Kejagung Periksa 2 Saksi Terkait Kasus Korupsi Proyek Pabrik Krakatau Steel

Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 31 Mar 2022, 18:59 WIB
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Kamis (31/3/2022).

Para saksi adalah EW selaku Administrator Purchasing pada Divisi Procurement PT Krakatau Engineering dan RPK selaku Procurement Engineer PT Krakatau Engineering.

"Keduanya diperiksa terkait dugaan tindak pidana korupsi pada ptoyek pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011," kata Ketut.


Proyek pembangunan pabrik Blast Furnace

Sebelumnya dalam konferensi pers pada Kamis (24/2/2022) lalu, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan pada awalnya proyek pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC) tersebut dilaksanakan oleh Konsorsium MCC CERI (asal China) dan PT Krakatau Engineering sesuai hasil lelang tanggal 31 Maret 2011 dengan nilai kontrak setelah mengalami perubahan adalah Rp 6,92 triliun.

Kontrak tersebut telah dibayarkan ke pihak pemenang lelang senilai Rp 5,3 triliun, namun demikian pekerjaan kemudian dihentikan pada tanggal 19 Desember 2019. Padahal, pekerjaan belum 100 persen dan setelah dilakukan uji coba operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar.

Selain itu, pekerjaan sampai saat ini belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi lagi. PT Krakatau Steel membangun Pabrik Blast Furnace (BFC) dengan menggunakan bahan bakar batubara agar biaya produksi lebih murah.

Pembangunan proyek tersebut menggunakan bahan bakar gas sehingga memerlukan biaya yang lebih mahal. Menurut Supardi, pabrik peleburan tersebut tidak bisa dioperasikan, karena akan mengeluarkan biaya tinggi.

"Tidak bisa beroperasi, kalau dipakai high cost tidak bisa bersaing," ujar Supardi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya