KPPU Usut Dalang Kartel Minyak Goreng, Apa Saja Temuannya?

KPPU telah melakukan proses penyidikan kepada sejumlah produsen dan pihak distributor minyak goreng kemasan, hingga pelaku ritel di sektor hilir.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 30 Mar 2022, 19:20 WIB
Salah satu merek minyak goreng yang dipajang di sebuah supermarket kawasan Jakarta, Jumat (25/3/2022). Sempat mengalami kekosongan stok, saat ini minyak goreng sudah kembali normal di supermaket dengan harga 2 liter mulai dari Rp 36 ribu - Rp45 ribu tergantung merek. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terus mengusut dugaan adanya praktik kartel minyak goreng. Menindaklanjuti temuan sementara, instansi bakal melakukan penyelidikan terhadap 8 perusahaan besar yang diduga punya keterkaitan dalam praktik kartel minyak goreng.

"Dari kelompoknya saya melihat akan kita dalami di 8 kelompok besar perusahaan yang menguasai pangsa pasar," ujar Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean di Jakarta, dikutip Rabu (30/3/2022).

Gopprera menyampaikan, KPPU bakal menginvestigasi apakah 8 kelompok besar perusahaan ini bisa mempengaruhi pasar atas ketidakpastian harga minyak goreng.

"Jadi akan kita lihat bagaimana perbedaan antara pelaku-pelaku usaha yang menguasai pasar ini dengan yang tidak. Ini adalah proses pembuktian dengan menggunakan alat-alat bukti ekonomi. Karena pengakuan itu sangat sulit kita dapatkan," tuturnya.

Lebih lanjut, KPPU juga akan memantau perkembangan beberapa kasus pergerakan harga minyak goreng. Itu dilihat dari yang dilakukan perusshaan yang diduga tidak berkartel dengan yang berkartel.

Penyelidikan ini guna menguatkan pembuktian akan adanya praktik kartel minyak goreng yang dilakukan sekelompok perusahaan besar.

Selain itu, KPPU juga telah melakukan proses penyidikan kepada sejumlah produsen dan pihak distributor minyak goreng kemasan, hingga pelaku ritel di sektor hilir.

"Berdasarkan dokumen yang kita terima dari para pihak, kita menilai bahwa telah ditemukan alat bukti terkait pelanggaran kartel dan penguasaan pasar," ungkap Gopprera.

Liputan6.com lantas coba mengkonfirmasi temuan KPPU ini kepada sejumlah pengusaha besar minyak goreng. Namun, belum ada respon dari pihak terkait hingga berita ini naik.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Penyidikan sejak 2020

Petugas menata minyak goreng di rak sebuah supermarket kawasan Jakarta, Jumat (25/3/2022). Sempat mengalami kekosongan stok, saat ini minyak goreng sudah kembali normal di supermaket dengan harga 2 liter mulai dari Rp 36 ribu - Rp45 ribu tergantung merek. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Gopprera mengaku sudah mendapatkan beberapa bukti terkait praktik kartel minyak goreng, soal adanya pelanggaran oleh pelaku usaha sejak beberapa tahun lampau.

Dari hasil penyidikan awal, KPPU bakal menelaah dugaan tersebut dengan laporan keuangan perusahaan terkait. Apakah profit yang didapat jauh lebih tinggi dari harga pokok penjualan atau tidak.

"Kita bisa lihat profit dari beberapa perusahaan-perusahaan produsen yang sudah Tbk, bisa dilihat apakah terjadi peningkatan dari 2020 ke 2021. Kalau terjadi peningkatan yang signifikan, apakah ini berarti bahwa harga jual yang ditetapkan mereka terlalu tinggi," ungkapnya.

Namun, Gopprera menegaskan, pihaknya bakal hati-hati dalam melakukan penyidikan, karena laporan yang sudah terpublikasi itu merupakan laporan konsolidasi.

"Bisa jadi penjualan itu juga termasu penjualan-penjualan yang untuk ekspor misalnya. Kita tahu harga di luar cukup tinggi, jadi nanti kita belum bisa menyimpulkan. Nanti tergantung diproses penyelidikannya," sebut dia.

 


Kaitan dengan CPO

Petugas menata minyak goreng di rak sebuah supermarket kawasan Jakarta, Jumat (25/3/2022). Sempat mengalami kekosongan stok, saat ini minyak goreng sudah kembali normal di supermaket dengan harga 2 liter mulai dari Rp 36 ribu - Rp45 ribu tergantung merek. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Lebih lanjut, Gopprera juga menyoroti kenaikan minyak goreng yang tak terlepas dari gejolak harga minyak sawit mentah (CPO).

"Dari pergerakan harga yang kita lihat, ada beberapa periode dimana harga CPO turun namun harga minyak goreng tidak turun. Kedua, ada periode dimana harga CPO stabil, tapi harga minyak goreng malah naik," terang dia.

Tapi di satu sisi, ketika CPO turun, harga minyak goreng justru meroket.

"Di sini kita lihat kenapa harga minyak goreng tidak mendekati biaya produksi mengikuti perkembangan harga CPO," kata Gopprera.

 


Saran untuk Jokowi

Petugas melayani warga yang membeli minyak goreng di Polsek Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (4/3/2022). Polres Metro Jakarta Selatan akan menggelar operasi pasar minyak goreng selama enam hari, terhitung mulai hari in, 4 hingga 9 Februari mendatang. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Menindaklanjuti kekisruhan minyak goreng, KPPU turut memberi masukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Terutama, agar produksi dan distribusi minyak goreng tidak dikuasai oleh segelintir perusahaan yang akhirnya merugikan masyarakat.

Rekomendasi ini ada yang bersifat jangka pendek, menengah atau panjang bagi pembenahan persaingan usaha di industri minyak goreng.

Untuk jangka pendek, KPPU menyarankan pemerintah untuk memperkuat pengendalian terhadap stok CPO sebagai tindak lanjut kebijakan Domestic Market Obligation-Domestic Price Obligation (DMO-DPO).

Gopprera menyoroti perlunya pelacakan dan pengecekan stok di tingkat produsen dan distributor melalui sistem informasi pasar yang terbuka. Dalam praktiknya, pengawasan ini dikembangkan pemerintah melalui sistem teknologi digital Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).

Sedangkan untuk jangka menengah dan panjang, KPPU merekomendasikan pemerintah untuk segera menyediakan insentif untuk mendorong hadirnya produsen baru minyak goreng skala kecil dan menengah (UKM) yang mendekati lokasi perkebunan sawit.

Hal itu terutama dilakukan di wilayah yang tidak terdapat produsen minyak goreng. Sehingga pasokan minyak goreng di daerah tersebut tetap terjaga.

"Selanjutnya, pemerintah perlu mendorong pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dan pelaku usaha minyak goreng yang terintegrasi agar bermitra dengan pelaku usaha UMK dalam mengalokasikan CPO yang dihasilkan untuk keperluan bahan baku produsen minyak goreng skala UMK," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya