Nasib Mantan Menkes Terawan Bila Resmi Diberhentikan dari IDI

Dampak yang terjadi bila dokter Terawan resmi diberhentikan dari keanggotaan IDI.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 02 Apr 2022, 14:32 WIB
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mendatangi kantor Huawei di Wisma BRI 2, Jakarta, Kamis (23/1/2020). BRI menyatakan telah melakukan pengendalian risiko keselamatan bagi pekerja BRI dengan memberikan masker untuk seluruh pekerja Kantor Pusat Bank BRI. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) saat ini sedang menindaklanjuti rekomendasi pemberhentian mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI yang ditetapkan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Penetapan disampaikan pada sidang Muktamar IDI ke-31 di Banda Aceh, Aceh yang digelar 21 - 25 Maret 2022.

Juru Bicara PB IDI untuk Sosialisasi Hasil Muktamar ke-31 sekaligus Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI, Beni Satria mengungkapkan, hak-hak sebagai anggota tidak lagi didapatkan dokter Terawan setelah diberlakukan pemberhentian dari IDI

"Hak-hak sebagai anggota tentu tidak akan didapatkan. Salah satunya, rekomendasi izin praktik, jabatan-jabatan yang mengharuskan dijabat oleh seorang dokter sebagaimana diatur dalam Organisasi Tata Laksana Anggota (ORTALA)," terang Beni saat sesi Group Interview Perihal Sosialisasi Hasil Muktamar IDI ke-31 pada Jumat, 1 April 2022.

"Beliau juga tidak dapat menjadi ketua di perhimpunan dokter. Di dalam organisasi IDI itu banyak perhimpunan-perhimpunan dokter, khusus di radiologi (sesuai bidang Terawan) ada namanya Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi. Tentu jabatan sebagai ketua dan pengurus tidak akan didapat, karena memang status keanggotaannya (di IDI) sudah dicabut."

Berkaitan dengan metode Digital Subtraction Angiography (DSA) atau cuci otak yang Terawan lakukan, Beni menegaskan, kalau tindakan tersebut tidak sesuai standar profesi dan prosedur, dia tidak mendapat perlindungan hukum.

"Tentu perlindungan hukum ini tidak akan didapatkan. Hak perlindungan hukum tidak akan didapatkan diperoleh oleh dokter yang bersangkutan. Ini implikasinya," tegasnya.


Sanksi Bila Cuci Otak Tak Punya Bukti Ilmiah

Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. (Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr)

Beni Satria menambahkan, ada ancaman sanksi yang dapat dialami Terawan Agus Putranto bila metode cuci otak tidak memiliki bukti ilmiah. Sanksi berupa denda dan pidana.

"Sesuai Undang-undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 tentu akan ada ancamannya bila metode DSA tidak sesuai dengan standar (ilmiah). Setidaknya denda maksimal Rp50 juta dalam Pasal 79 huruf C. Kemudian menyebabkan meninggalnya orang, akan ada pidananya lagi, penjara 5 tahun," tambahnya.

"Kalau menyebabkan luka berat, tentu akan ada pidananya juga 3 tahun (penjara). Karena apa yang dilakukan dokter harus sesuai dengan kaidah ilmiah."

Lantas, apakah Terawan dapat memeroleh perlindungan hukum? Beni menjawab, dokter berhak memeroleh perlindungan hukum sesuai Pasal 50 Undang-undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 sepanjang menjalankan praktik kedokteran sesuai standar profesi dan prosedur.

Jika dokter yang bersangkutan tidak menjalankan tindakan sesuai standar profesi, maka tak mendapat perlindungan hukum.


Infografis Ragam Tanggapan Pencabutan Aturan Pembatasan Covid-19 di Beberapa Negara

Infografis Ragam Tanggapan Pencabutan Aturan Pembatasan Covid-19 di Beberapa Negara. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya