Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat selama periode 2018 hingga 2020 sudah turut membantu penerimaan negara melalui pemanfaatan hasil pemeriksaan dan denda sebesar Rp 10,85 miliar, uang pengganti kerugian negara sejumlah Rp 17,3 triliun dan jumlah aset yang telah disita.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, dalam kegiatan PPATK 3rd Legal Forum "Mewujudkan Green Economy Berintegritas Melalui Upaya Disrupsi Pencucian Uang pada Pajak Karbon", Kamis (31/3/2022).
“Dan kami akan terus membantu teman-teman DJP yang hampir setiap hari, menyampaikan info kepada kami untuk mendapatkan hasil analisis terkait upaya yang teman-teman DJP lakukan terkait dengan pengungkapan kasus perpajakan,” kata Ivan.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, tindak pidana korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang.
Berdasarkan hasil penilaian risiko nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dan pemberantasan terorisme tahun 2021 telah menetapkan tindak pidana korupsi sebagai salah satu tindak pidana yang beresiko tinggi.
Tindak pidana di bidang perpajakan, rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme telah dibangun sejak dua dekade yang lalu, melalui penerapan undang-undang Nomor 15 Tahun 2022 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 25 tahun 2023, yang kemudian diamandemen melalui undang-undang nomor 8 tahun 2010.
“Yang dinilai mampu mendisrupsi aktivitas pencucian uang yang berasal dan tindak pidana korupsi, dan tindak pidana di bidang perpajakan termasuk tindak pidana pajak karbon,” ujarnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Gerakan Anti Pencucian Uang
Menurutnya, disrupsi pencucian uang melalui gerakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di Indonesia dapat berjalan secara efektif dan optimal, apabila dalam efektivitasnya dilakukan secara sinergitas dan solid antara sektor publik dan sektor privat termasuk pelaku usaha yang menghasilkan emisi karbon.
Tak hanya itu, sinergi dengan instansi penegak hukum juga perlu dioptimalisasikan dalam rangka asset recovery dan penyelamatan penerimaan negara yang berasal dan tindak pidana korupsi, tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana pencucian uang.
“Besar harapan kami dengan dicanangkannya dua dekade gerakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme pada Tahun 2022, dapat mendukung optimalisasi penerimaan negara atas pajak karbon, serta mampu mendisrupsi upaya kebocoran penerimaan negara yang dikarenakan adanya aktivitas pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan,” pungkasnya.
Advertisement