu yang ikut bermain dalam proyek pembelian gorden tersebut," ujarnya.
Menurutnya, pengadaan gorden untuk DPR sangat tidak mendesak. Dia menduga ada kepentingan lain di balik proyek pembelian gorden dengan anggaran yang fantastis.
"Modus pengadaan dengan motif proyek selalu mungkin terjadi ketika anggaran dipakai tanpa tanggungjawab etis untuk kemaslahatan bangsa," ujar Lucius.
Mestinya, kata Lucius, DPR bisa memahami betapa keputusan pengadaan gorden dengan anggaran yang fantastis merupakan sesuatu yang tidak sensitif dan tidak peduli pada nasib rakyat Indonesia.
"Ketika ada begitu banyak keluhan terkait kondisi perekonomian Indonesia yang lesu, jawaban DPR melalui anggaran pembelian gorden menjadi sesuatu yang memprihatinkan," tandasnya.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti juga mengelus dada dengan rencana DPR yang akan membeli gorden dengan anggaran fantastis.
"Selain fantastis dananya, manfaatnya juga tidak jelas. Tapi efek dana dari pengadaan itu bukan main besarnya," kata Ray kepada Liputan6.com.
Ditambah lagi, kata dia, DPR tak menjelaskan dengan rinci soal pengadaan gorden.
"Publik baru diberi tau setelah masuk di ujung tender. Itupun sepenggal info. Itulah yang terjadi pada pengadaan gorden ini. Harganya selangit, tapi kualifikasi, jenis, bahan, dan kwantitasnya tidak ada yang tau," kata dia.
Sementara ketika pengadaan ini dipermasalahkan publik, kata Ray, barulah antara sekjen, banggar dan pimpinan DPR saling lempar.
"Yang satu menyebut tidak tau, yang lain merasa tidak memiliki kewenangan, dan tentu ada pihak yang merasa bahwa semua pemangku kewenangan di DPR sudah diberitahu. Nanti, setelah pertanyaan publik meredup, rencana pengadaan akan jalan terus," ujarnya.
Ray berharap DPR di bawah kepemimpinan Puan Maharani dapat membuktikan perlunya perubahan tata cara kelola keuangan DPR dalam pengadaan barang, jasa dan fasilitas bagi lembaga DPR.
"Tanpa adanya perubahan penting dalam tata kelola ini, sulit menilai bahwa Ibu Puan punya prestasi yang gemilang. Dan catatan prestasi ini tentu sangat penting dalam menaikan pamor di tengah masyarakat," ujarnya.
Advertisement
Sederet Pengajuan Anggaran DPR Bernilai Fantastis
Selain pembelian gorden yang menelan biaya fantastis, ada pula sederet pengadaan anggaran DPR yang membuat publik heboh. Di antaranya, pada tahun 2011, DPR pernah mengajukan anggaran webside dan teknologi informasi senilai Rp9,35 miliar. Kemudian pada 2015, DPR pernah menghebohkan masyarakat terkait pengadaan pengharum ruangan yang mencapai Rp 2 miliar lebih.
Dalam Rencana Umum Pengadaan Tahun Anggaran (RUPTA) 2015, Sekretariat Jenderal DPR RI saat itu, Winantuningtyastiti, memberikan anggaran kepada Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi untuk pengadaan pewangi ruangan sebesar Rp 2,6 miliar.
Anggaran pengharum ruangan mencapai Rp 2.625.250.000 itu digunakan untuk:
a. Alat pengharum ruangan sebanyak 1.110 unit (tidak diganti setiap bulan)
b. Alat pengharum urinoir sebanyak 385 unit (tidak diganti setiap bulan)
c. Tisu dan tempatnya sebanyak 242 unit
d. Cairan pembersih dudukan kloset sebanyak 112 unit
e. Pewangi acara pidato negara empat kali dalam setahun
f. Tempat sampah pembalut wanita sebanyak 164 unit
Selain itu pada 2017, dilaporkan DPR mengalokasikan anggaran kunjungan kerja ke luar negeri bagi anggota legislatif tahun 2018 setidaknya sebesar Rp343,6 miliar.
Usulan alokasi anggaran itu terdiri dari pelaksanaan fungsi legislasi dan pengawasan, masing-masing Rp199,3 miliar dan Rp47,3 miliar.
Pembiayaan tugas Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) juga masuk dalam usulan tersebut, yakni sebesar Rp96,9 miliar.
Kemudian, pada tahun 2018, Wakil Ketua DPR saat itu, Fadli Zon meminta pemerintah melanjutkan pembangunan gedung baru DPR tersebut. Usulan tersebut atas pertimbangan adanya penambahan Anggota DPR untuk periode berikutnya di masa mendatang yaitu Periode Keanggotaan DPR Tahun 2019-2024.
Usulan anggaran pembangunan tahap pertama yang telah diajukan untuk Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp 601, 93 miliar, namun belum disetujui oleh pemerintah.
DPR kemudian tetap mengajukan kembali pagu anggaran yang lebih besar untuk tahun berikutnya, yaitu Rp 640,86 miliar dan berharap disetujui pemerintah.