Kisah Peter Susanto, Remaja Berdarah Indonesia Jadi Mahasiswa Kedokteran Australia di Usia 15 Tahun

Berikut ini kisah selengkapnya, Peter Susanto yang kuliah kedokteran di usia belia.

Oleh ABC Australia diperbarui 28 Mar 2022, 21:00 WIB
Ilustrasi dokter/dok. Unsplash Hush Naidoo

, Adelaide - Meski usianya masih belia, Peter Susanto, anak pasangan asal Indonesia yang sekarang tinggal di Darwin, Australia Utara, sudah menjadi seorang mahasiswa kedokteran.

Peter menjadi mahasiswa kedokteran di usia yang baru ke-15 tahun.

Berikut ini kisah selengkapnya, dikutip dari ABC Australia, Senin (28/3/2022):

Adalah Peter, anak tertua dari pasangan Henri dan Lenny Susanto yang sebelumnya pernah tinggal di Adelaide, Australia Selatan.

Baik Henri dan Lenny melihat bahwa putra mereka Peter memiliki tingkat kecerdasan tinggi ketika dia bisa menerjemahkan kata-kata dari Bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris di saat masih berusia dua tahun.

13 tahun kemudian, Peter duduk di bangku kuliah di Charles Darwin University untuk bisa menjadi seorang dokter.

"Menjadi seorang dokter adalah impian saya untuk bisa membantu orang lain dan juga adalah tantangan," kata Peter.

Ia sebelumnya pernah mengikuti program bernama "Child Genius" yang diselenggarakan jaringan televisi SBS di Australia.

Dalam lomba untuk menemukan siapa yang paling jenius di kalangan anak-anak berusia 9 sampai 12 tahun di tahun 2018 tersebut, Peter menduduki peringkat ketiga.

Setelah itu, Peter terlibat banyak kegiatan lain di saat sedang sekolah di Haileyburty Rendall, salah satu sekolah swasta ternama di Darwin.

Tahun lalu, Peter Susanto mendapatkan skor 99,60 untuk Sertifikat Lulusan Sekolah Menengah di Australia yang dikenal dengan nama ATAR dan menjadi siswa terbaik di sekolahnya.

ATAR adalah nilai yang digunakan untuk menentukan masuknya siswa ke perguruan tinggi.

Nilai ATAR tertinggi yang bisa dicapai siswa di Australia adalah 99,95.

Peter mengatakan walau usianya baru 15 tahun, dia sudah siap untuk menjadi mahasiswa, baik secara akademis maupun saat nanti bergaul bersama mahasiswa lain.

"Orang tua saya maupun sekolah sudah mempersiapkan saya dengan baik, dalam soal bergaul dengan yang lain, juga memperkenalkan saya dengan siswa lain yang lebih tua.

"Saya punya keterampilan untuk menjadi tidak berbeda dengan yang lain selama di universitas," katanya.

"Saya siap untuk menjadi dokter." 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tidak Ada Gunanya Pintar Jika Tak Bisa Terapkan Ilmu

Ilustrasi mahasiswa | Via: istimewa

Orang tua Peter, Henri dan Lenny Susanto mengatakan keberhasilan putranya adalah hasil dari nilai-nilai yang mereka tanamkan sejak kecil, kehidupan bersama dalam keluarga dan juga kerja keras anaknya.

"Saya berani mengatakan saya tidak pernah melihat ada anak lain yang belajar begitu giat sepanjang tahun kemarin," kata Henri.

Menurut penuturan Lenny kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya, mereka sekeluarga mendukung cita-cita Peter untuk menjadi dokter.

"Dia semakin mantap mau menjadi dokter setelah belajar ilmu tentang otak [ilmu saraf] untuk [berpartisipasi dalam] 'Brain Bee Challenge'.

"Dia tertarik dengan cara kerja otak. Peter sadar kalau dia tahu bagaimana otak bekerja, dia bisa membantu menyelesaikan misteri tentang manusia," kata Lenny.

Rata-rata mereka yang tamat sekolah menengah di Australia berusia antara 18-19 tahun, dan menurut Lenny, Peter memang beberapa kali loncat kelas ketika masih SD, sehingga tamat SMA di usia 15 tahun.

"Peter loncat kelas tiga tahun. Waktu di SD, loncat dari kelas 2 langsung ke kelas 4. Terus pindah sekolah dan langsung naik ke kelas 5. Di kelas 6 di paruh waktu keempat, dinaikkan lagi ke kelas 7," kata Lenny.

Lenny mengaku bangga karena Peter adalah anak yang selalu berusaha mengerjakan yang terbaik dari hari ke hari.

"Di SMA, Peter selalu nomor satu di semua mata pelajaran. Dia belajar keras dan selalu termotivasi untuk menjadi lebih baik dari kemarin," kata Lenny.Menurut ayahnya nilai lain yang mereka ajarkan ke anak-anak adalah untuk bersikap sosial.

"Dalam perjalanan liburan, misalnya, kami selalu memberikan mereka pengalaman lain seperti kalau ke Indonesia, kami selalu mengunjungi panti asuhan," kata Henri.

Menurutnya, anak mereka diharapkan akan bisa memberikan kontribusi positif kepada masyarakat sekelilingnya.

"Tidak ada gunanya pintar, kalau kita tidak bisa menerapkan ilmu yang dipunyai dan tidak bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat," katanya.

Apa Cita-Cita Peter Selanjutnya?

Dosen senior Charles Darwin University Dr Sufyan Akram sudah terkesan dengan mahasiswa termuda di universitas tersebut.

"Dia masih muda dan memiliki latar belakang akademik yang bagus, dan seseorang yang memiliki kemampuan seperti Peter tidak akan mengalami masalah di universitas," kata Dr Akram.

Dr Akram berharap apa yang dilakukan Peter akan memberikan inspirasi bagi yang lain untuk menjadi dokter dan bekerja di negara bagian Australia Utara.

"Tujuan kami adalah memperluas penerimaan siswa, agar lebih banyak yang masuk jurusan kedokteran, mendapat pelatihan dan bekerja di kawasan pedesaan dan pedalaman di seluruh Australia Utara," kata Dr Akram.Peter diperkirakan akan menjadi dokter di usia 21 tahun.

"Setelah itu saya akan bekerja dengan pemerintah Australia Utara selama empat tahun, dan setelah selesai, saya akan tetap tinggal dan bekerja di Darwin, karena komunitas di sini menyenangkan," katanya.


Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar COVID-19 Mati Gaya

Infografis Pakai Masker Boleh Gaya, Biar Covid-19 Mati Gaya (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya