Liputan6.com, Tunis - Pemerintah Tunisia membubarkan parlemen usai para anggota tetap mengadakan pertemuan secara online. Kementerian Kehakiman Tunisia menilai pertemuan itu sebagai bentuk konspirasi terhadap keamanan negara.
Berdasarkan laporan Arab News, Kamis (31/3/2022), anggota parlemen Tunisia melakukan voting untuk mengurangi dekrit Presiden Kais untuk melakukan pencekalan. Ada 217 anggota parlemen di Tunisia dan 116 anggota hadir dan menyetujui RUU baru tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Presiden Kais Saied berkata meeting itu ilegal. Ia mengklaim konstitusi memberikannya kekuatan untuk mensuspens parlemen. Ia pun bisa mengeluarkan hukum melalui dekrit.
Salah satu anggota parlemen, Safi Said, menolak upaya presiden untuk melakukan pencekalan. Ia bahkan menyebut negaranya dikendalikan sosok Firaun.
"Kami bukanlah anggota parlemen yang dibekukan atau disuspens," ujarnya. "Tetapi kami berada di bawah kekuasaan Firaun baru."
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tuduhan Kekacauan
Presiden Saied mengecam pertemuan parlemen itu dengan menyebutnya ilegal. Sesi virtual itu dianggap mencoba menebarkan kekacauan.
Perserikatan dagang di Tunisia juga sempat mengecam sesi-sesi parlemen yang melanggar instruksi presiden. Para anggota parlemen itu dituding memicu konflik dan perpecahan politik.
Selain ingin mengurangi kekuasaan presiden, para anggota parlemen juga meminta ada pemilihan legislatif dan presiden, serta dialog nasional.
Ketua Parlemen, Rached Ghannouchi, dari partai Ennahdha yang Islami tidak ikut di pertemuan tersebut. Kondisi gedung parlemen Tunisia masih dijaga pasukan keamanan.
Advertisement