Pengamat Desak Panglima Buat Kebijakan Konkret Terkait Keturunan PKI Masuk TNI

Anton mengatakan, kebijakan pelarangan keluarga PKI berkarier dalam lembaga negara merupakan bentuk diskriminasi. Apalagi, menurut Anton, dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1996 tak disebutkan pelarangan bagi keturunan anggota PKI.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 01 Apr 2022, 15:31 WIB
Prajurit TNI AD mengikuti Apel Gelar Pasukan Jajaran TNI AD di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (25/1/2022). Pasukan TNI AD dan Alutsista dipamerkan saat mengikuti gelar apel pasukan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Militer, Anton Aliabbas, mengapresiasi gebrakan Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa yang memperbolehkan keturunan PKI mendaftarkan diri menjadi prajurit TNI.

Meski demikian, Anton yang merupakan Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) ini meminta gebrakan dari Panglima TNI tersebut diikuti dengan pembuatan kebijakan yang lebih konkret.

"Namun, ada baiknya pernyataan tersebut diikuti dengan pembuatan kebijakan yang konkret sebagai bentuk pelembagaan atas sikap antidiskriminasi di lingkungan TNI. Hal ini penting dilakukan guna menghindari adanya dugaan lip service atau keputusan yang bersifat ad-hoc semata," ujar Anton dalam keterangannya, Jumat (1/3/2022).

Anton mengatakan, kebijakan pelarangan keluarga PKI berkarier dalam lembaga negara merupakan bentuk diskriminasi. Apalagi, menurut Anton, dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1996 tak disebutkan pelarangan bagi keturunan anggota PKI.

"Ketetapan MPRS tersebut secara tegas melarang organisasi PKI dan aktivitas penyebaran ajaran komunisme. Tidak ada satu pun kalimat yang menyatakan pengikut PKI dilarang beraktivitas ataupun bergabung pada institusi pemerintahan," kata Anton.

Menurut Anton, para keturunan PKI tidak seharusnya menanggung beban yang ditinggalkan orangtua mereka. Lagipula, menurut Anton, ada beberapa organisasi pemberontakan lainnya di Indonesia, namun tak mendapat perlakuan sama seperti PKI.

"Pelarangan keturunan bergabung ke TNI hanya berlaku untuk PKI saja, sementara kalau kita berbicara terkait pemberontakan di Indonesia ada banyak seperti DI/TII, PRRI/Permesta dan lain-lain," kata dia.


Melanggar HAM

Jenderal TNI Andika Perkasa. (Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com)

Anton berpandangan, pelarangan keturunan juga berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) dan UUD 1945, karena menjadikan tidak semua warga negara sama kedudukannya di muka hukum dan memiliki kesempatan sama untuk mendapatkan pekerjaan layak.

"Tidak ada manusia yang bisa memilih untuk dilahirkan oleh keluarga siapa. Karena itu, langkah membebankan keturunan atas tindakan pendahulunya tidak memiliki dasar hukum kuat," kata dosen Universitas Paramadina ini.

Selain itu, menurut Anton, ideologi komunis sudah gagal berkembang, baik pada level nasional maupun internasional. Lagipula, dalam perekrutan prajurit, sejatinya TNI memiliki mekanisme dan standar bakunya sendiri.


Evaluasi Berkala

Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa. (Liputan6.com/Johan Tallo)

"Penting kiranya Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membuat kebijakan adanya evaluasi berkala terhadap mekanisme seleksi termasuk Tes Wawasan Kebangsaan yang dimiliki TNI," ujarnya.

"Hal ini penting dilakukan untuk terus mengkontekstualkan ancaman kontemporer yang dihadapi TNI secara organisasi. Kepekaan atas perkembangan ancaman kekinian akan berkontribusi dalam pembangunan profesionalisme TNI," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya