Rupiah Melemah, Data Ekonomi AS Jadi Penekannya

Rupiah berpotensi tertekan ke arah 14.400 per dolar AS, dengan potensi dukungan di kisaran 14.350 per dolar AS.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Apr 2022, 10:36 WIB
Teller menghitung mata uang Rupiah di Jakarta, Kamis (16/7/2020). Bank Indonesia mencatat nilai tukar Rupiah tetap terkendali sesuai dengan fundamental. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada Jumat pagi. Namun ada potensi tekanan rupiah dalam perdagangan sepanjang hari ini dengan meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif.

Pada Jumat (1/4/2022), nilai tukar rupiah bergerak naik 8 poin atau 0,06 persen ke posisi 14.355 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.363 per dolar AS.

"Data ekonomi AS yang dirilis semalam meningkatkan ekspektasi pelaku pasar bahwa Bank Sentral AS atau The Fed akan menaikkan suku bunga acuan dengan agresif tahun ini," kata analis pasar uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara.

Data ekonomi yang dimaksud adalah Indeks Harga Belanja Personal (PCE) yang merupakan data yang mengukur tingkat inflasi harga konsumsi.

Indeks PCE masih menunjukkan kenaikan sekitar 0,4 persen, sehingga meningkatkan ekspektasi pelaku pasar akan kenaikan suku bunga acuan The Fed yang agresif.

Investor akan melihat laporan pekerjaan yang dirilis pada malam ini, yakni data pekerja non pertanian dan pegawai pemerintah atau non farm payroll (NFP) untuk konfirmasi lebih lanjut tentang kekuatan pasar tenaga kerja dan wawasan tentang kemungkinan jalur kebijakan moneter oleh bank sentral AS.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Invasi Rusia ke Ukraina

Teller menunjukkan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, lanjut Ariston, invasi Rusia ke Ukraina masih berlanjut dan meningkatkan risiko inflasi karena naiknya harga-harga komoditas, termasuk energi dan pangan.

"Perekonomian global termasuk Indonesia bisa tertekan karena inflasi," ungkapnya.

Hari ini, ia pun memperkirakan Rupiah berpotensi tertekan ke arah 14.400 per dolar AS, dengan potensi dukungan di kisaran 14.350 per dolar AS.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya