Kampanye Negatif Sawit Tak Hambat Investor Asing Tanam Duit di Sektor Perkebunan

Kampanye negatif Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya asal Indonesia masih dilakukan Eropa.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Apr 2022, 21:54 WIB
Ilustrasi Sawit

Liputan6.com, Jakarta Kampanye negatif Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya asal Indonesia di Eropa, tidak menjadi penghambat investor asing untuk membeli saham emiten perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.  

Vice President Brokerage Strategic Development PT Henan Putihrai Hendra Martono, mengatakan bahwa pada dasarnya karakter investor asing sama saja dengan investor domestik. Ketimbang kampanye hitam, investor lebih fokus pada prediksi dan rencana kerja perusahaan untuk calon emiten pendatang baru dan pergerakan saham selama jam-jam transaksi untuk saham yang sudah listing.

"Investor Asing tetap masuk, kalau menjanjikan keuntungan ya tetap masuk," jelas Hendra Martono, di Jakarta, Jumat (1/4/2022).

Hal ini menjawab pertanyaan soal tantangan bagi rencana perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS) untuk melantai di Bursa Efek Indonesia, tahun ini.  

Hendra menjelaskan, kampanye negatif memang masih menjadi tantangan perusahaan perkebunan karena isu ini terus dipelihara di luar negeri.

Namun, ia menilai persoalan itu akan dapat diatasi jika perusahaan dapat menjelaskan dan menunjukkan aktivitas bisnis berkelanjutan dan kinerja keuangan positif dari tahun ke tahun.

Apalagi, saat ini banyak kalangan yang telah menyadari bahwa kampanye negatif banyak dipengaruhi oleh persaingan usaha di bisnis minyak nabati yang tidak sehat alias ada kepentingan produsen minyak nabati di negara lain. Posisi industri sawit rawan dipojokkan dengan isu lingkungan oleh pihak-pihak tertentu.  

Di sisi lain, lanjutnya, untuk saham baru IPO sebaiknya melihat dulu pergerakan saham di awal transaksi minimal 30 hari perdagangan setelah listing. Setelah ada pergerakan saham secara teknikal, akan lebih mudah untuk memprediksi arah pergerakan saham baik untuk transaksi jangka pendek, menengah, ataupun jangka panjang.

“Kalau saya tunggu sampai minimal 30 candle. Kalau kurang dari itu ya bisa juga, tetapi trading kilat saja. Jadi transaksilah setelah chart sudah terbentuk. Ini di luar bicara fundamental karena soal fundamental sangat sulit," ujarnya.

Pengamatan terhadap harga transaksi setiap hari akan memberikan gambaran yang rinci terhadap masing-masing saham, meskipun perusahaannya bergerak di bidang yang sama karena banyak faktor lain yang mempengaruhi.

"Momentum bagi setiap perusahaan, meskipun satu industri, berbeda-beda. Kadang-kadang harga sawit yang tinggi tidak membuat langsung harga saham saat listing naik. Perlu diingatkan, jika memang untuk jangka panjang pun tetap lebih dianjurkan beli berkala," tambahnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Prospek Bisnis

Ilustrasi CPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS) Robiyanto mengatakan, besarnya prospek bisnis kelapa sawit di Indonesia mendorong perusahaan perkebunan terus meningkatkan kapasitas bisnis melalui rencana melepas saham perdana ke publik (IPO) pada tahun ini dengan target perolehan dana dari kegiatan penawaran umum saham perdana ke publik sekitar Rp 1,5 triliun.

Menjawab kampanye negatif, Robiyanto menerangkan, NSS ikut berpartisipasi mendukung Program Ekonomi Hijau demi keberlangsungan bumi. NSS berkomitmen mengelola sumber daya alam milik Indonesia semaksimal mungkin agar bermanfaat bagi masyarakat di dalam negeri, sejalan dengan kebijakan pemerintah.

Dia mengakui pihaknya menghadapi tantangan sentimen akibat kampanye hitam. Tetapi, hal itu dapat ditangkis dengan data dan upaya perusahaan memenuhi sertifikat penerapan program lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG), yaitu ISPO dan RSPO. ESG bukanlah cost bagi perusahaan, tetapi dukungan timbal balik antara perusahaan dengan pekerja atau masyarakat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya