Liputan6.com, Jakarta - Penentuan awal bulan puasa Ramadhan pada 2022 ini antara Pemerintah dengan Muhammadiyah kemungkinan akan berbeda. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan imbauan.
Disampaikan Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, pihaknya meminta masyarakat untuk saling menghormati soal kemungkinan adanya perbedaan penetapan awal Ramadhan 2022 atau 1443 Hijriah di Indonesia.
"Perbedaan itu sunnatullah, suatu keniscayaan. Wong kita juga berbeda-beda. Jangan timbul sikap melecehkan, mengejek, apalagi fitnah," ujar Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Senin 28 Maret 2022.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika dari Pusat Riset Antariksa BRIN, Thomas Djamaluddin mengungkapkan, hilal tak mungkin terlihat pada 1 April 2022.
Dengan begitu, menurut Thomas, Ramadan 1443 diperkirakan akan jatuh pada 3 April 2022 mendatang.
Sementara Muhammadiyah telah memutuskan 1 Ramadhan jatuh pada 2 April 2022 berdasarkan hisab. Karena itu, awal Ramadan tahun ini berpotensi berbeda.
Lantas kapankah puasa 1 Ramadhan pada 2022 ini? Berikut sederet penjelasannya dihimpun Liputan6.com:
1. Pemerintah
Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, Pusat Riset Antariksa BRIN Thomas Djamaluddin mengungkapkan, hilal tak mungkin terlihat pada 1 April 2022. Dengan begitu, Ramadhan 1443 akan jatuh pada 3 April 2022.
"Garis tanggal pada saat maghrib 1 April 2022. Dengan kriteria Wujudul Hilal (antara arsir merah dan putih), Muhammadiyah sudah memutuskan 1 Ramadhan 1443 pada 2 April 2022," terang dia dalam blog yang dikutip, Senin 28 Maret 2022.
"Namun, garis tanggal tinggi 2 derajat sedikit di sebelah barat wilayah Indonesia. Artinya, sangat tidak mungkin akan terlihat hilal pada 1 April di wilayah Indonesia, sehingga 1 Ramadhan 1443 berpotensi 3 April 2022," sambung dia.
Advertisement
2. Muhammadiyah
Dengan melihat garis tanggal awal Ramadhan 1443, Thomas menjelaskan, terlihat jelas potensi perbedaannya. Dengan kriteria Wujudul Hilal, Muhammadiyah sudah memutuskan 1 Ramadhan 1443 jatuh pada 2 April 2022. Namun hilal terlalu rendah untuk diamati.
"Umumnya di wilayah Indonesia tinggi bulan kurang dari 2 derajat. Itu artinya, rukyatul hilal (pengamatan hilal) pada saat maghrib 1 April berpotensi tidak terlihat. Kalau pun ada yang melaporkan menyaksikan, itu sangat meragukan sehingga berpotensi ditolak saat sidang itsbat. Sehingga berdasarkan rukyat, 1 Ramadhan 1443 kemungkinan besar pada 3 April 2022," ujar dia.
3. Masih Gunakan Metode Lama
Pada Takwim Standar (kalender Islam rujukan) oleh Kementerian Agama memang tercantum 1 Ramadhan 1443 jatuh pada 2 April 2022 berdasarkan ketinggian bulan, dengan perhitungan lain, di Pelabuhan Ratu sedikit di atas 2 derajat. Dengan menggunakan kriteria lama, memang kondisi itu sudah dianggap masuk tanggal baru.
"Tetapi, dengan perhitungan yang lebih akurat, misalnya dari Accurate Times, memang di kawasan barat Indonesia pun tinggi bulan pada 1 April 2021 umumnya di bawah 2 derajat. Ini data hisab (perhitungan astronomi) di Surabaya, Jakarta, dan Medan yang menunjukkan tinggi bulan (Topographic Moon Altitude) kurang dari 2 derajat," terang Thomas.
"Jadi sangat mungkin Sidang Itsbat pada 1 April 2022 akan memutuskan 1 Ramadhan 1443 jatuh pada 3 April, berbeda dengan Muhammadiyah yang mengumumkan 1 Ramadhan 1443 jatuh pada 2 April 2022," sambung Thomas.
Advertisement
4. MUI Imbau Masyarakat Tak Perlu Berdebat
Awal bulan puasa Ramadhan tahun ini kemungkinan besar akan berbeda antara pemerintah dan Muhammadiyah. Menanggapi hal itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat untuk saling menghormati soal kemungkinan adanya perbedaan penetapan awal Ramadhan 1443 Hijriah di Indonesia.
"Perbedaan itu sunnatullah, suatu keniscahyaan. Wong kita juga berbeda-beda. Jangan timbul sikap melecehkan, mengejek, apalagi fitnah," ujar Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Senin 28 Maret 2022.
Amirsyah mengatakan ada perbedaan penentuan awal bulan Hijriah. Ada yang memakai metode hisab (penghitungan secara astronomis posisi bulan) dan metode rukyat (pengamatan visibilitas hilal).
Namun, kata dia, kedua metode tersebut sebenarnya satu kesatuan, karena baik hisab maupun rukyat saling mengonfirmasi dalam menentukan awal bulan Hijriah.
"Mengapa terjadi perbedaan? Karena ada perbedaan sudut pandang melihat. Maksud melihat itu sebenarnya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan hanya dengan kepala langsung tapi menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kajian ilmiah," katanya.
Maka dari itu, Amirsyah meminta perbedaan penetapan awal puasa harus membuat umat Muslim di Indonesia saling tenggang rasa, toleran, dan saling menghormati.
Hilal Ramadhan
Advertisement