Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira, menilai jika pasokan minyak goreng melimpah seharusnya harga menjadi turun. Namun yang terjadi saat ini malah sebaliknya.
“Harusnya kalau pasokan berlimpah maka harga di pasaran turun, hukum mekanisme pasarnya begitu. Tapi pada faktanya harga minyak goreng kemasan semakin mahal,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (30/3/2022).
Apalagi, menurutnya menjelang momentum Ramadhan, dimana konsumsi minyak goreng naik di atas 20 persen dibanding pada saat bulan biasa.
Sebagai informasi, Keputusan pemerintah untuk melepas harga minyak goreng kemasan sesuai dengan mekanisme pasar juga ditegaskan Badan Pangan Nasional/ National Food Agency (NFA).
Dengan dilepas dengan mekanisme pasar, harga minyak goreng kemasan kini tidak lagi dipatok sesuai HET. Padahal jika mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 yang berlaku 1 Februari lalu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebelumnya telah menetapkan HET minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter dan kemasan premium Rp 14.000 per liter.
Kemudian, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 11 Tahun 2022 menetapkan HET minyak goreng curah di tingkat masyarakat/konsumen akhir sebesar Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kilogram.
Bhima menilai kebijakan tersebut sama sekali tidak efektif. Menurutnya, tetap perlu adanya HET minyak goreng kemasan untuk lindungi konsumen disaat harga bahan baku minyak goreng naik tinggi.
“Perlindungan pemerintah terhadap stabilitas harga pangan adalah tugas pokok menjaga inflasi tetap stabil,” pungkasnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
KPPU Usut Dugaan Praktik Kartel Minyak Goreng sejak 2020
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengaku sudah mendapatkan beberapa bukti terkait praktik kartel minyak goreng, soal adanya pelanggaran oleh pelaku usaha sejak beberapa tahun lampau.
"Yang kita tahu, bahwa dalam kasus kartel ini adalah ada pergerakan harga minyak goreng yang sama yang dilakukan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain pesaingnya," ujar Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean di Jakarta, Selasa (29/3/2022).
Dari hasil penyidikan awal, KPPU bakal menelaah dugaan tersebut dengan laporan keuangan perusahaan terkait. Apakah profit yang didapat jauh lebih tinggi dari harga pokok penjualan atau tidak.
"Kita bisa lihat profit dari beberapa perusahaan-perusahaan produsen yang sudah Tbk, bisa dilihat apakah terjadi peningkatan dari 2020 ke 2021. Kalau terjadi peningkatan yang signifikan, apakah ini berarti bahwa harga jual minyak goreng yang ditetapkan mereka terlalu tinggi," ungkapnya.
Namun, Gopprera menegaskan, pihaknya bakal hati-hati dalam melakukan penyidikan, karena laporan yang sudah terpublikasi itu merupakan laporan konsolidasi.
Advertisement