Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memastikan akan tetap memberlakukan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 11 persen mulai 1 April 2022. Kenaikan PPN 11 persen ini sesuai dengan Undang-Undang No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Kenaikan PPN itu turut berimbas pada sejumlah emiten, termasuk emiten pengelola gerai makanan. Sekretaris Perusahaan PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA), Kurniadi Sulistyomo menyampaikan, secara garis besar kenaikan meski hanya 1 persen berdampak pada perusahaan.
“Dampaknya semua vendor sama supplier sudah ada kenaikan, bahkan sejak awal tahun,” kata Kurniadi kepada Liputan6.com, Selasa (29/3/2022).
Namun begitu, untuk saat ini Kurniadi belum bisa merinci sejauh mana dampaknya bagi perseroan. Ia menjelaskan, dampak keseluruhan baru akan terlihat setidaknya tiga bulan hingga satu tahun implementasi PPN 11 persen. Sehingga perseroan belum akan melakukan penyesuaian yang signifikan.
Baca Juga
Advertisement
“Saya belum bisa bilang dampaknya untuk saat ini. Tapi kalau dari sisi seller, kia lihat dulu tiga bulan ini bagaimana, nanti baru bisa ambil keputusan. Karena kita juga harus melihat bagaimana dampaknya terhadap margin profit kita sebelum pajak,” terangnya.
“Dampak yang paling mengkhawatirkan lebih ke daya beli masyarakat. Kita harus melihat ke sana,” imbuhnya.
Pada penutupan perdagangan Selasa, 29 Maret 2022, saham PZZA stagnan di posisi Rp 615 per saham. Saham PZZA dibuka stagnan Rp 615.
Saham PZZA berada di level tertinggi Rp 620 dan terendah Rp 610 per saham. Total frekuensi perdagangan 162 kali dengan volume perdagangan 5.981 saham. Nilai transaksi harian Rp 367 juta.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
PPN 11 Persen Berlaku 1 April 2022
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menegaskan aturan PPN 11 persen tetap akan diberlakukan mulai 1 April 2022. Dia menuturkan, saat ini rata-rata tarif PPN secara global adalah 15 persen. Sementara, Indonesia sendiri tarifnya 10 persen. Dengan kata lain, masih terdapat ruang untuk meningkatkan tarif tersebut.
"Kami lihat PPN space masih ada, kami naikkan hanya 1 persen. Kami paham bahwa fokus sekarang ini pemulihan ekonomi. Namun, fondasi pajak yang kuat harus mulai dibangun," ujarnya.
Bukan tanpa sebab. Menurunnya, penerimaan negara merupakan aspek penting untuk mendorong pemulihan ekonomi karena dapat menunjang berbagai subsidi dan pembangunan. Untuk itu, UU HPP diyakini bisa meningkatkan potensi penerimaan di berbagai pos, seperti pajak penghasilan (PPh) dan PPN.
Advertisement