Liputan6.com, Jakarta Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menduga, ada beberapa pertimbangan pemerintah untuk menaikan tarif PPN jadi 11 persen pada 1 April 2022 mendatang.
Salah satunya, untuk menambal ongkos proyek pembangunan ibu kota negara atau IKN di Kalimantan Timur.
Advertisement
"Itu untuk capai penurunan defisit 3 persen di 2023, sekaligus memastikan proyek-proyek besar tidak tertunda. Salah satunya IKN yang diperkirakan memakan biaya APBN cukup besar," ujar Bhima kepada Liputan6.com, Selasa (29/3/2022).
Namun, ia juga meramal, pertambahan nilai PPN sebesar 1 persen ini bakal turut berimbas pada pemasukan investasi. Utamanya untuk produk-produk elektronik hingga pakaian jadi.
"Kenaikan tarif PPN melemahkan iklim investasi, karena investor menimbang ulang harga produk ke konsumen di tengah tekanan biaya produksi yang naik signifikan sejak akhir tahun lalu," ungkapnya.
Oleh karenanya, Bhima pun mengusulkan pemerintah agar menunda dulu kenaikan tarif PPN 11 persen. Kebijakan itu dinilainya sangat mendukung proses pemulihan ekonomi, terlebih dampak dari situasi geopolitik membuat inflasi jauh lebih tinggi.
"Di sisi yang lain, mobilitas yang dilonggarkan paska karantina dan kewajiban tes antigen-PCR dicabut membuat sisi permintaan juga mendorong inflasi lebih tinggi," sebutnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kenaikan Tarif PPN
Dengan pemberlakuan kenaikan tarif PPN, maka beban kepada konsumsi rumah tangga bertambah karena momentum Ramadhan, dan naiknya harga pangan dan energi secara kontinu.
"Sebenarnya kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen ketika konsumsi rumah tangga sudah mulai solid tidak masalah ya, kalau sekarang tentu momentum nya tidak tepat," kata Bhima.
Advertisement