Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkapkan bahwa Solar subsidi langka karena ada kebocoran penyaluran. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan hal lain yang membuat Solar subsidi langka seperti pengoplosan dan penimbunan.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati menyatakan, temuan praktik pengoplosan solar bersubsidi terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan pada 11 Maret 2022. Saat itu, BPH Migas bersama Polri berhasil mengamankan barang bukti 108 ton BBM oplosan jenis Solar.
"Untuk oplosan di Muara Enim, kami temukan barang bukti sebanyak 108 ton yang di gudang untuk siap didisribusikan," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (29/3).
Sementara itu, praktik penimbunan solar bersubsidi marak terjadi di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Adapun modus yang digunakan ialah pembelian dengan menggunakan jerigen minyak untuk ditampung ke gudang khusus.
"Kemudian jerigen di bawah ke satu tempat di Eretan (wilayah Indramayu)," bebernya.
Selain itu, BPH Migas juga menemukan praktik modifikasi tangki kendaraan pengguna bbm solar bersubsidi. Praktik curang ini marak terjadi di sejumlah wilayah Jawa Barat.
"Antara lain ada di Sumedang, Purwakarta," ungkapnya.
Selanjutnya, BPH Migas juga menemukan praktik pembelian solar subsidi tidak sesuai peruntukkan. Yakni, digunakan untuk kepentingan industri pertambangan dan perkebunan.
"Dari hasil pengawasan kami melihat banyak truk tambang dan perkebunan banyak mengantre di SPBU. Antrean terbenyak di perkebunan danpertambangan," tutupnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dirut Pertamina Temukan Antrean Truk Tambang di SPBU Beli Solar Subsidi
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkap modus kebocoran Solar subsidi yang digunakan untuk industri. ia menyebut menemukan antrian truk pengangkut tambang dan perkebunan kelapa sawit mengantre di SPBU.
Ini mengacu data yang dimilikinya bersumber dari digitalisasi SPBU yang telah dilakukan SPBU. Melalui sistem itu, ia bisa memantau pengeluaran Bahan Bakar Minyak (BBM) yang keluar dari setiap SPBU.
“Kalau kita lihat dari antrean saja pak, itu memang banyak sekali truk-truk yang mengangkut barang tambang dan perkebunan, yang seharusnya itu tidak menggunakan BBM subsidi,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022).
ia juga menyampaikan, untuk porsi solar subsidi yang digelontorkan yakni sebesar 41 juta kiloliter untuk ritel. Sementara, alokasi untuk solar non subsidi ke indsutri adalah sebesar 900 ribu kiloilter.
“Ada untuk ritel dan industri dimana komposisi untuk ritel itu paling besar, karena yang dimaksud adalah untuk pengangkutan barang-barang oleh UMKM, kemudian petani itu porsinya itu 14 juta KL, untuk industri itu hanya 900 ribu atau 0,9 juta, jadi itu porsi kecil,” terangnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement