Seandainya Penanganan COVID-19 Dipakai untuk Tuberkulosis, 2030 Dunia Bebas TB

Dunia bisa bebas TB 2030 jika penanganan Tuberkulosis menggunakan cara yang sama dengan COVID-19

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 30 Mar 2022, 17:00 WIB
Pulmunologist and Board of Stop TB Partnership Indonesia, Erlina Burhan, dalam Side Event Tuberkulosis (TB) G20 Indonesia 2022 di DI Yogyakarta pada Rabu, 30 Maret 2022.

Liputan6.com, DI Yogyakarta - Sejumlah kemitraan dengan pemangku kepentingan terjalin dalam menangani pandemi COVID-19. Seandainya hal tersebut juga terjadi untuk penanggulangan Tuberkulosis (TB), hasilnya dipastikan jauh lebih baik.

"Coba kolaborasi serupa dilakukan untuk TB, tentu saja akan bagus hasilnya dan jauh lebih baik dan lebih bermanfaat," kata Pulmunologist and Board of Stop TB Partnership Indonesia, Erlina Burhan, dalam Side Event Tuberkulosis (TB) G20 Indonesia 2022 di DI Yogyakarta pada Rabu, 30 Maret 2022.

Pun dengan 3T (tracing, testing, dan treatment) yang dilakukan pemerintah untuk memutus rantai penularan Virus Corona penyebab COVID-19, yang sebenarnya dapat juga diterapkan secara masif untuk penanganan TB.

"Begitu juga dengan protokol kesehatan untuk COVID-19, seperti pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak. Ini harus dipertahankan karena pandemi di masa akan datang masih penyakit yang berkaitan dengan udara," ujar Erlina yang juga Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Jakarta.

 


Penggunaan Platform untuk Memutus TB

Infografis TBC (Liputan6.com/Yoshiro)

Hal lain dalam penanganan COVID-19 yang dapat dilakukan untuk menyudahi Tuberkulosis pada 2030 adalah penggunaan platform digital seperti PeduliLindungi.

"Penggunaan platform digital dilakukan untuk mengontak, melacak, serta menyembuhkan COVID-19 dilakukan secara masif tapi tidak dilakukan untuk TB," katanya.

"Platform seperti PeduliLindungi diperlukan bisa untuk penyembuhan penyakit Tuberkulosis," Erlina menambahkan.

Begitu juga dengan pengendalian dan pengawasan, menurut Erlina pemerintah perlu melakukan kesiapan terkait dengan infrastruktur kesehatan.

Tak ketinggalan industri-industri farmasi juga perlu mendukungan kegiatan ini dengan berinovasi untuk melakukan diagnosis dan juga vaksin TB yang adekuat.

"Bayangkan saja vaksin COVID-19 hanya ditemukan dalam waktu satu tahun. Sementara vaksin TB masih sangat lambat. Selama 94 tahun belum ada penemuan vaksin baru. Sehingga, kembali lagi, mewujudkan kolaborasi adalah hal yang penting," katanya.

Lebih lanjut Erlina, mengatakan, para akademisi dan juga industri-industri riset perlu terus menerus bekerjasama untuk mencegah penularan dan menyembuhkan mereka yang sakit TB.

"Dalam hal ini untuk penelitian terkait dengan obat penyembuhan TB, perlu dilakukan," katanya.

 


Terapi Pencegahan TB

Perlu diketahui gejala utama pasien TBC paru, yaitu batuk berdahak selama dua minggu atau lebih.

Satu hal yang tidak kalah penting, kata Erlina, adalah terapi pencegahan. Meski belum banyak orang yang fokus pada laten TBC, tapi kita juga harus sadar bahwa laten TBC terus meningkat.

"Sehingga diagnosis laten TB perlu diutamakan juga. Kolaborasi pemerintah setempat, organisasi profesi, NTP harus memiliki fokus untuk eliminasi TBC," katanya.

"Penghapusan stigma diperlukan sebagai bagian dari penanggulangan TBC," Erlina menambahkan.

Untuk mencegah pandemi di masa akan datang, tekan Erlina, kita harus meningkatan pengelolaan kesehatan masyarakat, meningkatkan infrastruktur kesehatan dan pengawasan, serta inovasi yang kompetitif, penelitian, penemuan obat terutama obat antivirus.


Infografis 4 Cara Tampil Menawan Saat Foto Pakai Masker Cegah Covid-19

Infografis 4 Cara Tampil Menawan Saat Foto Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya