Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 berdampak pada munculnya agrowisata lebih cepat. Apalagi dengan adanya dukungan dari pemerintah terhadap munculnya desa-desa wisata di Indonesia untuk pemulihan ekonomi nasional.
Agrowisata merupakan tempat wisata yang memadukan antara pertanian dengan pariwisata. Sejauh ini agrowisata yang sedang trend adalah persawahan.
Baca Juga
Advertisement
"Oleh karena itu, menurut saya perkembangan agrowisata secara nasional agrowisata menjadi salah satu tujuan yang patut diperhitungkan. Karena sekarang banyak muncul dewasa wisata dan agrowisata sangat berkembang, terutama di Jawa Barat," kata Manager Operasional Agroeduwisata Organik Mulyaharja, Bogor, Jawa Barat, Kifin Ramadhan, saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 1 April 2022.
Ke depan, menurut, agrwisata semakin berkembang, salah satunya dengan adanya Anugerah Desa Wisata (ADW) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ia berkata, hampir 3.000 lebih mereka yang mendaftarkan ADW.
"Desa wisata itu termasuk juga agrowisata. Agrowisata itu inisiasinya dari desa wisata. Desa wisata itu produk yang dijualnya adalah agrowisata," ujar Kifin.
Tantantangan agrowisata menurut Kifin adalah tentang sadar wisatanya. Saat kita mengelola sebuah tempat wisata pada umumnya, masyarakat sekitarnya diwajibkan sadar akan wisata.
"Dengan adanya kesadaran tentang wisata, maka mereka akan menjadi stakeholder terkait mereka bisa terlibat langsung. Mereka bisa menjadi pegawai, pengelola, tim promosi, salah satunya di Agroeduwisata Organik Mulyaharja, semuanya hampir warga sekitar," tutur Kifin.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hanya Sekitar Lima Persen
Anggapan agrowisata mengubah fungsi lahan pertanian menjadi berkurang, Kifin mengatakan perubahan fungsi hanya sekitar lima persen dari 100 persen lahan pertanian. Hal tersebut merupakan suatu aturan yang telah disepakati.
"Saya beri contoh di Mulyaharja, ketika kami membuat sebuah saung, aturannya tidak boleh ada tembok yang terlalu banyak. Umpama suatu saat agrowisatanya sudah tidak berjalan lagi, maka bisa dicopot," Kiflin menjelaskan.
Contoh lain, jalan di Mulyaharja, menggunakan paving block. Jika suatu saat sudah tidak digunakan lagi, maka tempat tersebut bisa jadi lahan pertanian kembali karena tidak banyak bangunan semennya.
"Jadi, kami lebih banyak menggunakan material-material yang semi permanen. Artinya, kami sangat memperhitungkan, dari segi pembangunan, fungsi lahan, dan alamnya pun harus kami pertahankan," Kifin menuturkan.
Menurut Kifin, agrowisata yang menjadi daya tarik adalah suasana alam dan pertanian. Ia kembali memberi contoh di Mulyaharja, pemandangan hamparan sawah seluas 30,4 hektare.
"Pemandangan terbagusnya itu, ada Gunung Salak dan Gunung Gede yang terlihat jelas dari agrowisata kami. Keren sekali. Tapi sekarang kita habis panen, pemandangan akan bagus lagi pada Juni dan Juli," Kifin menjelaskan.
Selama belum tumbuh tinggi, pihak Agroduwisata menawarkan tentang edukasi pertaniannya. Mereka bisa langsung turun ke sawah, bermain lumpur, menanam padi, menangkap belut, mengambil tutut.
Advertisement
Berkembang Cepat
Agroeduwisata Organik Mulyaharja terletak di Kota Bogor dan berdiri dua tahun lalu. Sejak berdiri, Kifin mengatakan Agroeduwisata Organik yang dikelolanya mengalami perkembangan pesat.
"Tempat ini awalnya area persawahan, kemudian kita sulap menjadi agrowisata yang bisa meningkatkan ekonomi masyarakat. Keberadaan lokasi ini sangat membantu perekonomian warga sekitar," imbuh Kifin.
Dari jumlah 30,4 hektar, tanah persawahan tersebut milik PT yang dikelola petani untuk kehidupan sehari-hari. "Hampir 23 persen lahan tersebut milik PT, sedangkan sisianya milik petani," kata dia.
Sejak berdiri hingga saat ini, hasil pertanian warga tidak ada yang berubah. "Jadi, kami mempertahankan pertanian, sedangkan pariwisata hanya sebagai pelengkap saja. Jadi, tidak mengurangi hasil panen sawah tersebut," tutur Kifin.
Tak Mengubah Pertanian
Hal senada diungkapkan Wakil Dekan Bidang Akademik dan Perencanaan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Nyoman Sukma Arida. Ia mengatakan agrowisata seharusnya tidak mengubah kondisi lingkungan setempat.
"Pariwisata tidak boleh mengalahkan pertaniannya.Tapi kalau pariwisata secara umum memang banyak yang mengalihfungsikan dan mengurangi lahan pertanian. Jadi, kalau agrowisata sendiri tidak mengubah lahan pertanian," ujar Nyoman saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 1 April 2022.
Ke depan, Nyoman mengatakan perkembangan agrowisata sangat menjanjikan. Karena saat ini para wisatawan mencari bentuk-bentuk atau aktivitas yang menjadi keseharian masyarakat dari destinasi yang dikunjungi.
"Mereka mempunyai rasa ingin tahu yang lebih besar, seperti apa budaya masyarakat sekitar, tidak lagi mencari lokasi wisata yang buatan. Mereka ingin mengetahui masyarakatnya dalam hal ini yang bersifat agraris," Nyoman menuturkan.
Nyoman yakin agrowisata, ekowisata, petualangan, ke depan semakin diminati. Ia melihat indikasinya dari munculnya desa-desa wisata dan banyak dikunjungi masyarakat, meski dominan wisatawan domestik.
"Jika pengembangannya bagus, bukan tidak mungkin wisatawan mancanegara pun akan mengunjunginya. Itu bisa jadi percontohan untuk petani-petani lainnya," tegas Nyoman.
Advertisement