Setara Institut Sebut Singkawang Jadi Kota Toleran di Indonesia, Depok Urutan Terakhir

Direktur Eksekutif Setara Institut, Ismail Hasani mengungkap bahwa Kota Singkawang berhasil meraih penghargaan sebagai peringkat pertama indeks kota toleran (IKT) di Indonesia tahun 2021 menggeser Kota Salatiga yang pada tahun 2020 menduduki posisi tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Mar 2022, 07:49 WIB
Festival Cap Go Meh di Singkawang. (dok. pastikesingkawang.id)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Setara Institut, Ismail Hasani mengungkap bahwa Kota Singkawang berhasil meraih penghargaan sebagai peringkat pertama indeks kota toleran (IKT) di Indonesia tahun 2021 menggeser Kota Salatiga yang pada tahun 2020 menduduki posisi tersebut.

Penghargaan itu sebagai hasil dari riset yang dilakukan Setara Institut pada tahun 2021 dengan menilai berbagai aspek untuk kemudian memberikan Kota Singkawang sebagai peringkat pertama dengan nilai 6,483 naik satu peringkat dari 2020, dengan indeks 6,450.

"Kami selalu menerbitkan laporan ini dengan berbasis pada riset yang serius yang ditujukan untuk mengukur kinerja kota-kota di Indonesia. Jadi bukan semata-mata mengukur kinerja walikota atau wakil walikota," kata Ismail di Jakarta, Rabu, (30/3/2022).

Sementara Kota Depok, Jawa Barat menempatkan urutan terakhir dalam riset studi sebagai kota toleran dan menempati posisi terbawah yakni ke-94 dalam indeks kota toleran (IKT) yang dirilis Setara Institut.

Ismail Hasani mengatakan jika masalah utama yang menempatkan Depok dalam urutan terakhir adanya produk hukum yang diskriminatif. Semisal, dia mencontohkan Wali Kota Depok yang dinilai tidak terbuka dengan keberagaman.

"Jadi bisa bayangkan atas dasar perintah walikota, gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba sebuah masjid disegel gitu, ini kan problem. Jadi bukan hanya di level aturan yang itu bobotnya 20 persen, tapi juga tindakan politik walikota yang tidak toleran," kata Ismail.

Menurutnya, apa yang terjadi di Kota Depok kerap kali berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh para pemerintah kota di kota-kota lain khususnya kota yang masuk dalam peringkat 10 indeks kota toleran.

"Jadi lawan dari pemimpin-pemimpin yang toleran adalah pemimpin-pemimpin yang intoleransi. Dan itu terjadi di Depok, kita bisa melihat bagaimana tidak terbukanya kepala daerah Depok terhadap kemajemukan," papar Ismail.

Selain itu, Ismail juga menilai jika dalam 20 tahun ke belakang Kota Depok mengalami satu proses penyeragaman yang serius atas nama agama dan moralitas yang terjadi di lingkungannya.

"Jadi di Depok warna religiusitas agama which is islam itu sangat dominan mewarnai banyak ruang-ruang publik, mewarnai bahkan sektor-sektor properti, kita bisa simak Perumahan Islami dan sebagainya. Itu bagian dari proses segregasi yang dipicu oleh kepemimpinan politik di tingkat lokal," tuturnya.

"Jadi dengan berat hati memang dari semua variabel yang kita catat, ya bisa menyelamatkan Depok hanya masyarakat sipil, ada sejumlah elemen-elemen masyarakat sipil yang mendorong promosi toleransi tapi itu tidak bisa membantu pada variabel produk hukum daerah, RPJMD, dan kepemimpinan politiknya," lanjutnya.


Jakarta Tak Masuk 10 Besar

Sejumlah pekerja berjalan melintas pelican cross di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (2/11/2021). Sektor non-esensial kini boleh mempekerjakan hingga 75 persen karyawannya dari kantor. Sebelumnya, angka ini dibatasi hingga 50 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Jakarta tidak masuk dalam 10 kota besar yang toleran. Hal ini berdasarkan hasil riset indeks kota toleran (IKT) yang diluncurkan Setara Institut.

Meskipun, kata Ismail, jika dalam beberapa tahun kebelakang, Jakarta kian membaik dalam lingkup toleransi masyarakat. 

Disamping itu, kata dia, memang tidak fair jika Jakarta dibandingkan dengan kota-kota lain dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit. 

"Selalu kita kemukakan memang agak kurang fair menilai Jakarta dibandingkan dengan Tomohon. Misalnya yang penduduknya sangat sedikit, Jakarta misalnya 8 juta pada malam hari, siang hari bisa 16 juta," ujar Ismail di Jakarta, Rabu, (30/3/2022).

"Dengan kota Tomohon atau kota Salatiga tetapi untuk kepentingan studi memang kita generalisir untuk apa saya ingin katakan kalaupun Jakarta tidak masuk 10 besar itu tidak perlu bersedih hati karena memang ada disclaimer itu," sambungnya.

Ismail menjelaskan jika penilaian sejak 2018 Jakarta sudah kian membaik dari sisi toleransi setiap tahunnya.

"Menilai Jakarta juga kan tidak fair gitu, itu satu hal dari sisi metodologis sisi substansi proses indexing memang  Jakarta mengalami perbaikan kok di 2018," katanya.

Dia mencontohkan jika Jakarta yang sempat masuk ke 10 besar peringkat terbawah ternyata setelah dideteksi ketika terjadi pergantian kepemimpinan, produknya belum berganti.

"Memang setelah pilkada 2017 waktu itu pak Anies misalnya belum membuat RPJMD baru kita ga bisa nilai dong artinya pada variabel itu kami tidak bisa nilai," sebutnya.

"Lalu harus diakui ya khususnya di 2021 FKUB DKI itu bekerja sangat serius dipimpin oleh prof Dede Rosyada lalu penyelesaian konflik 7 gereja juga diselesaikan di tahun 2021 artinya memang ada peningkatan dan itu kita catat," tambahnya.

Adapun riset yang dilakukan Setara Institut mempertimbangkan empat variabel dengan delapan indikator sebagai tolak ukur berbasis paradigma hak konstitusional warga sesuai hak asasi manusia (HAM).

Variabel pertama, Regulasi Pemerintah dengan indikator RPJMD dan kebijakan diskriminatif. Kedua, Tindakan Nyata dengan indikator pernyataan dan tindakan nyata pemerintah kota.

Kemudian, variabel ketiga Regulasi Sosial mencakup indikator peristiwa intoleransi dan dinamika masyarakat sipil. Dan variabel keempat Demografi Sosial- Agama meliputi indikator heterogenitas dan inklusi sosial. 

Dari variabel tersebut berikut 10 kota yang mendapatkan penghargaan sebagai Indeks Kota Toleransi 2021:

1.Kota Singkawang dengan skor 6,483

2.Kota Manado dengan skor 6,400

3.Kota Salatiga dengan skor 6,367

4. Kota Kupang dengan skor 6,337

5. Kota Tomohon dengan skor 6,183 

6. Kota Magelang dengan skor 6,120

7. Kota Ambon dengan skor 5,900

8. Kota Bekasi dengan skor 5,830

9. Kota Surakarta dengan skor 5,783

10. Kota Kediri dengan skor 5,733

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya